Chapter:19
Suasana kantin yang baru saja dilanda keributan perlahan mereda. Sasami dan Yukata bergerak cepat, mencari Kato, Tensura, dan Futaro di seluruh penjuru sekolah. Pencarian mereka akhirnya membawa mereka ke ruang UKS. Di sana, mereka menemukan Futaro terbaring lemah di kasur, kepalanya dibalut perban. Di sampingnya, Kato duduk sambil menghela napas panjang.
"Kalian sejak kapan di sini?" tanya Sasami heran.
Kato melirik sekilas, lalu menjawab santai, "Ya, kau tahu sendiri. Kami di sini sejak 'perang' itu dimulai. Bocah random satu ini malah K.O duluan sebelum perang beneran."
Sasami mendesah. "Oh... Lalu, di mana Tensura? Aku nggak lihat dia dari awal."
"Entahlah. Katanya sih mau ke WC, tapi sampai sekarang belum balik juga. Aku kerepotan nyeret anak ini ke sini," jawab Kato dengan nada malas. "Kalau mau cari, ya cari aja. Lagian, kamu masih kelihatan fit, Sasa."
Sasami mendengus pelan. "Ya sudah, aku cari dia. Yukata-chan, kamu di sini aja, ya. Urus Futaro."
Yukata mengangguk pelan. "Iya, hati-hati, ya."
---
Di sisi lain, di lorong sekolah yang sepi, Tensura dan Leena-sensei sedang membereskan sisa kekacauan yang ditinggalkan oleh Ghoul tadi. Pecahan kaca dan barang berserakan di mana-mana.
"Sensei, bekas pelurunya nggak diambil?" tanya Tensura, memperhatikan selongsong peluru yang berserakan di lantai.
Leena menggeleng santai. "Nggak usah. Nanti saat penghalangnya menghilang, peluru itu juga ikut hilang."
Sesaat hening sebelum Tensura kembali bertanya, suaranya pelan namun penuh rasa ingin tahu. "Sensei, kamu masih punya utang padaku. Sebenarnya, siapa kamu? Apa tujuanmu di sini?"
Leena terkekeh pelan. Tatapannya tajam, tapi ada gurat kehangatan di sana. "Dari penampilan, kemampuan, dan apa yang kulakukan, seharusnya kamu sudah bisa menebaknya."
Tensura mengernyit, berpikir sejenak. "Awalnya kupikir kamu mata-mata. Tapi dari setelan jasmu, lebih mirip mafia. Lalu, kamu lihai pakai senjata, jadi kayak tentara. Tapi kamu juga bawa bom, kayak teroris. Belum lagi sifatmu yang... agak mirip dukun. Jadi, yang mana sebenarnya?"
Leena tertawa pelan. "Ya... bisa jadi semua itu."
Suasana mulai berubah. Langit mendung menggantung rendah, seolah menyimpan hujan yang siap turun kapan saja. Leena menepuk bahu Tensura. "Ayo, kita kembali. Sudah mau hujan."
Di perjalanan, Tensura kembali membuka percakapan. "Sensei, mereka... para Ghoul itu, apakah akan kembali? Kenapa mereka baru muncul sekarang, padahal dua tahun terakhir tidak ada apa-apa?"
Leena menarik napas dalam-dalam. Rintik hujan mulai turun, membasahi tanah. "Bagaimana ya menjelaskannya... Dunia ini memang sulit ditebak. Kadang manusia melakukan dosa besar tapi tidak merasa. Kadang juga merasa menyesal karena dosa kecil. Seperti itu pula, tanpa sadar, kita menguatkan iblis dan setan. Rumor orang hilang beredar, dan rasa takut membuat iblis mudah menculik atau menghabisi manusia."
Rintik hujan berubah menjadi deras. Leena mendongak, menghirup aroma tanah basah yang khas. "Mereka pasti kembali, cepat atau lambat. Dan jika manusia terus berbuat dosa besar, mereka akan menjadi lebih kuat."
Namun, Tensura hanya diam. Wajahnya kosong, tanpa ekspresi. Seperti patung yang tak bernyawa. Leena melirik, merasa ada sesuatu yang berbeda. Ia mendekat, lalu tersenyum hangat.
"Yah, lagipula sekarang semuanya sudah beres. Tidak ada masalah lagi. Ayo, pelukan untuk selebrasi!" katanya ceria, lalu tanpa ragu memeluk Tensura.
Tensura tersentak. Wajahnya seketika memerah. "Apa-apaan ini... Ini sudah kedua kalinya aku harus berhadapan langsung dengan... gunung kembar ini!" pikirnya panik.
Namun di saat yang sama—
"Sasa..."
Suara lembut itu bergetar. Sasami berdiri tak jauh dari mereka, matanya membelalak melihat pemandangan di depannya.
"Mereka... ber... pelukan..." katanya pelan.
GUBRAK!
Sasami ambruk di tempat. Pingsan seketika karena syok.
Leena hanya terkekeh, sementara Tensura panik bukan main.
"A-apa-apaan ini?!"