Chereads / Shadow of the Dragons / Chapter 5 - Sambutan(George)

Chapter 5 - Sambutan(George)

Aula Akademi Athena sungguh megah. Langit-langitnya yang tinggi dihiasi lukisan-lukisan para pahlawan legendaris Nexus,  sementara jendela-jendela kaca patri yang besar membiarkan cahaya matahari pagi menyinari ruangan dengan lembut.  Dindingnya terbuat dari marmer putih yang berkilau,  dihiasi ukiran rumit bergambar makhluk-makhluk mitologi.  Di ujung aula,  sebuah panggung marmer berdiri tegak,  di mana para petinggi akademi duduk di kursi-kursi berukir indah.

Ratusan siswa baru,  termasuk aku,  Arthur,  dan Lisa,  berkumpul di aula,  menunggu dimulainya upacara penerimaan.  Suasana dipenuhi  bisik-bisik  penuh  semangat,  bercampur  dengan  rasa  gugup  dan  penuh  harap.  Aku  menatap  sekeliling  dengan  takjub,  mencoba  menyerap  semua  detail  yang  ada  di  ruangan  itu.

Tiba-tiba,  suasana  hening  seketika.  Semua  mata  tertuju  pada  panggung  saat  seorang  wanita  dengan  jubah  biru  tua  berjalan  dengan  anggun  ke  tengah  panggung.  Aura  kekuatan  dan  kebijaksanaan  terpancar  dari  dirinya,  membuat  semua  orang  terpesona.

"Selamat  datang  di  Akademi  Athena,  para  calon  Astral  Knight!"  suaranya  bergema  di  seluruh  aula,  jernih  dan  berwibawa.  "Aku  Nancy,  Kepala  Sekolah  akademi  ini."

Nancy,  wanita  yang  menemukanku  di  Terra.  Aku  menatapnya  dengan  penuh  rasa  ingin  tahu.  Ia  tampak  lebih  berwibawa  dan  anggun  dibandingkan  saat  aku  bertemu  dengannya  di  kafe  itu.

"Kalian  semua  adalah  individu  yang  terpilih,  yang  memiliki  potensi  untuk  menjadi  penjaga  Nexus  yang  hebat,"  lanjut  Nancy.  "Di  akademi  ini,  kalian  akan  ditempa,  dilatih,  dan  dibekali  dengan  pengetahuan  dan  keterampilan  yang  dibutuhkan  untuk  melawan  kekuatan  kegelapan  dan  menjaga  keseimbangan  dunia."

Nancy  menjeda  sejenak,  matanya  menyapu  seluruh  penonton.  "Perjalanan  kalian  tidak  akan  mudah.  Kalian  akan  menghadapi  tantangan  yang  berat,  ujian  yang  menguji  batas  kemampuan  kalian,  dan  bahkan  mungkin  pengorbanan  yang  menyakitkan.  Tapi  aku  yakin,  kalian  semua  memiliki  keberanian,  tekad,  dan  semangat  juang  untuk  mengatasi  semua  itu."

Di  belakang  Nancy,  berdiri  para  staff  akademi  dengan  wajah  serius.  Aku  melihat  seorang  pria  paruh  baya  dengan  aura  yang  sangat  kuat  dan  tatapan  yang  tajam  dan  bijaksana.  Ia  mengenakan  seragam  instruktur  berwarna  putih  dengan  jubah  panjang  yang  menjuntai  hingga  ke  lantai.  Di  pinggangnya  terselip  sebuah  pedang  dan  perisai  dengan  ukiran  rumit  berbentuk  naga.

"Itu  Roland,  Kepala  Instruktur  di  Akademi  Athena,"  bisik  Arthur,  seolah  membaca  pikiranku.  "Dia  adalah  salah  satu  Astral  Knight  terkuat  di  Nexus,  dengan  peringkat  SSS."

Aku  menatap  Roland  dengan  kagum.  Aura  kekuatan  yang  terpancar  darinya  sungguh  luar  biasa.  Aku  bisa  merasakan  bahwa  ia  adalah  seorang  pejuang  yang  sangat  terlatih  dan  berpengalaman.

Di  sebelah  Roland,  berdiri  seorang  pria  tinggi  dengan  rambut  perak  dan  tatapan  tajam  yang  sedang  memperhatikanku.  Ia  mengenakan  seragam  instruktur  yang  sama  dengan  Roland,  namun  dengan  aura  yang  lebih  dingin  dan  keras.

"Itu  Darius  Hawthorne,  ayah  Lisa,"  bisik  Arthur.

Aku  menatap  Darius  dengan  penasaran.  Ia  memang  terlihat  mengintimidasi,  seperti  yang  dikatakan  Arthur  dan  Lisa.  Tatapannya  yang  tajam  seolah  menembus  tubuhku,  membuatku  merasa  tidak  nyaman.  Aku  bertanya-tanya  apa  yang  ia  pikirkan  tentangku,  seorang  Terran  yang  tiba-tiba  muncul  di  Akademi  Athena.

Nancy  melanjutkan  pidatonya,  "Di  Akademi  Athena,  kalian  akan  belajar  berbagai  macam  disiplin  ilmu,  mulai  dari  sihir  elemental,  teknik  Ki,  ilmu  pedang,  hingga  taktik  dan  strategi  pertempuran.  Kalian  juga  akan  diajarkan  tentang  sejarah  Nexus,  monsterologi,  dan  etika  seorang  Astral  Knight."

"Ingatlah,  menjadi  seorang  Astral  Knight  bukanlah  tentang  kekuatan  dan  kemampuan  saja.  Kalian  juga  harus  memiliki  hati  yang  mulia,  rasa  keadilan  yang  kuat,  dan  semangat  pengorbanan  untuk  melindungi  yang  lemah  dan  menjaga  keseimbangan  dunia."

Nancy  mengakhiri  pidatonya  dengan  senyum  hangat.  "Selamat  datang  di  Akademi  Athena,  dan  semoga  kalian  semua  sukses  dalam  perjalanan  kalian  menjadi  Astral  Knight  yang  hebat!"

Aula  kembali  riuh  dengan  tepuk  tangan  dan  sorak-sorai  para  siswa.  Aku  merasakan  semangat  yang  membara  di  dalam  diriku.  Aku  siap  untuk  menghadapi  tantangan  baru  dan  memulai  petualangan  di  dunia  Nexus  yang  penuh  keajaiban  ini.

Nancy  memberi  isyarat  dengan  tangannya,  dan  seorang  pria  yang  tadi  disebut  Arthur  sebagai  Roland  melangkah  maju.  Meskipun  terlihat  sudah  berumur,  dengan  rambut  perak  dan  beberapa  kerutan  di  wajahnya,  Roland  berdiri  dengan  tegap  dan  berwibawa.  Saat  ia  mulai  berbicara,  suaranya  yang  lantang  dan  berisi  aura  kekuatan  mengisi  seluruh  aula.

"Selamat  datang  di  Akademi  Athena!"  serunya,  suaranya  mengandung  kekuatan  yang  membuatku  sedikit  terkesiap.  "Aku  Roland,  Kepala  Instruktur  di  sini.  Kalian  bisa  memanggilku  Instruktur  Roland."

Ia  menatap  tajam  ke  arah  para  siswa  baru,  sorot  matanya  penuh  dengan  ekspektasi  dan  ketegasan.  Aku  menelan  ludah,  tiba-tiba  merasa  sedikit  gugup.  Rasanya  seperti  sedang  berhadapan  dengan  seseorang  yang  memiliki  otoritas  tinggi,  sesuatu  yang  jarang  kualami  selama  hidup  sebagai  buronan.

"Kalian  semua  ada  di  sini  karena  memiliki  potensi  untuk  menjadi  Astral  Knight  yang  hebat,"  lanjut  Roland.  "Tapi  potensi  saja  tidak  cukup.  Kalian  harus  berlatih  keras,  mengasah  kemampuan  kalian,  dan  membuktikan  diri  kalian  layak  menyandang  gelar  tersebut."

"Untuk  itu,"  Roland  mengangkat  suaranya,  "kegiatan  selanjutnya  adalah  pelatihan  simulasi  perang!"

Seruan  itu  disambut  dengan  bisik-bisik  penuh  semangat  dari  para  siswa.  Aku  melirik  Arthur  dan  Lisa.  Arthur  tampak  antusias,  sementara  Lisa  menunjukkan  ekspresi  serius  dan  fokus.  Aku  sendiri  merasa  campur  aduk.  Di  satu  sisi,  aku  penasaran  ingin  mencoba  kemampuan  bertarungku.  Di  sisi  lain,  aku  juga  merasa  gugup  karena  tidak  pernah  mengalami  hal  seperti  ini  sebelumnya.  Selama  hidupku,  aku  hanya  belajar  untuk  melarikan  diri  dan  bersembunyi,  bukan  untuk  bertarung.

"Kalian  akan  dibagi  menjadi  dua  kubu,"  Roland  menjelaskan.  "Kubu  pertama  akan  bertindak  sebagai  penyerang,  sementara  kubu  kedua  sebagai  pembela.  Kalian  akan  menggunakan  sihir,  Ki,  dan  ilmu  pedang  yang  telah  kalian  pelajari  selama  ini  untuk  mengalahkan  lawan  dan  mencapai  tujuan  misi."

Ia  menjeda  sejenak,  membiarkan  kata-katanya  meresap.  "Ingat,  ini  hanyalah  simulasi.  Tapi  anggaplah  ini  sebagai  pertempuran  nyata.  Kerja  sama,  strategi,  dan  kemampuan  individu  akan  menentukan  kemenangan  kalian."

Roland  tersenyum  tipis,  "Tunjukkan  padaku  apa  yang  kalian  bisa!"

"Kalian akan dibagi menjadi dua kubu," Roland melanjutkan penjelasannya,  suaranya menggema di aula yang hening. "Kedua kubu ini akan mewakili dua asrama di Akademi Athena: Asrama Dragon dan Asrama Phoenix."

Ia menjeda sejenak, membiarkan informasi itu meresap. Bisik-bisik mulai terdengar di antara para siswa. Aku melirik Arthur dan Lisa, penasaran dengan reaksi mereka.

"Asrama Dragon dan Phoenix adalah dua asrama yang ada di Athena," Arthur berbisik padaku. "Mereka memiliki sejarah persaingan yang panjang, baik dalam akademik maupun dalam berbagai kompetisi antar asrama."

"Jadi, kita akan bertarung mewakili asrama kita?" tanyaku.

"Tepat sekali!" Arthur tersenyum lebar. "Ini kesempatan bagimu untuk menunjukkan kemampuanmu dan membawa kemenangan bagi asramamu."

"Tapi bagaimana kita memilih asrama?" tanyaku lagi.

Roland mengangkat tangannya, dan tiba-tiba dua lingkaran sihir besar muncul di lantai aula. Satu lingkaran berwarna biru dengan gambar naga yang melingkar di tengahnya, sementara lingkaran lainnya berwarna merah dengan gambar burung phoenix yang membara. Cahaya magis berpendar dari kedua lingkaran tersebut,  menciptakan  suasana  yang  mistis.

"Lingkaran biru mewakili Asrama Dragon,  sementara lingkaran merah mewakili Asrama Phoenix,"  jelas Roland.  "Pikirkan baik-baik asrama mana yang ingin kalian wakili,  lalu  langkahkan  kaki  kalian  ke  dalam  lingkaran  pilihan  kalian.  Ingat,  pilihan  kalian  tidak  bisa  diubah  setelah  kalian  memasukinya."

Para  siswa  mulai  bergerak,  beberapa  tampak  ragu,  yang  lain  langsung  melangkah  dengan  mantap  ke  arah  lingkaran  pilihan  mereka.  Arthur  menatapku  dan  Lisa  dengan  senyum  bersemangat.

"Asrama  Dragon?"  tanyanya,  mengangkat  alis.

"Tentu  saja!"  jawab  Arthur  dengan  mantap,  lalu  melangkah  masuk  ke  dalam  lingkaran  biru.  "Orang  tuaku  dulu  juga  berada  di  asrama  itu.  Tradisi  keluarga!"

Aku  menatap  Lisa,  menunggu  keputusannya.

"Aku  juga  pilih  Asrama  Dragon,"  kata  Lisa  dengan  senyum  kecil.  "Lily  pasti  akan  memilih  Asrama  Phoenix,  seperti  ayah  kami.  Aku...  aku  ingin  mencoba  jalanku  sendiri."

Aku  tersenyum.  Aku  mengerti  keputusan  Lisa.  Ia  ingin  membuktikan  bahwa  ia  bisa  berdiri  sendiri,  tanpa  harus  berada  di  bawah  bayang-bayang  keluarganya.

"Kalau  begitu,  aku  ikut  kalian,"  kataku  pada  Lisa.  "Asrama  Dragon  kedengarannya  keren."

Lisa  tersenyum  dan  mengangguk.  Kami  pun  melangkah  bersama  masuk  ke  dalam  lingkaran  biru.  Seketika,  cahaya  biru  menyala  lebih  terang,  menyelimuti  kami  bertiga.  Aku  merasakan  energi  hangat  mengalir  di  tubuhku,  seolah  menyambutku  ke  dalam  Asrama  Dragon.

Aku  merasakan  semangat  dan  adrenalin  mulai  terpacu.  Mungkin pengalam menjadi buronan selama ini akan berguna. dan entah kenapa aku bersemangat untuk mencoba melawan mereka yang memiliki kekuataan yang sama denganku

Setelah  gemuruh  suara  para  siswa  yang  memilih  asrama  mereda,  Roland  mengangkat  tangannya,  menarik  perhatian  semua  orang.  "Sekarang,  dengarkan  baik-baik  aturan  simulasi  perang  ini,"  ucapnya  dengan  suara  tegas.

"Peraturan  utama  adalah:  kekuatan  kalian  akan  dibatasi."

Bisik-bisik  kebingungan  langsung  terdengar  di  antara  para  siswa.  Aku  mengerutkan  kening,  tidak  mengerti  maksudnya.

"Gelang  Athena  yang  kalian  kenakan  akan  mengatur  dan  mengurangi  kekuataan kalian  hingga  sekitar  20%  dari  kekuatan  sebenarnya,"  jelas  Roland.  "Ini  dilakukan  untuk  mencegah  cedera  serius  dan  memastikan  keadilan  dalam  simulasi  ini."

"Selain  itu,"  lanjutnya,  "senjata  yang  akan  kalian  gunakan  juga  adalah  senjata  latihan  khusus  yang  tidak  terlalu  tajam.  Meskipun  begitu,  kalian  tetap  harus  berhati-hati  karena  senjata  ini  masih  bisa  menimbulkan  luka."

Roland  menatap  semua  siswa  dengan  tajam.  "Simulasi  perang  ini  bukan  hanya  sekadar  uji  coba.  Hasil  dari  simulasi  ini  akan  menentukan  peringkat  awal  kalian  sebagai  seorang  Astral  Knight.  Kemampuan,  respon,  dan  keahlian  kalian  akan  terekam  langsung  ke  dalam  gelang  Athena  dan  akan  dievaluasi  oleh  sistem  secara  otomatis  ketika  pertempuran  selesai."

Ia  menjelaskan  lebih  lanjut  tentang  aturan  pertempuran.  "Dalam  simulasi  ini,  Asrama  Dragon  akan  bertindak  sebagai  pihak  bertahan,  sementara  Asrama  Phoenix  sebagai  penyerang.  Pihak  bertahan  harus  melindungi  bendera  asrama  yang  sudah  disebarkan  di  tiga  titik  di  arena  pertempuran.  Jika  bendera  tersebut  berhasil  direbut  oleh  pihak  penyerang,  maka  pihak  bertahan  akan  kalah."

"Di  pihak  penyerang,"  Roland  melanjutkan,  "akan  ada  tiga  pemimpin  yang  mengenakan  ikat  kepala  khusus.  Jika  ikat  kepala  ketiga  pemimpin  ini  berhasil  direbut  oleh  pihak  bertahan,  maka  pihak  bertahanlah  yang  menang.  Tentu  saja,  strategi  dan  kerja  sama  sangatlah  penting  di  sini."

"Arthur  Lysander  akan  memimpin  Asrama  Dragon,"  Roland  mengumumkan,  "sementara  Zephyr  Vaughn  akan  memimpin  Asrama  Phoenix."

Arthur  dan  Zephyr  melangkah  maju,  menunjukkan  kesiapan  mereka  untuk  memimpin  asrama  masing-masing.  Arthur  tampak  bersemangat  dan  percaya  diri,  sementara  Zephyr  menampilkan  senyum  dingin  dan  angkuh.

Setelah  menjelaskan  semua  aturan,  Roland  mundur  dan  Nancy  kembali  ke  tengah  panggung.  Ia  menatap  para  siswa  dengan  tatapan  penuh  semangat.

"Kalian  semua  adalah  calon  Astral  Knight  yang  berbakat,"  ucapnya  dengan  suara  yang  menginspirasi.  "Tunjukkan  kemampuan  terbaik  kalian,  kerjasama  yang  solid,  dan  semangat  juang  yang  tinggi.  Semoga  simulasi  ini  menjadi  pengalaman  berharga  bagi  kalian  semua!"

Nancy  mengangkat  kedua  tangannya,  dan  cahaya  biru  yang  menyilaukan  memancar  dari  tubuhnya.  Lingkaran  sihir  di  lantai  aula  menyala  dengan  terang,  dan  dalam  sekejap,  semua  siswa  yang  berada  di  dalam  lingkaran  lenyap  dari  aula.

Aku  merasakan  sensasi  aneh  saat  tubuhku  terangkat  dan  berputar-putar  di  tengah  cahaya  biru  itu.  Pandanganku  kabur,  dan  ketika  aku  membuka  mata,  aku  sudah  berada  di  tempat  yang  berbeda.

Hutan  lebat  dengan  pepohonan  yang  menjulang  tinggi  mengelilingiku.  Udara  segar  dan  aroma  dedaunan  basah  menyeruak  di  hidungku.  Di  kejauhan,  aku  bisa  mendengar  suara  gemericik  air  dan  kicauan  burung.  Aku  telah  tiba  di  arena  pertempuran.

Simulasi  perang  dimulai!