Hari itu, mentari musim kemarau bersinar hangat di langit yang bersih tanpa awan. Di sebuah kota kecil yang terletak di kaki gunung, enam remaja dengan hasrat petualangan yang menggebu bersiap untuk perjalanan yang mereka anggap akan jadi pengalaman tak terlupakan. Mereka adalah Adi, Xio, Bayu, Salsa, Caca, dan Zena – sekelompok sahabat yang meski berbeda karakter, saling melengkapi dalam banyak hal. Tak satu pun dari mereka tahu bahwa perjalanan ini bukan sekadar pendakian biasa.
Mereka berkumpul di sebuah taman kecil yang menjadi titik temu sebelum berangkat. Ransel besar menghiasi punggung masing-masing, penuh dengan perlengkapan yang mereka anggap cukup untuk mendaki Gunung Lirang – gunung yang mereka dengar penuh dengan misteri, tetapi menarik karena justru tempat ini jarang dikunjungi. "Gunung Larangan," begitu orang-orang biasa menyebutnya, konon karena banyaknya kisah aneh yang menyelimuti tempat itu. Tetapi, bagi mereka, larangan hanyalah tantangan.
---
**Adi**, si pemimpin tak resmi dari kelompok itu, adalah sosok yang tenang namun tegas. Meski umurnya sama dengan teman-temannya, Adi selalu menunjukkan sikap lebih dewasa dan penuh tanggung jawab. Ia berdiri di depan, memastikan rute dan peralatan mereka sudah benar. Adi adalah yang paling terlatih di antara mereka; sejak kecil ia sering mengikuti ayahnya, seorang pecinta alam, dalam berbagai ekspedisi kecil di sekitar gunung. "Oke, cek lagi peralatan kalian, jangan sampai ada yang ketinggalan," katanya sambil melihat ke arah teman-temannya.
Di sebelahnya berdiri **Xio**, sahabat setia Adi sejak mereka masih kecil. Xio adalah sosok yang pendiam, namun seringkali justru dialah yang mengingatkan mereka akan keselamatan. Dalam banyak hal, Xio adalah pengingat bagi teman-temannya untuk tetap berhati-hati, walaupun ia sendiri menyimpan keberanian yang tak kalah besar. Xio, dengan perawakan kecil dan ransel yang tampak hampir lebih besar dari tubuhnya, sesekali tersenyum tipis sambil melihat ke arah teman-temannya yang lain, terutama ke arah Caca yang sudah sejak tadi sibuk dengan kameranya.
**Bayu** adalah lawan dari Xio, selalu riang dan penuh semangat, bahkan terkadang sedikit sembrono. Sosok tinggi besar dengan rambut acak-acakan, Bayu dikenal dengan selera humornya yang bisa mencairkan suasana bahkan dalam situasi serius. Dialah yang selalu membuat teman-temannya tertawa, terutama Salsa, sahabat baiknya. Bagi Bayu, mendaki gunung adalah caranya melarikan diri dari segala rutinitas yang membosankan. "Kita akan punya banyak cerita buat anak cucu nanti," ucapnya sambil tertawa, mengepalkan tangannya dengan semangat.
Di sebelahnya, **Salsa** hanya tersenyum melihat antusiasme Bayu. Salsa, dengan tatapan penuh tekad dan rambut diikat ekor kuda, adalah gadis yang selalu ingin tahu dan berani mencoba hal baru. Kecintaannya pada alam dan rasa penasarannya membuatnya sering mengajukan pertanyaan yang mendalam tentang setiap hal kecil yang mereka temui. "Cuma jangan kebanyakan cerita sampai lupa dengan jalur pendakiannya, Bayu," balasnya sambil tertawa kecil, matanya berbinar penuh antusias.
**Caca**, si gadis lincah yang memiliki energi tanpa habis, adalah sosok yang selalu ceria dan antusias. Dengan kamera kecil di tangannya, Caca gemar mendokumentasikan setiap momen. Ia tak pernah mau melewatkan kesempatan untuk mengabadikan hal-hal menarik yang mereka temui. Keceriaannya adalah energi bagi yang lain, meskipun terkadang sikapnya yang sembrono sering membuat teman-temannya khawatir. "Kalian semua harus siap jadi model dadakan ya! Ini momen sekali seumur hidup," katanya sambil berkedip ceria ke arah kamera.
Terakhir, ada **Zena**, si cerdas yang penuh perhitungan. Berbeda dengan Caca yang spontan, Zena adalah tipe yang selalu membuat perencanaan matang. Zena, yang memakai kacamata tebal dan selalu membawa buku catatan kecil, adalah otak di balik petualangan mereka. Meskipun pendiam, Zena memiliki keinginan besar untuk menaklukkan Gunung Lirang, meski ia tetap memastikan segala sesuatunya aman dan terencana. "Kalian semua harus ingat aturan yang sudah kita buat, ya. Jangan sampai ada yang tersesat, dan kalau ada tanda bahaya, kita kembali," ucapnya sambil menatap serius ke arah teman-temannya.
Masing-masing dari mereka memiliki alasan tersendiri untuk mendaki gunung ini. Bagi Adi, ini adalah tantangan yang akan menguji batas kemampuannya; bagi Xio, ini adalah kesempatan untuk membuktikan bahwa ia bisa menghadapi ketakutannya; bagi Bayu dan Salsa, ini adalah momen penuh kegembiraan dan kebebasan. Sementara Caca ingin mengabadikan setiap detik dalam kamera, Zena melihat pendakian ini sebagai ujian akan perencanaan dan persiapan yang selama ini ia buat.
---
Setelah semua siap, mereka mulai melangkah, melewati jalan setapak yang masih tertutup kabut tipis. Semangat mereka membara, namun jauh di dalam hutan, Gunung Lirang yang diselimuti kabut tebal menanti mereka dengan misterinya yang belum terungkap.
Belum ada yang tahu apa yang menanti mereka di balik rimbunnya hutan dan ketinggian puncak. Di tengah-tengah keceriaan dan canda tawa, samar-samar terdengar bisikan hutan dan angin yang seakan membawa pesan bahwa mereka sedang menuju ke sesuatu yang lebih besar, lebih dalam dari sekadar petualangan biasa. Di sanalah, petualangan mereka yang sesungguhnya akan dimulai.