Chereads / TOMORROWLANDS / Chapter 20 - TOMORROWLAND:THE BEGINNING

Chapter 20 - TOMORROWLAND:THE BEGINNING

Chapter:20

"Ahh... Aduh, aku di mana?" gumam Sasami lirih, matanya perlahan terbuka, menyapu ruangan asing yang samar diterangi cahaya temaram. Ia mendapati dirinya terbaring di atas kasur yang hangat. Di sampingnya, seorang pemuda duduk tertidur di kursi—Tensura.

Sasami beringsut, hendak membangunkannya, namun sebelum sempat menyentuhnya, Tensura lebih dulu terjaga. Tatapannya langsung tertuju pada Sasami.

"Ah, Sasa... Kau sudah bangun," ucap Tensura, suaranya lega.

"Sudah berapa lama aku pingsan?" tanya Sasami lemah.

Tensura mengusap tengkuknya pelan. "Sekitar dua puluh sampai tiga puluh menit."

Tanpa banyak bicara, Tensura bangkit dan berjalan keluar ruangan. Tak lama, ia kembali dengan segelas air di tangan.

"Nih, minum. Kata sensei, orang habis pingsan harus banyak minum biar nggak kekurangan cairan," ujarnya sambil menyodorkan gelas itu.

Sasami menerimanya dengan senyum tipis. "Makasih."

Sembari menyeruput air, mata Sasami tertuju ke luar jendela. Hujan deras mengguyur, menciptakan tirai air yang kelam.

"Hujan ini... terasa lebih suram dari biasanya," bisiknya.

Tensura diam sejenak, pandangannya kosong menembus kaca yang basah. "Ya... begitulah," jawabnya datar, suaranya berat.

Sasami meliriknya, menangkap raut wajah yang tidak bersemangat. "Ada apa, Tensu? Dari dulu, setiap kau melihat hujan, ekspresimu selalu seperti ini."

Tensura terdiam. Ia menarik napas dalam. "Ah, nggak kok. Hanya saja..." suaranya menggantung.

Sasami menunggu, tak mendesak, membiarkan Tensura menemukan kata-katanya sendiri.

"Hujan ini selalu mengingatkanku pada masa lalu. Saat aku diangkat menjadi anak oleh keluarga Tokino..." Tensura mulai bercerita, suaranya pelan, seakan ia kembali merasakan dingin di malam itu.

"Malam itu... sekitar jam sepuluh. Aku berjalan menuruni gunung yang licin dan berlumpur, gelap, dan hujan turun deras. Kaki ini mati rasa, beberapa kali aku terpeleset dan terluka. Rasanya... aku ingin menyerah. Tapi aku terus berjalan, meski tubuhku lelah, hingga akhirnya aku sampai di trotoar jalan. Di sana, aku jatuh, pingsan. Dingin sekali malam itu..."

Tensura terdiam sejenak, matanya menerawang jauh.

"Kesadaranku perlahan menghilang. Tapi, di tengah kabur pandanganku, aku melihat dua orang berlari ke arahku. Setelah itu... gelap. Saat aku terbangun, aku sudah berada di ranjang yang hangat dan empuk, meski baju yang kupakai kebesaran. Aku menatap sekeliling, bertanya-tanya di mana aku berada.

Kemudian pintu kamar terbuka. Seorang wanita masuk, membawa obat, semangkuk sup hangat, dan kompresan. Dia... Tokino Hiiromi, ibu angkatku sekarang."

Tensura tersenyum tipis, mengingat sosok itu.

"Ia berambut panjang biru tua, lurus, tingginya sedang. Matanya biru gelap, dan senyum manisnya... begitu menenangkan. Ia duduk di samping kasurku, mendekat dengan lembut.

'Aku di mana?' tanyaku pelan.

'Duduk manis saja, ya. Ini rumah Tante. Nggak usah khawatir, di sini nyaman kok,' jawabnya sambil tersenyum. 'Oh iya, namamu siapa?'

Aku terdiam. Berusaha mengingat... dan akhirnya kujawab, 'Tensura.'

Ia kembali bertanya tentang orang tuaku, rumahku... tapi aku tidak tahu. Aku tidak ingat siapa diriku, dari mana aku berasal. Semua gelap."

Tensura menghela napas, suara lirihnya bergetar.

"Karena hatinya yang baik, ia mengajakku tinggal bersamanya dan suaminya. Kebetulan, mereka baru tiga bulan menikah dan belum memiliki anak. Jadi, aku diangkat menjadi anak mereka.

Setiap kali hujan turun, kenangan itu kembali. Malam yang hampir merenggut nyawaku. Itu sebabnya, aku selalu terlihat murung saat hujan."

Sasami menatap Tensura, matanya melembut. "Tensu..."

Tensura menggeleng pelan, tersenyum samar. "Ah, maaf, aku jadi cerita panjang lebar. Aku baik-baik saja kok."

Namun Sasami tahu, jauh di balik senyumnya, ada luka yang masih basah, menyatu bersama derasnya hujan di luar sana.