Aula Akademi Athena sungguh megah. Langit-langitnya yang tinggi dihiasi lukisan-lukisan para pahlawan legendaris Nexus, sementara jendela-jendela kaca patri yang besar membiarkan cahaya matahari pagi menyinari ruangan dengan lembut. Dindingnya terbuat dari marmer putih yang berkilau, dihiasi ukiran rumit bergambar makhluk-makhluk mitologi. Di ujung aula, sebuah panggung marmer berdiri tegak, di mana para petinggi akademi duduk di kursi-kursi berukir indah.
Ratusan siswa baru, termasuk aku, Arthur, dan Lisa, berkumpul di aula, menunggu dimulainya upacara penerimaan. Suasana dipenuhi bisik-bisik penuh semangat, bercampur dengan rasa gugup dan penuh harap. Aku menatap sekeliling dengan takjub, mencoba menyerap semua detail yang ada di ruangan itu.
Tiba-tiba, suasana hening seketika. Semua mata tertuju pada panggung saat seorang wanita dengan jubah biru tua berjalan dengan anggun ke tengah panggung. Aura kekuatan dan kebijaksanaan terpancar dari dirinya, membuat semua orang terpesona.
"Selamat datang di Akademi Athena, para calon Astral Knight!" suaranya bergema di seluruh aula, jernih dan berwibawa. "Aku Nancy, Kepala Sekolah akademi ini."
Nancy, wanita yang menemukanku di Terra. Aku menatapnya dengan penuh rasa ingin tahu. Ia tampak lebih berwibawa dan anggun dibandingkan saat aku bertemu dengannya di kafe itu.
"Kalian semua adalah individu yang terpilih, yang memiliki potensi untuk menjadi penjaga Nexus yang hebat," lanjut Nancy. "Di akademi ini, kalian akan ditempa, dilatih, dan dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk melawan kekuatan kegelapan dan menjaga keseimbangan dunia."
Nancy menjeda sejenak, matanya menyapu seluruh penonton. "Perjalanan kalian tidak akan mudah. Kalian akan menghadapi tantangan yang berat, ujian yang menguji batas kemampuan kalian, dan bahkan mungkin pengorbanan yang menyakitkan. Tapi aku yakin, kalian semua memiliki keberanian, tekad, dan semangat juang untuk mengatasi semua itu."
Di belakang Nancy, berdiri para staff akademi dengan wajah serius. Aku melihat seorang pria paruh baya dengan aura yang sangat kuat dan tatapan yang tajam dan bijaksana. Ia mengenakan seragam instruktur berwarna putih dengan jubah panjang yang menjuntai hingga ke lantai. Di pinggangnya terselip sebuah pedang dan perisai dengan ukiran rumit berbentuk naga.
"Itu Roland, Kepala Instruktur di Akademi Athena," bisik Arthur, seolah membaca pikiranku. "Dia adalah salah satu Astral Knight terkuat di Nexus, dengan peringkat SSS."
Aku menatap Roland dengan kagum. Aura kekuatan yang terpancar darinya sungguh luar biasa. Aku bisa merasakan bahwa ia adalah seorang pejuang yang sangat terlatih dan berpengalaman.
Di sebelah Roland, berdiri seorang pria tinggi dengan rambut perak dan tatapan tajam yang sedang memperhatikanku. Ia mengenakan seragam instruktur yang sama dengan Roland, namun dengan aura yang lebih dingin dan keras.
"Itu Darius Hawthorne, ayah Lisa," bisik Arthur.
Aku menatap Darius dengan penasaran. Ia memang terlihat mengintimidasi, seperti yang dikatakan Arthur dan Lisa. Tatapannya yang tajam seolah menembus tubuhku, membuatku merasa tidak nyaman. Aku bertanya-tanya apa yang ia pikirkan tentangku, seorang Terran yang tiba-tiba muncul di Akademi Athena.
Nancy melanjutkan pidatonya, "Di Akademi Athena, kalian akan belajar berbagai macam disiplin ilmu, mulai dari sihir elemental, teknik Ki, ilmu pedang, hingga taktik dan strategi pertempuran. Kalian juga akan diajarkan tentang sejarah Nexus, monsterologi, dan etika seorang Astral Knight."
"Ingatlah, menjadi seorang Astral Knight bukanlah tentang kekuatan dan kemampuan saja. Kalian juga harus memiliki hati yang mulia, rasa keadilan yang kuat, dan semangat pengorbanan untuk melindungi yang lemah dan menjaga keseimbangan dunia."
Nancy mengakhiri pidatonya dengan senyum hangat. "Selamat datang di Akademi Athena, dan semoga kalian semua sukses dalam perjalanan kalian menjadi Astral Knight yang hebat!"
Aula kembali riuh dengan tepuk tangan dan sorak-sorai para siswa. Aku merasakan semangat yang membara di dalam diriku. Aku siap untuk menghadapi tantangan baru dan memulai petualangan di dunia Nexus yang penuh keajaiban ini.
Nancy memberi isyarat dengan tangannya, dan seorang pria yang tadi disebut Arthur sebagai Roland melangkah maju. Meskipun terlihat sudah berumur, dengan rambut perak dan beberapa kerutan di wajahnya, Roland berdiri dengan tegap dan berwibawa. Saat ia mulai berbicara, suaranya yang lantang dan berisi aura kekuatan mengisi seluruh aula.
"Selamat datang di Akademi Athena!" serunya, suaranya mengandung kekuatan yang membuatku sedikit terkesiap. "Aku Roland, Kepala Instruktur di sini. Kalian bisa memanggilku Instruktur Roland."
Ia menatap tajam ke arah para siswa baru, sorot matanya penuh dengan ekspektasi dan ketegasan. Aku menelan ludah, tiba-tiba merasa sedikit gugup. Rasanya seperti sedang berhadapan dengan seseorang yang memiliki otoritas tinggi, sesuatu yang jarang kualami selama hidup sebagai buronan.
"Kalian semua ada di sini karena memiliki potensi untuk menjadi Astral Knight yang hebat," lanjut Roland. "Tapi potensi saja tidak cukup. Kalian harus berlatih keras, mengasah kemampuan kalian, dan membuktikan diri kalian layak menyandang gelar tersebut."
"Untuk itu," Roland mengangkat suaranya, "kegiatan selanjutnya adalah pelatihan simulasi perang!"
Seruan itu disambut dengan bisik-bisik penuh semangat dari para siswa. Aku melirik Arthur dan Lisa. Arthur tampak antusias, sementara Lisa menunjukkan ekspresi serius dan fokus. Aku sendiri merasa campur aduk. Di satu sisi, aku penasaran ingin mencoba kemampuan bertarungku. Di sisi lain, aku juga merasa gugup karena tidak pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. Selama hidupku, aku hanya belajar untuk melarikan diri dan bersembunyi, bukan untuk bertarung.
"Kalian akan dibagi menjadi dua kubu," Roland menjelaskan. "Kubu pertama akan bertindak sebagai penyerang, sementara kubu kedua sebagai pembela. Kalian akan menggunakan sihir, Ki, dan ilmu pedang yang telah kalian pelajari selama ini untuk mengalahkan lawan dan mencapai tujuan misi."
Ia menjeda sejenak, membiarkan kata-katanya meresap. "Ingat, ini hanyalah simulasi. Tapi anggaplah ini sebagai pertempuran nyata. Kerja sama, strategi, dan kemampuan individu akan menentukan kemenangan kalian."
Roland tersenyum tipis, "Tunjukkan padaku apa yang kalian bisa!"
"Kalian akan dibagi menjadi dua kubu," Roland melanjutkan penjelasannya, suaranya menggema di aula yang hening. "Kedua kubu ini akan mewakili dua asrama di Akademi Athena: Asrama Dragon dan Asrama Phoenix."
Ia menjeda sejenak, membiarkan informasi itu meresap. Bisik-bisik mulai terdengar di antara para siswa. Aku melirik Arthur dan Lisa, penasaran dengan reaksi mereka.
"Asrama Dragon dan Phoenix adalah dua asrama yang ada di Athena," Arthur berbisik padaku. "Mereka memiliki sejarah persaingan yang panjang, baik dalam akademik maupun dalam berbagai kompetisi antar asrama."
"Jadi, kita akan bertarung mewakili asrama kita?" tanyaku.
"Tepat sekali!" Arthur tersenyum lebar. "Ini kesempatan bagimu untuk menunjukkan kemampuanmu dan membawa kemenangan bagi asramamu."
"Tapi bagaimana kita memilih asrama?" tanyaku lagi.
Roland mengangkat tangannya, dan tiba-tiba dua lingkaran sihir besar muncul di lantai aula. Satu lingkaran berwarna biru dengan gambar naga yang melingkar di tengahnya, sementara lingkaran lainnya berwarna merah dengan gambar burung phoenix yang membara. Cahaya magis berpendar dari kedua lingkaran tersebut, menciptakan suasana yang mistis.
"Lingkaran biru mewakili Asrama Dragon, sementara lingkaran merah mewakili Asrama Phoenix," jelas Roland. "Pikirkan baik-baik asrama mana yang ingin kalian wakili, lalu langkahkan kaki kalian ke dalam lingkaran pilihan kalian. Ingat, pilihan kalian tidak bisa diubah setelah kalian memasukinya."
Para siswa mulai bergerak, beberapa tampak ragu, yang lain langsung melangkah dengan mantap ke arah lingkaran pilihan mereka. Arthur menatapku dan Lisa dengan senyum bersemangat.
"Asrama Dragon?" tanyanya, mengangkat alis.
"Tentu saja!" jawab Arthur dengan mantap, lalu melangkah masuk ke dalam lingkaran biru. "Orang tuaku dulu juga berada di asrama itu. Tradisi keluarga!"
Aku menatap Lisa, menunggu keputusannya.
"Aku juga pilih Asrama Dragon," kata Lisa dengan senyum kecil. "Lily pasti akan memilih Asrama Phoenix, seperti ayah kami. Aku... aku ingin mencoba jalanku sendiri."
Aku tersenyum. Aku mengerti keputusan Lisa. Ia ingin membuktikan bahwa ia bisa berdiri sendiri, tanpa harus berada di bawah bayang-bayang keluarganya.
"Kalau begitu, aku ikut kalian," kataku pada Lisa. "Asrama Dragon kedengarannya keren."
Lisa tersenyum dan mengangguk. Kami pun melangkah bersama masuk ke dalam lingkaran biru. Seketika, cahaya biru menyala lebih terang, menyelimuti kami bertiga. Aku merasakan energi hangat mengalir di tubuhku, seolah menyambutku ke dalam Asrama Dragon.
Aku merasakan semangat dan adrenalin mulai terpacu. Mungkin pengalam menjadi buronan selama ini akan berguna. dan entah kenapa aku bersemangat untuk mencoba melawan mereka yang memiliki kekuataan yang sama denganku
Setelah gemuruh suara para siswa yang memilih asrama mereda, Roland mengangkat tangannya, menarik perhatian semua orang. "Sekarang, dengarkan baik-baik aturan simulasi perang ini," ucapnya dengan suara tegas.
"Peraturan utama adalah: kekuatan kalian akan dibatasi."
Bisik-bisik kebingungan langsung terdengar di antara para siswa. Aku mengerutkan kening, tidak mengerti maksudnya.
"Gelang Athena yang kalian kenakan akan mengatur dan mengurangi kekuataan kalian hingga sekitar 20% dari kekuatan sebenarnya," jelas Roland. "Ini dilakukan untuk mencegah cedera serius dan memastikan keadilan dalam simulasi ini."
"Selain itu," lanjutnya, "senjata yang akan kalian gunakan juga adalah senjata latihan khusus yang tidak terlalu tajam. Meskipun begitu, kalian tetap harus berhati-hati karena senjata ini masih bisa menimbulkan luka."
Roland menatap semua siswa dengan tajam. "Simulasi perang ini bukan hanya sekadar uji coba. Hasil dari simulasi ini akan menentukan peringkat awal kalian sebagai seorang Astral Knight. Kemampuan, respon, dan keahlian kalian akan terekam langsung ke dalam gelang Athena dan akan dievaluasi oleh sistem secara otomatis ketika pertempuran selesai."
Ia menjelaskan lebih lanjut tentang aturan pertempuran. "Dalam simulasi ini, Asrama Dragon akan bertindak sebagai pihak bertahan, sementara Asrama Phoenix sebagai penyerang. Pihak bertahan harus melindungi bendera asrama yang sudah disebarkan di tiga titik di arena pertempuran. Jika bendera tersebut berhasil direbut oleh pihak penyerang, maka pihak bertahan akan kalah."
"Di pihak penyerang," Roland melanjutkan, "akan ada tiga pemimpin yang mengenakan ikat kepala khusus. Jika ikat kepala ketiga pemimpin ini berhasil direbut oleh pihak bertahan, maka pihak bertahanlah yang menang. Tentu saja, strategi dan kerja sama sangatlah penting di sini."
"Arthur Lysander akan memimpin Asrama Dragon," Roland mengumumkan, "sementara Zephyr Vaughn akan memimpin Asrama Phoenix."
Arthur dan Zephyr melangkah maju, menunjukkan kesiapan mereka untuk memimpin asrama masing-masing. Arthur tampak bersemangat dan percaya diri, sementara Zephyr menampilkan senyum dingin dan angkuh.
Setelah menjelaskan semua aturan, Roland mundur dan Nancy kembali ke tengah panggung. Ia menatap para siswa dengan tatapan penuh semangat.
"Kalian semua adalah calon Astral Knight yang berbakat," ucapnya dengan suara yang menginspirasi. "Tunjukkan kemampuan terbaik kalian, kerjasama yang solid, dan semangat juang yang tinggi. Semoga simulasi ini menjadi pengalaman berharga bagi kalian semua!"
Nancy mengangkat kedua tangannya, dan cahaya biru yang menyilaukan memancar dari tubuhnya. Lingkaran sihir di lantai aula menyala dengan terang, dan dalam sekejap, semua siswa yang berada di dalam lingkaran lenyap dari aula.
Aku merasakan sensasi aneh saat tubuhku terangkat dan berputar-putar di tengah cahaya biru itu. Pandanganku kabur, dan ketika aku membuka mata, aku sudah berada di tempat yang berbeda.
Hutan lebat dengan pepohonan yang menjulang tinggi mengelilingiku. Udara segar dan aroma dedaunan basah menyeruak di hidungku. Di kejauhan, aku bisa mendengar suara gemericik air dan kicauan burung. Aku telah tiba di arena pertempuran.
Simulasi perang dimulai!