Chereads / misteri di kota tua / Chapter 2 - Chapter 2: Awal Misteri Di Kota Tua

Chapter 2 - Chapter 2: Awal Misteri Di Kota Tua

Malam itu, Alif dan Rani berkumpul di rumah Alif untuk mempersiapkan rencana mereka. Di meja belajarnya yang penuh buku-buku tentang detektif dan sejarah, mereka memulai diskusi mendalam tentang kasus yang sedang mereka hadapi.

"Aku sudah melihat beberapa foto artefak yang hilang," kata Rani sambil menunjukkan gambar patung kecil itu di layar tabletnya. "Ini adalah patung perunggu dari era kolonial, katanya patung ini dulunya dimiliki oleh seorang pemimpin kota yang terkenal."

Alif memandang foto itu dengan seksama. Ada sesuatu yang mengganggu pikirannya, tetapi ia belum bisa menyusunnya dengan jelas. "Menurutmu, kenapa ada yang mencuri patung ini? Jika pencurian ini untuk keuntungan pribadi, seharusnya pelakunya memilih barang yang lebih mudah untuk dijual," ujarnya.

Rani mengangguk, berpikir sejenak. "Mungkin ada nilai tersembunyi dari patung ini? Bisa jadi, patung ini adalah kunci atau petunjuk dari sesuatu yang lebih besar."

Alif menyandarkan tubuhnya dan berpikir keras. "Bagaimana kalau kita menyelinap ke museum besok malam? Kalau kita bisa melihat tempat kejadian, mungkin kita akan menemukan petunjuk yang tidak disadari orang lain."

Mata Rani berbinar. "Serius? Menyelinap ke museum pada malam hari? Itu terdengar sangat berbahaya... tetapi juga menantang," jawabnya sambil tertawa kecil.

Keesokan malamnya, mereka bersiap menyusup ke museum. Alif mengenakan pakaian hitam sederhana dan membawa senter kecil, sementara Rani membawa tablet yang sudah diinstal aplikasi untuk membuka kunci elektronik jika diperlukan. Mereka menunggu sampai museum benar-benar sepi, dan ketika mereka yakin tidak ada penjaga yang akan menghalangi, mereka masuk melalui pintu samping.

Di dalam, suasana museum terasa mencekam. Lampu-lampu redup menciptakan bayangan aneh di sepanjang koridor, dan aroma tua dari artefak yang dipajang menambah kesan seram di tempat itu. Langkah kaki mereka terdengar bergaung di lantai marmer, dan setiap detik yang berlalu semakin membuat adrenalin mereka meningkat.

Mereka akhirnya sampai di ruang pameran utama, di mana patung yang hilang itu biasanya dipajang. Alif menyorotkan senternya ke tempat tersebut, dan seketika dia menemukan sesuatu yang mencurigakan: jejak sepatu yang samar di lantai. Jejak itu sepertinya tertinggal oleh seseorang yang menyelinap tanpa sengaja meninggalkan bukti.

"Rani, lihat ini. Jejak sepatu ini tidak mungkin dari pengunjung biasa, dan penjaga museum tidak memakai sepatu jenis ini," bisik Alif.

Rani mengambil foto jejak tersebut dengan tabletnya. "Ini adalah ukuran kaki yang cukup besar, mungkin lebih besar dari rata-rata," katanya sambil membandingkan jejak itu dengan ukuran sepatunya sendiri. "Dan lihat, ada bekas noda hitam di pinggir jejak. Sepertinya itu adalah bekas oli atau minyak."

Alif mengangguk sambil tersenyum kecil. "Sepertinya kita menemukan jejak pertama kita. Bisa jadi ini milik pelaku yang sedang kita cari."

Namun, di tengah fokus mereka pada jejak kaki itu, mereka mendengar suara langkah kaki di belakang mereka. Tiba-tiba, perasaan tegang menyergap. Alif segera mematikan senternya, dan mereka berdua bersembunyi di balik salah satu patung besar.

"Siapa itu?" bisik Rani, tampak khawatir.

"Ssst, tenang. Kita lihat dulu siapa yang datang," jawab Alif dengan suara yang hampir tidak terdengar.

Dari balik patung, mereka melihat seorang pria paruh baya dengan penampilan mencurigakan. Pria itu tampak memeriksa sesuatu di dekat tempat patung yang hilang sebelumnya. Alif mencatat dalam pikirannya setiap detail dari penampilan pria tersebut—cara jalannya, ekspresi wajahnya, dan kantong yang disampirkannya di bahu.

Pria itu akhirnya pergi setelah beberapa menit, namun Alif dan Rani yakin, ada sesuatu yang sedang disembunyikannya. Saat pria itu keluar dari museum, mereka memutuskan untuk tetap berada di sana dan memeriksa area di mana pria itu berdiri tadi.

"Aku yakin pria tadi tahu sesuatu," kata Rani dengan nada penuh keyakinan.

Alif menatap tajam ke arah pintu yang baru saja ditinggalkan pria itu. "Aku juga merasa begitu. Tapi kita harus sangat hati-hati. Kita tidak tahu apa yang akan kita hadapi dalam kasus ini."

Rani mengangguk. "Apa pun itu, aku siap. Kita akan mengungkap rahasia di balik hilangnya patung ini dan siapa orang yang terlibat," ujarnya dengan semangat.

Dengan tekad bulat, mereka meninggalkan museum malam itu dengan penuh antusiasme untuk menyelidiki lebih jauh misteri yang menanti di depan mata.