Wanita elf itu langsung menyerang dengan kekuatan penuh, dan akhirnya aku melihat siapa yang berdiri di depan kami. Ternyata dia adalah demon, namun tampaknya serangan elf itu terlalu kuat sehingga membuatnya mati seketika.
"Kau tidak menahan diri," kataku, mencoba memecah suasana yang kini terasa menegangkan.
"Bukan aku yang berlebihan. Dia memang sudah mati sejak awal," jawab elf itu dengan suara tajam.
Aku menyipitkan mata, mencoba mencerna. "Sihir pengendali, ya?"
Dia mengangguk, wajahnya tetap serius. "Dan ini bukan sihir pengendali biasa. Sesuatu yang lebih gelap."
Tanpa berkata banyak lagi, dia mulai berlari. Aku mengikutinya meski masih memikirkan sihir yang digunakan tadi. Pengendalian atas makhluk mati bukan sihir sembarangan. Ada sesuatu yang jauh lebih berbahaya di balik ini.
"Kita sudah dekat," katanya, memotong lamunanku.
Aku menggenggam gagang pedangku lebih erat, bersiap untuk apa pun yang akan kami hadapi. Namun, apa yang kulihat berikutnya sungguh tak terduga.
Di depan kami, berdiri seorang pria dengan senyuman lebar yang sangat familiar.
"Wah... wah... wah... kita bertemu lagi, Albert," katanya dengan nada mengejek
Aku merasakan dadaku mengetat. "Kau..."
Seketika, aku teringat. Pria ini adalah orang yang pernah mengirim naga untuk menyerang kami beberapa waktu lalu. Aku tak menyangka akan bertemu dengannya lagi di tempat seperti ini.
Elf itu menatapku tajam. "Kau mengenalnya?"
"Kami pernah... berurusan," jawabku singkat, mencoba menekan kemarahan yang mulai membuncah.
Pria itu tertawa terbahak-bahak, membuat emosiku makin sulit dikendalikan. "Sayangnya, ini bukan waktu yang tepat untuk pertemuan panjang," katanya ringan. "Sisanya, kuserahkan padamu."
Sebelum aku sempat bergerak, dia menghilang dalam kabut tebal, meninggalkan kami berhadapan dengan seseorang yang lain—sosok yang membuat tenggorokanku terasa kering.
Neo.
Salah satu penyihir terkuat yang pernah ada, berdiri di depan kami dengan tatapan penuh intimidasi. Aku tahu, melawannya akan menjadi tugas yang nyaris mustahil. Tapi aku dan elf ini tidak punya pilihan lain.
"Bagaimana?" tanyaku, menatap elf di sampingku.
Dia menatap Neo dengan tajam. "Tidak ada pilihan lain, bukan?"
Aku menarik napas panjang, memasang kuda-kuda. Elf itu bersiap dengan busur di tangan, sementara aku maju lebih dulu untuk menghadapinya langsung.
Pertarungan dimulai. Neo menyerang lebih dulu dengan sihir yang menyambar cepat. Aku berhasil menghindar dan mencoba mempersempit jarak, tetapi dia dengan mudah melindungi dirinya dengan mantra perisai yang tebal. Sihirnya sangat kuat, namun berkat dukungan elf itu, aku bisa bergerak lebih leluasa.
Aku hampir berhasil menyerangnya ketika tiba-tiba, aku terjebak dalam ilusi sihir yang diciptakannya. Tubuhku terasa terkunci, tak bisa bergerak. Elf itu mencoba menyerang Neo untuk membebaskanku, namun ilusi ini terlalu kuat.
"Bertahanlah!" teriaknya.
Meski ilusinya kuat, aku berhasil lepas darinya berkat bantuan elf itu. Aku mencoba menjauh dari Neo, namun tiba-tiba tangannya bersinar dengan kilatan petir mengelilinginya. Sebelum sempat berpikir sihir apa yang dia gunakan, dia memukulku tepat di perut. Pukulan itu menembus tubuhku dan membuatku terlempar jauh ke belakang.
"Hei, kau baik-baik saja?" tanya elf itu dengan nada khawatir.
Dia berusaha mendekatiku, tetapi Neo tidak memberinya kesempatan. Serangan demi serangan dilancarkan, memaksa elf itu kembali bertarung. Aku, di sisi lain, hanya bisa meringkuk dengan rasa nyeri yang luar biasa. Apa itu tadi? Aku belum pernah melihat sihir seperti itu sebelumnya. Apakah ini jenis sihir baru?
Dalam keadaan terdesak, Jack muncul di tengah pertempuran.
"Tuan, apa Anda baik-baik saja?" tanyanya sambil menoleh ke arahku.
"Kau terlambat," jawabku lemah.
Aku mencoba bangkit, namun luka di perutku membuat setiap gerakan terasa mustahil. Aneh, biasanya regenerasiku berlangsung cepat, tapi serangan ini seakan memperlambat sihirku. Aku menjelaskan situasinya dengan singkat kepada Jack, dan dia segera bergabung untuk membantu elf itu.
"Maaf aku terlambat," kata Jack sambil bersiap menyerang.
"Kau teman orang itu ya? Lawan kita bukanlah orang biasa," kata elf itu dengan nada serius.
"Ya, Tuan Albert sudah menjelaskannya kepadaku," jawab Jack mantap.
"Baguslah kalau begitu," kata elf itu sambil melancarkan serangan.
Mereka mulai menyerang Neo bersama-sama. Sementara itu, aku tergeletak tak berdaya. Ini adalah perasaan yang baru bagiku. Aku, makhluk yang dikenal tidak bisa mati, kini merasakan batasanku sendiri. Regenerasiku melambat, kekuatanku terkuras. Luka ini bukanlah luka biasa.
"Berhati-hatilah," seruku kepada mereka dengan suara lemah. "Serangan itu... bukan serangan biasa."
Mereka bertarung sengit, dengan elf itu menyerang dari jarak jauh sementara Jack mencoba mendekati Neo untuk mengalihkan perhatiannya. Aku hanya bisa menonton, tubuhku lumpuh oleh rasa sakit. Aku merasa diriku tak lebih dari beban.
**Sudut Pandang Jack**
Apa-apaan orang ini? Dia bisa menggunakan dua sihir secara bersamaan! Kalau bukan karena bantuan elf ini, aku pasti sudah mati sejak tadi. Tapi tunggu... gerakannya mulai aneh, agak sempoyongan. Apakah mereka berhasil melukainya?
"Dia mulai agak linglung," kataku kepada elf di sebelahku, mencoba memahami situasi.
"Kau benar, tapi anehnya, kami belum mengenainya sedikit pun," jawab elf itu dengan alis berkerut.
Belum kena sama sekali? Lalu kenapa dia terlihat seperti menahan rasa sakit? Ada sesuatu yang salah di sini. Apakah dia sedang berada di bawah pengaruh sihir?
"Apakah dia dikendalikan oleh sihir?" tanyaku, setengah berharap elf itu punya jawabannya.
"Tidak," jawab elf itu dengan nada tegas. "Neo tidak mungkin dikendalikan. Dia bukan penyihir biasa. Kau sebaiknya tidak meremehkannya."
Lalu apa penyebabnya? Saat aku mencoba memecahkan teka-teki ini, Neo tiba-tiba menjadi lebih agresif. Dia menyerang dengan liar, tetapi anehnya, gerakannya mulai melambat. Apa dia kehilangan kendali?
"Jangan terlalu dekat dengannya!" seru Tuan Albert dari kejauhan.
Neo melancarkan pukulan menggunakan tangan kirinya, dan aku langsung melihat sesuatu yang aneh—tangan itu terluka parah. Luka besar dan dalam menghiasi lengannya. Tapi tunggu... serangan kami sebelumnya bahkan belum menyentuhnya. Bagaimana dia bisa terluka seperti itu?
Aku mundur beberapa langkah, lalu segera melaporkan temuanku. "Tangan kirinya terluka parah!" seruku kepada elf itu.
"Tangan kiri?" Elf itu mengulangi dengan nada curiga. "Aneh sekali. Apa mungkin karena itu?"
Aku menatapnya dengan penuh harap, menunggu penjelasan.
"Dia menyerang temanmu, Tuan Albert, dengan tangan kiri itu. Tapi aku tidak tahu apakah itu ulahnya sendiri... atau sesuatu yang lain," katanya pelan, seolah berpikir keras.
Jadi begitu, pikirku. Luka itu bisa menjadi kelemahannya. Jika kami bisa memanfaatkannya, kami punya peluang.
Dengan cepat, kami menyusun strategi singkat untuk menyerangnya. Tapi Neo seolah mendengar rencana kami. Dia tiba-tiba berlari ke arah kami, menyerang tanpa henti. Elf itu bergerak gesit, menghindar ke belakang, sementara aku berusaha menjauh ke sisi kirinya. Aku tahu dia tidak mungkin menggunakan tangan yang terluka untuk menyerang, dan itu memberiku sedikit rasa aman.
Meski begitu, aura Neo terasa semakin berat. Tangan kirinya mungkin terluka, tetapi sihirnya masih membara, dan setiap gerakannya dipenuhi kekuatan. Satu kesalahan saja, kami berdua bisa habis.
**Sudut Pandang Albert**
Mereka terus mencoba menyerang Neo, sementara aku hanya bisa terduduk tak berdaya, menunggu tubuhku pulih. Perasaan frustrasi menggigitku seperti duri yang tak terlihat. Apa yang sebenarnya terjadi? Regenerasiku, yang biasanya begitu cepat, terasa lambat kali ini. Bukan hanya itu, kekuatanku juga melemah. Apakah ini tanda bahwa waktuku hampir habis? Atau mungkin karena aku sudah menggunakan terlalu banyak kekuatan saat perang sebelumnya? Aku sama sekali tidak mengerti, tapi satu hal yang kutahu—aku harus membantu mereka, apapun caranya.
Saat itulah Neo kembali melancarkan sihir yang sama seperti sebelumnya.
"Jack, menghindar!" teriakku, panik.
Serangannya, yang memancarkan kilatan cahaya berbahaya, sedikit meleset berkat kecepatan elf yang menyadari pola serangan Neo. Namun, sayangnya, Jack masih terkena efek serangannya.
Tanpa berpikir, aku langsung bangkit dan berlari ke arah Jack. Napasku terasa berat, bukan karena luka di tubuhku, tapi karena rasa takut dan rasa bersalah yang membebani dadaku. Lukanya sangat parah—darah mengalir deras, dan dia terlihat dalam kondisi kritis. Aku berlutut di sampingnya, perasaan hancur menghantamku.
"Sungguh mengecewakan..." gumamku, suaraku hampir tenggelam oleh desah napasnya. Aku adalah gurunya, tapi aku hanya bisa melihatnya terluka, tak berdaya seperti ini. Sama seperti dulu, saat aku membiarkan seseorang meninggal di depanku.
"Serahkan dia padaku," kata elf itu tiba-tiba, menarikku keluar dari lingkaran pikiran gelapku. "Aku bisa menggunakan sihir penyembuh. Kau lindungi kami."
"Baiklah," jawabku, meskipun rasa ragu dan marah berkecamuk dalam diriku.
Neo masih berdiri tegak, tatapannya penuh kebencian. Ini keterlaluan. Aku adalah makhluk yang tak dapat mati, namun aku merasa begitu lemah. Tapi elf itu telah membantu kami. Dia telah memberikan segalanya. Aku harus melawan, tak peduli apa yang terjadi.
"Aku tidak tahu apa yang terjadi padamu," kataku, menatap Neo dengan dingin. "Tapi kau sudah membuatku marah."
Aku menyerang tanpa memedulikan apapun lagi. Luka yang kuderita, rasa sakit yang menjalar di tubuhku—semua itu tak lagi berarti. Aku tahu, meskipun aku terluka, regenerasiku akan membuatku pulih. Neo melancarkan serangan dengan liar, setiap kilatan petir yang keluar dari tangannya berusaha menumbangkanku. Namun, aku tak mundur. Aku terus maju, melangkah dengan tegas, menyelami rasa sakit yang tak ada habisnya, memaksa tubuhku untuk terus bergerak.
Setiap pukulan yang ia lepaskan terasa seperti petir yang membelah udara, tetapi aku tidak peduli. Aku tahu aku harus menghentikannya. Aku menghindar, menangkis serangan, dan memanfaatkan setiap celah yang muncul di antara serangannya. Sakit itu hanya sementara, namun kesempatan ini... ini tidak bisa dilewatkan.
Aku merasakan darah mengalir dari tubuhku, tapi tubuhku juga mulai sembuh, perlahan-lahan. Kecepatan regenerasiku meningkat, dan itu memberi sedikit harapan dalam gelapnya pertempuran ini. Neo terengah-engah, sepertinya semakin kelelahan, meski petir yang dia lepaskan tak berhenti.
Aku terus mendekat, semakin cepat, semakin pasti. Neo semakin terpojok, tubuhnya terlihat semakin lemah. Tangan kiri yang terluka parah memberinya kesulitan untuk melancarkan serangan yang tepat. Ketika akhirnya aku berhasil menyudutkannya, tubuhnya tak lagi sekuat sebelumnya. Napasnya terdengar berat, dan aku bisa melihat kegagalan di matanya.
"Ini... sudah selesai," kataku, dengan suara yang serak, berusaha mengendalikan napasku.
Tangan Neo yang gemetar berusaha mengangkat tangannya sekali lagi, tetapi aku sudah berada tepat di hadapannya. Dengan satu gerakan cepat, aku memukulnya dan membuatnya jatuh ke tanah, tak berdaya..
"Tampaknya kau sudah tidak bisa menggunakan sihir yang tadi," kataku, suaraku penuh dengan keyakinan dingin. "Kau mengorbankan tanganmu untuk menggunakannya, bukan?"
Neo hanya diam, bibirnya mengatup rapat. Aku semakin mendesaknya. "Cepat, beri tahu aku! Siapa orang itu? Mengapa kau mengikutinya?"
Dia tetap bungkam. Aku mulai hilang kesabaran dan sedikit memaksanya berbicara. Akhirnya, dia hanya mengucapkan satu kalimat, berulang-ulang, seperti mantra yang tak bisa dihentikan:
"Dia adalah orang yang akan membunuhmu, dan kau akan membunuhnya."
Kata-katanya seperti duri yang menancap di pikiranku, hampir mempengaruhiku. Tanpa sengaja, aku justru mengakhiri hidupnya. Dalam sekejap, Neo terdiam selamanya. Tapi apa maksud perkataannya tadi? Siapa orang itu? Kenapa dia begitu yakin dengan takdir seperti itu?
Namun, tidak ada waktu untuk tenggelam dalam pikiran itu. Aku segera kembali ke Jack.
"Bagaimana kondisinya?" tanyaku kepada elf.
"Entah bagaimana, aku berhasil menutup lukanya," jawabnya, nafasnya terdengar lelah tapi tegas. "Sekarang dia hanya butuh istirahat. Tapi, aku ingin bicara denganmu setelah kita cari tempat untuk dia beristirahat."
Aku mengangguk. Kami harus segera membawa Jack ke tempat aman sebelum pertarungan lain menghantam kami.
Kami menuju penginapan untuk membiarkan Jack beristirahat dan memulihkan kondisinya. Setelah memastikan dia mendapatkan perawatan yang cukup, aku keluar untuk menemui elf itu. Dia menungguku di luar penginapan.
"Jadi, ada apa?" tanyaku tanpa basa-basi.
"Pertama-tama, aku ingin memperkenalkan diri," katanya dengan nada tenang. "Namaku Quenya. Namamu Albert, bukan?"
"Ya," jawabku singkat.
"Akan kupercepat," lanjutnya. "Sebenarnya, siapa kau?"
Pertanyaan itu membuatku tertegun. Tak kusangka dia akan menanyakan sesuatu seperti itu secara langsung.
"Apa maksudmu?" tanyaku, mencoba menyembunyikan rasa terkejutku.
"Orang itu bilang kalian pernah bertemu sebelumnya, dan kau tampak terganggu dengan kehadirannya. Selain itu, aku juga mendengar percakapanmu dengan Neo," jelasnya, tatapannya penuh rasa ingin tahu.
"Aku tidak yakin itu bisa disebut percakapan," kataku sambil tersenyum kecil, mencoba mencairkan suasana.
"Neo bukanlah lawan yang mudah untuk dijatuhkan, tapi kau berhasil membunuhnya," lanjut Quenya dengan serius. "Lalu ketika aku melihat luka Jack, aku tahu itu bukan serangan biasa. Dia hanya terkena sedikit saja tapi sudah terluka parah. Sementara kau... apa sebenarnya kau ini?"
"Hmm, sama sekali tidak singkat," kataku, mengomentari penjelasannya.
"Aku tidak sedang bercanda," jawabnya dengan nada serius, membuatku menghela napas.
Aku tahu aku bisa menjelaskan semuanya padanya, tapi itu hanya akan membuang waktu. Dia tidak akan mudah percaya, terutama dengan kebenaran tentang diriku. Memang benar serangan Neo tadi menembus perutku, tapi itu tidak cukup untuk membunuhku.
"Singkatnya," kataku akhirnya, "orang itu pernah menghalangi aku dan Jack. Neo mati karena kelengahannya sendiri, pasti karena luka di tangannya. Dan soal kenapa aku masih hidup... anggap saja aku punya kemampuan regenerasi."
Quenya tampak tidak sepenuhnya percaya, tapi dia tidak melanjutkan pertanyaannya.
"Baiklah," katanya akhirnya.
"Jadi, urusan kita selesai?" tanyaku.
"Belum," jawabnya cepat. "Kau akan pergi ke barat, kan? Aku akan membawamu masuk ke Kerajaan Elf."
"Kenapa kami harus mengikutimu?" tanyaku, sedikit curiga.
"Anggap saja ini bayaran atas bantuan kalian tadi," jelasnya. "Dan juga, masuk ke Kerajaan Elf tidaklah mudah."
"Tapi kau sudah menyembuhkan Jack," kataku, mencoba mencari alasan.
"Anggap saja itu bonus," balasnya dengan nada santai.
Aku mengangguk setelah mempertimbangkan tawarannya. "Baiklah."
Kurasa tidak ada salahnya menerima bantuannya. Lagipula, setelah melewati Kerajaan Elf, perjalanan kami akan menjadi jauh lebih panjang dan berat. Di sana, kami bisa mempersiapkan diri sebaik mungkin, terutama Jack, yang terlalu sering terluka. Dia butuh waktu untuk beristirahat, dan aku juga ingin melatihnya lebih jauh.
Namun, pikiranku kembali pada kata-kata Neo.
"Dia akan membunuhmu, dan kau akan membunuhnya."
Kata-kata itu terus menghantuiku. Apa maksudnya? Bagaimana dia bisa mengatakan itu dengan begitu yakin? Orang itu tampak mengenalku, tapi aku tidak tahu siapa dia sebenarnya. Semua ini membingungkan dan membuatku waspada.
Perjalanan kami ke barat tampaknya akan membawa lebih banyak pertanyaan daripada jawaban.