Meskipun bergabung dengan kubu Sega menguntungkan, Liu Chuan tahu dia tidak bisa menyerahkan dirinya begitu saja. "Hiroyuki, beri tahu Sega bahwa kami sangat ingin membuat game untuk konsol MARK III, tapi…" katanya sambil mengedipkan mata. "Kami hanyalah perusahaan kecil yang baru berdiri, kekurangan teknisi, jadi kami butuh bantuan dari Sega…"
"Perusahaan kami masih baru, tidak punya cukup jalur distribusi, jadi kami butuh bantuan Sega untuk itu juga…"
"Dan dana kami tidak mencukupi, jadi kami juga butuh bantuan dana dari Sega…"
Melihat sederet syarat yang dicatat oleh Liu Chuan, wajah Takahashi Hiroyuki sedikit berkedut. Walaupun benar perusahaan mereka baru berdiri, masalah dana jelas mengada-ada. Siapa lagi yang bisa menghasilkan tiga miliar hanya dari dua game? Apalagi dengan adanya pengembangan game lisensi baru, situasi keuangan Drakonic pasti akan makin baik. Namun, Hiroyuki tetap membawa syarat-syarat Liu Chuan dan kembali ke Sega untuk bernegosiasi. Bagaimanapun, mendapat keuntungan tanpa biaya adalah prinsip bisnis yang penting.
Setelah semua urusan perusahaan selesai, Liu Chuan dan Lucas pun terbang ke Amerika. Lima puluh insinyur perangkat keras yang dia tunggu ada di sana.
Di Los Angeles, Liu Chuan akhirnya bertemu dengan para insinyur masa depannya. Meskipun menunggu cukup lama, dalam waktu setengah hari, dia memastikan bahwa ini adalah tim yang tepat. Semua insinyur ini sebelumnya bekerja di departemen perangkat keras Atari, dan sebelum dipecat, mereka mengerjakan pengembangan papan mesin arcade untuk Atari. Pengalaman mereka sejalan dengan kebutuhan perusahaan, dan Liu Chuan tahu dia telah menemukan tim yang dia butuhkan.
Perusahaan cabang Drakonic resmi berdiri di Amerika. Para mantan insinyur Atari yang sebelumnya cemas kini tidak menyangka bahwa mereka semua diterima bekerja, karena awalnya mereka mengira Liu Chuan hanya akan mempekerjakan beberapa orang saja. Krisis Atari yang menyebabkan kehancuran industri game di Amerika membuat mereka tidak punya pilihan selain beralih profesi. Tapi siapa sangka orang Asia Timur yang satu ini akan menolong mereka dan memungkinkan mereka melanjutkan pekerjaan yang mereka cintai?
Dan orang yang paling bersemangat di antara mereka adalah Lucas. Karena dengan berdirinya cabang Drakonic di Amerika, Lucas, yang telah bergabung selama sebulan lebih, langsung diangkat sebagai kepala cabang. Hal ini benar-benar membuatnya takjub.
Lima tahun yang lalu, dia meninggalkan negerinya menuju Jepang, menjalani rutinitas membosankan merawat mesin arcade, dan mengira hidupnya akan selalu begitu. Hingga sekitar sebulan lalu, ia tak sengaja bergabung dengan Drakonic dan menerima bonus akhir tahun selama 18 bulan tanpa banyak usaha. Sekarang, dia bahkan menjadi kepala cabang perusahaan di Amerika! Semua ini terasa seperti mimpi.
Sebenarnya Liu Chuan tidak punya banyak pilihan. Perusahaan hanya memiliki beberapa pegawai, Takahashi Hiroyuki harus mengurus kantor pusat di Jepang, Hideo Kojima akan dijadikan produser, dan Takahashi Kazuo yang bekerja di bidang desain tidak mungkin ditempatkan di Amerika. Satu-satunya pilihan adalah Lucas, yang selain orang asli Amerika juga paham teknologi dan pernah bekerja di Atari, membuatnya menjadi kandidat terbaik.
"Bos, aku rela melayanimu seperti anjing…" Lucas memegang tangan Liu Chuan erat-erat, mengucapkan kalimat klasik dari budaya Tiongkok yang baru saja dia pelajari. Karena game Three Kingdoms Kill yang merupakan produk unggulan Drakonic, Lucas memperdalam kisah Tiga Kerajaan. Ia mengingat bahwa kalimat kesetiaan yang sering diucapkan oleh para jenderal adalah "bersedia melayani bagai anjing dan kuda…"
"Anjing dan kuda? Melayaniku?" Liu Chuan sedikit merinding. "Lucas, maksudmu bakti tanpa pamrih, kan?"
"Ya, itu yang kumaksud…" kata Lucas, terus mengguncang tangan Liu Chuan, tak masalah baginya apakah itu anjing atau kuda.
Segera, di pantai barat Amerika, berdirilah sebuah perusahaan game baru. Dengan lima puluh insinyur perangkat keras yang siap beraksi, Liu Chuan meluncurkan tugas pertama untuk cabang ini: mengembangkan sebuah mesin arcade 2D berkinerja tinggi.
Bukan mesin 3D, tapi mesin 2D! Liu Chuan tidak berangan-angan untuk langsung mengembangkan mesin 3D yang revolusioner dan mengalahkan semua produsen lain dalam sekejap. Itu hanyalah khayalan. Segalanya harus dilakukan bertahap, termasuk kemajuan teknologi.
Kalaupun mereka berhasil menciptakan papan mesin canggih, kemungkinan biaya produksinya juga akan sangat mahal, dan takkan ada yang sanggup membelinya. Produk komersial selalu merupakan kompromi antara teknologi dan biaya. Liu Chuan hanya butuh keunggulan setengah langkah saja.
Meski hanya papan mesin 2D, Liu Chuan tetap punya syarat. Mesin tersebut harus memiliki warna layar yang lebih tinggi, resolusi lebih tinggi, dan kemampuan menangani gambar yang lebih kompleks dan memukau. Setelah terbiasa dengan game resolusi tinggi 4K di masa depan, ia merindukan kualitas gambar yang tajam.
Selain itu, yang paling penting adalah papan mesin ini harus memiliki desain modular yang memungkinkan pergantian komponen untuk menyesuaikan berbagai jenis game. Ketika membutuhkan suara yang lebih realistis, bisa ditambah modul suara. Ketika butuh visual yang lebih canggih, bisa ditambah modul peningkatan grafis. Bahkan bisa ditambah modul memori jika membutuhkan kapasitas yang lebih besar.
"Idealnya, kita harus mengembangkan sebuah papan mesin serbaguna yang dapat digunakan untuk berbagai jenis game!" Mendengar tuntutan Liu Chuan yang tampak mustahil, para insinyur terdiam. Mereka tak pernah mengembangkan produk semacam ini, tapi tampaknya konsep ini sangat brilian dan menarik. Beberapa dari mereka yang awalnya meremehkan Liu Chuan kini menyimpan hormat. Ternyata orang Asia Timur ini memang punya ide yang menarik!
Dengan perusahaan baru, bos baru, dan tugas pengembangan baru, kelima puluh insinyur penuh semangat memulai proyek pertama mereka. Liu Chuan pun bersiap kembali ke Jepang setelah sekian lama pergi, dan bertanya-tanya apakah Takahashi Hiroyuki sudah mencapai kesepakatan dengan Sega.
Selain itu, teman dekatnya, Cai Guangzu, juga akan segera mengikuti ujian masuk perguruan tinggi di Jepang. Liu Chuan ingin menyemangati sahabatnya. Namun, saat melihat Lucas yang sudah membeli tiket All-Star NBA 1986 dengan harga mahal sebagai bentuk terima kasih, Liu Chuan langsung berubah pikiran.
Kerja? Pekerjaan tidak akan pernah habis, istirahat sebentar juga tidak masalah. Sahabat? Ia yakin Cai Guangzu bisa melakukannya meski tanpa dukungannya!
Sebagai penggemar bola basket, Liu Chuan tak mampu menolak godaan menyaksikan All-Star NBA secara langsung. Di kehidupan sebelumnya, ia tak punya kemampuan untuk menonton langsung All-Star NBA, jadi sekarang kesempatan ini jelas tak boleh dilewatkan!
Di Texas, Amerika… Isaiah Thomas, Larry Bird, Magic Johnson, Hakeem Olajuwon, Kareem Abdul-Jabbar, Patrick Ewing, Dominique Wilkins… Duduk di stadion dan melihat satu per satu pemain bintang yang selama ini hanya bisa ia lihat di video nostalgia membuat Liu Chuan, si pecinta bola basket, sangat antusias.
"Eh? Kok aku gak lihat Jordan?" tanyanya tiba-tiba.
"Bos, maksudmu pemain tahun kedua dari Bulls itu? Dia cedera tahun ini!" jawab Lucas segera.
"Oh, iya, aku ingat sekarang!" Liu Chuan akhirnya ingat bahwa superstar itu pernah mengalami cedera serius di tahun kedua kariernya, bahkan sampai harus absen satu musim.
Saat pertandingan dimulai, Liu Chuan tidak banyak bicara lagi, terlarut dalam kegembiraan menonton langsung. Ini adalah All-Star NBA yang nyata!