Setelah mendapatkan cukup istirahat, kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Namun, sebelum itu, aku ingin melihat patung yang disebut "Si Abadi," seperti yang dibicarakan nenek tua itu.
"Ternyata benar," gumamku, menatap wajah yang terpahat sempurna di batu kuno. "Dia memang aku."
Patung itu sudah ada di sini selama lebih dari lima ratus tahun, dan aku tahu siapa yang membuatnya. Elric, sang pemahat jenius. Sudah lama sekali aku tidak melihat karya serinci ini. Kau benar-benar luar biasa, Elric.
Setelah menyelesaikan urusanku, aku menemukan Jack sedang menungguku di gerbang desa, tampak sedikit gelisah.
"Setelah ini, kita hanya perlu melanjutkan perjalanan. Bagian paling sulit sudah kita lewati," ujarku, mencoba menenangkan antusiasmenya.
"Kita akan melewati Pegunungan Gandalf, bukan?" tanyanya dengan mata berbinar.
"Ya," jawabku. "Lebih tepatnya, kita akan masuk ke dalamnya."
"Ke dalamnya?" Jack memiringkan kepalanya, bingung.
"Kita akan melewati sebuah terowongan yang menembus gunung itu," jelasku dengan nada santai.
"Mereka membuat terowongan? Hebat sekali," katanya penuh kagum.
"Ya, lagi pula dwarf memang makhluk yang ahli dalam hal seperti ini," kataku, mengingat betapa menakjubkan karya mereka. Jack terlihat semakin tidak sabar.
Terowongan itu memang seperti keajaiban. Pegunungan Gandalf dulunya terkenal berbahaya karena monster dan cuaca yang tak terduga. Para dwarf, dengan keterampilan luar biasa mereka, memutuskan untuk membuat jalur aman. Dan seperti biasa, mereka melakukannya dengan sempurna.
---
Setelah perjalanan panjang, akhirnya kami tiba di depan terowongan Gandalf. Pemandangan di depan kami membuat Jack tercengang.
"Ini luar biasa! Dan tempat ini ramai sekali!" katanya.
"Ya," jawabku. "Orang-orang datang ke sini untuk berlindung dari musim panas di daerah barat."
"Jadi itu sebabnya tempat ini penuh sesak," gumam Jack sambil memperhatikan kerumunan pedagang dan petualang yang berseliweran.
"Tapi itu belum semuanya," lanjutku. "Di dalam terowongan ini ada kota—kota para dwarf."
Jack terdiam sejenak, lalu melompat kegirangan. "Mereka bahkan membangun kota di dalam gunung? Ini benar-benar luar biasa!"
Kami mulai masuk ke dalam terowongan, dan aku tak bisa menahan rasa kagum. Bagaimana mereka bisa membangun sesuatu sebesar ini tanpa merusak strukturnya? Bahkan aku, dengan segala pengetahuanku, tidak habis pikir.
Namun, ada sesuatu yang aneh. Begitu kami masuk lebih dalam, aku menyadari sesuatu yang tidak biasa. Energi sihir di sekitarku lenyap begitu saja. Bahkan sihir Jack, yang biasanya terasa seperti hembusan hangat, tidak ada sama sekali.
"Ini terowongan atau sesuatu yang lain?" gumamku pada diri sendiri.
Ketika kami terus berjalan, jalan mulai menurun dengan tajam. Aku sempat berpikir ini pasti sangat berbahaya untuk kuda dan gerobak, tapi tampaknya para dwarf sudah memikirkan segalanya. Aku melihat mereka menggunakan mekanisme yang mirip katrol untuk memindahkan barang-barang berat. Luar biasa.
"Apa kau pernah ke sini sebelumnya?" tanya Jack.
"Pernah," jawabku singkat. "Tapi jalannya tidak sepanjang ini, setahuku."
Kami menemukan sebuah peta yang menampilkan jalur bercabang ke berbagai arah. Dwarf mungkin kalah dalam sihir, tapi dalam hal pengetahuan dan keterampilan, mereka adalah rajanya.
---
Kami melanjutkan perjalanan menyusuri lorong-lorong batu yang mulai dihiasi ukiran khas bangsa dwarf. Tidak lama kemudian, kami tiba di sebuah pos pemeriksaan yang dijaga oleh beberapa dwarf berbaju zirah lengkap. Mereka terlihat waspada, tapi tidak bermusuhan.
"Sini, lewat sini," kata salah satu penjaga dengan suara berat.
Jack maju lebih dulu untuk diperiksa. Penjaga memindai barang bawaannya dengan alat berbentuk seperti tongkat logam, lalu mengangguk puas.
"Giliranmu," kata penjaga itu sambil menatapku.
Aku maju, membiarkan mereka memeriksa barang-barangku. Setelah beberapa detik, penjaga itu mengangguk. "Baiklah, kalian aman. Silakan lewat."
Aku mengangguk sopan. "Apa kota masih jauh dari sini?" tanyaku.
Penjaga itu menunjuk ke sebuah lorong kecil di samping. "Jika kalian ingin ke kota, ikuti jalan ini. Ini jalur baru, belum tercantum di peta kalian."
Aku menoleh ke Jack, yang tampak penasaran. Tanpa banyak bicara, kami mengikuti arah yang ditunjukkan. Lorong itu lebih sempit dari yang kukira, cukup untuk dua orang berjalan beriringan. Dindingnya dilapisi batu halus, dan lentera bercahaya biru tergantung di sepanjang jalannya.
Ketika kami sampai di ujung lorong, lantai di bawah kami tiba-tiba bergetar. Sebelum aku sempat bereaksi, lantai itu mulai bergerak ke bawah dengan halus.
"Ini... semacam lift?" tanya Jack dengan nada kagum.
Aku melihat ke sekeliling, mencoba memahami mekanisme yang menggerakkan lantai ini. "Sepertinya begitu. Tapi ini jauh lebih canggih dari yang kuduga."
Saat lift mulai menuruni poros yang dalam, pemandangan kota mulai terlihat di bawah kami. Cahaya-cahaya gemerlap dari lentera magis menerangi jalan-jalan yang tertata rapi. Bangunan batu berdiri megah dengan arsitektur khas dwarf yang penuh detail, dan suara kehidupan kota mulai terdengar samar.
"Wow, hebat sekali!" seru Jack, suaranya penuh kekaguman.
"Tidak sama seperti yang ada di peta," gumamku, setengah berbicara kepada diri sendiri.
Penjaga yang tadi tampaknya mendengar ucapanku. Ia tertawa kecil dari sudut lift. "Kami sedang memperbarui jalan menuju kota. Jalur ini belum selesai, tapi jauh lebih cepat dan efisien. Kota selalu berada di bawah jalan utama. Kalian adalah kelompok pertama yang mencobanya, jadi berbanggalah!" katanya dengan nada riang.
Aku hanya mengangguk sambil tersenyum tipis. Perjalanan ini benar-benar penuh kejutan.
Jack bersiul kagum. "Luar biasa. Aku tidak percaya ini semua ada di bawah tanah."
Ketika kami sampai, pemandangannya membuatku tertegun. Kota ini jauh lebih indah dan ramai dari yang kuingat. Kami mencari sebuah bar untuk beristirahat, dan Jack tak berhenti melontarkan komentar penuh kekaguman.
Jack bersiul kagum. "Luar biasa. Aku tidak percaya ini semua ada di bawah tanah."
"Memang," jawabku. "Kota ini dibangun untuk perlindungan saat perang. Ketika konflik semakin memanas, para dwarf bahkan mengizinkan bangsa lain untuk mengungsi di sini."
Jack mengangguk penuh minat, lalu raut wajahnya berubah sedikit serius. "Sebenarnya, siapa yang menjadi musuh waktu itu?" tanyanya, dengan nada yang lebih tenang dan penuh perhatian.
Aku menatapnya dalam-dalam. "Dunia," jawabku singkat.
Jack
Aku menatapnya dalam-dalam. "Dunia," jawabku singkat.
Jack tampak kebingungan, dan aku tahu ini saatnya menceritakan kebenaran. "Dulu, perang besar terjadi antara Upperworld dan Underworld. Dunia kita, Midland, berada di tengah-tengah mereka. Pada awalnya, kita mencoba mendukung salah satu pihak, tapi akhirnya kita menyadari mereka hanya menggunakan kita sebagai alat. Jadi kami bersatu untuk melawan balik."
Jack terdiam, mungkin mencerna semua itu. Aku tidak menyalahkannya. Ini bukan cerita yang mudah diterima.
---
Setelah selesai beristirahat, kami memutuskan untuk menjelajahi kota bawah tanah ini sebentar sebelum melanjutkan perjalanan. Tempat ini terlalu menarik untuk dilewatkan begitu saja. Jack, yang masih dipenuhi rasa ingin tahu, memutuskan untuk menjelajah di sisi barat kota, sementara aku memilih untuk berjalan ke arah pusat keramaian.
Saat menyusuri jalanan yang penuh dengan aktivitas, aku mendapati kerumunan besar di depan sebuah panggung terbuka. Terlihat banyak orang berkumpul—manusia, dwarf, elf, bahkan beberapa makhluk dari ras lain yang jarang kulihat sebelumnya. Rasa penasaran mendorongku untuk bertanya kepada seseorang di tepi kerumunan.
"Apa yang sedang terjadi di sini?" tanyaku pada seorang pria berambut pirang yang sedang memegang segelas minuman hangat.
Pria itu menoleh dengan alis terangkat. "Apa? Kau tidak tahu?"
Aku menggeleng. "Tidak. Aku baru tiba di sini hari ini."
Pria itu tertawa kecil sebelum menjelaskan. "Hari ini adalah momen bersejarah. Tempat ini akan menjadi saksi perdamaian antara Raja Hilbert dan Raja Ragnar."
Aku mengernyit, mencoba mengingat informasi tentang mereka. Nama Raja Hilbert dia adalah raja para elf di timur, terkenal karena kebijaksanaannya. Sementara Raja Ragnar... ya, dia adalah pemimpin bangsa dwarf di barat, yang dikenal keras kepala namun adil.
"Perdamaian? Antara elf dan dwarf?" Aku memastikan.
"Betul sekali," jawab pria itu dengan antusias. "Elf dan dwarf jarang akur, kau tahu. Tapi ini... ini adalah sesuatu yang luar biasa. Mungkin ini adalah awal baru bagi kedua bangsa itu."
Aku mengangguk. Raja Hilbert memang terkenal sebagai diplomat ulung, jadi tidak heran dia yang memprakarsai pertemuan ini.
"Kira-kira kapan mereka akan tiba?" tanyaku lagi.
Pria itu menyesap minumannya sebelum menjawab. "Kabarnya mereka akan tiba besok pagi. Sampai saat itu, kota ini akan terus meriah seperti ini."
Aku mengangguk, berpikir. Jika pertemuan ini benar-benar sepenting yang dikatakan pria itu, maka tidak ada salahnya aku dan Jack tinggal untuk menyaksikannya. Bagaimanapun, momen seperti ini adalah hal langka yang tidak selalu bisa disaksikan oleh orang biasa.
"Terima kasih atas informasinya," ucapku.
"Tidak masalah. Selamat menikmati kota ini!" balas pria itu sebelum kembali mengobrol dengan temannya.
Namun, di tengah keramaian itu, aku merasakan sesuatu yang lain—energi sihir. Tidak seperti sebelumnya, kini terasa ada sesuatu yang janggal. Aku mencoba mendeteksinya, tapi energi itu terlalu samar di antara banyaknya orang.
"Hei, kau," sebuah suara mengejutkanku. Aku menoleh dan melihat seorang wanita elf dengan ekspresi serius.
"Kau juga merasakannya, bukan?" tanyanya. Aku mengangguk singkat.
"Ada yang tidak beres. Kau harus membantuku menyelidikinya," katanya.
Aku mempertimbangkan sejenak sebelum akhirnya setuju. Mungkin dia bisa membantuku menemukan sumber energi ini.
Kami berjalan dalam diam, dengan dia memimpin, mencoba melacak sumber energi tersebut. Dia tiba-tiba berhenti, dan matanya menyipit. "Aku menemukannya," katanya, lalu berlari ke arah tertentu.
Aku mengikutinya. "Apa yang kau temukan?" tanyaku.
"Dua penyihir dan satu demon. Mereka sedang melakukan sesuatu," katanya tanpa menoleh.
"Apa yang mereka lakukan?" tanyaku lagi.
"Itulah yang akan kita cari tahu."
Aku ragu untuk mempercayainya. Namun sebelum aku bisa membuat keputusan, seseorang muncul di depan kami. Aku mencoba menyerang, tapi tidak bisa. Sihirku terhenti, seperti ada sesuatu yang menahannya. Wanita elf itu langsung menyerang dengan kekuatan penuh, dan akhirnya aku melihat siapa yang berdiri di depan kami…