Chereads / My Eternal Journey / Chapter 7 - Elfian

Chapter 7 - Elfian

Setelah meninggalkan Gandalf, perjalanan kami menuju Kerajaan Elfian terasa jauh lebih mudah. Pasukan pengawal Raja Hilbert berjalan dengan tenang, tetapi kehadiran mereka membawa rasa aman yang membuat langkah kami lebih ringan. Awalnya, aku ingin menuju Kerajaan Dwarf terlebih dahulu, namun tawaran bantuan dari Quenya dan dukungan Raja Hilbert membuat kami mengubah tujuan. 

"Pernahkah kau mengunjungi Kerajaan Elfian sebelumnya?" tanya Quenya sambil berjalan di sampingku. 

"Dulu sekali," jawabku singkat, mataku memandang jauh ke depan. "Saat Raja Aliando masih memimpin." 

"Seperti apa kerajaan elf?" Jack memotong, rasa ingin tahunya menguar. 

Quenya tersenyum kecil. "Pohon-pohon di sana sangat tinggi, tapi kami tidak tinggal di rumah pohon seperti yang mungkin kau bayangkan. Kau akan memahaminya sendiri ketika melihatnya." 

 

Aku diam, membiarkan mereka melanjutkan percakapan. Kenangan tentang Raja Aliando memenuhi pikiranku. Saat itu, Elfian adalah kerajaan yang tertutup, penuh kecurigaan terhadap bangsa lain. Aliando memimpin dengan tangan besi, selalu takut dikhianati. Bahkan aku, teman dekatnya, pernah beberapa kali dipenjara karena dianggap mata-mata. Sungguh tak kuduga, kerajaan yang dulu begitu tertutup kini bersedia mengulurkan salam perdamaian, bahkan kepada Dwarf. Namun, Hilbert... Aku tak tahu bahwa Aliando memiliki seorang anak bernama Hilbert. 

 

Ketika malam tiba, kami berhenti untuk mendirikan tenda di tengah hutan. Suasana begitu sunyi, hanya suara angin yang berbisik di antara pepohonan. Namun, malam itu aku tidak dapat tidur. Aku keluar untuk mencari udara segar.

Dekat perapian, aku melihat Quenya duduk sendirian, matanya menatap ke dalam kobaran api seolah mencoba membaca sesuatu di sana. 

"Belum tidur?" tanyaku. 

Quenya mengangguk tanpa berkata-kata. 

"Kau sendiri?" ia bertanya, melirikku. 

"Seperti yang kau lihat," jawabku sambil duduk di sebelahnya. 

Keheningan sempat menggantung, sampai akhirnya Quenya memecahnya dengan pelan, "Jadi, kau abadi." 

Aku mengangguk, tidak berniat menyangkal. 

"Pantas saja ia begitu tertarik padamu," katanya, senyum tipis menghiasi bibirnya. 

Aku tahu siapa yang ia maksud. Aliando dulu sering memintaku bergabung dengan kerajaannya, bahkan menawarkan pernikahan dengan salah satu putrinya. Namun, aku selalu menolak, dan keputusan itu tidak berubah. 

"Kenapa kau belum tidur?" aku mencoba mengalihkan pembicaraan. 

"Entahlah," jawabnya pelan. "Banyak yang kupikirkan... tapi sebenarnya bukan apa-apa." 

Quenya menunduk, seolah mencari jawaban dari api di depannya. "Sepertinya kakekku ingin menjodohkanku," ia melanjutkan. 

"Dengan siapa?" tanyaku. 

"Siapa lagi?" jawabnya, kini menatapku langsung. 

 

Aku tertawa kecil, mencoba meringankan suasana. "Rasanya sudah jadi kebiasaan di Elfian. Aliando juga pernah mencoba menjodohkanku, tapi aku selalu menolaknya." 

"Kenapa?" tanya Quenya, nadanya penuh rasa ingin tahu. 

"Karena aku sudah punya istri," jawabku sambil bercanda. "Meski sekarang ia telah tiada." 

"Dan sekarang?" tanyanya hati-hati. 

"Aku tetap akan menolaknya," jawabku tegas. 

 

Quenya tersenyum, entah lega atau sekadar menutupi perasaannya. 

"Bagaimana dengan Jack?" tanyaku tiba-tiba. 

Quenya tampak terkejut, wajahnya memerah samar. "A-apa maksudmu?" 

Aku mengangkat alis. "Kau tak bisa menipuku." 

"Tidak mungkin," katanya lirih. "Umur manusia terlalu pendek." 

 

Kami berbicara panjang lebar malam itu, hingga akhirnya aku kembali ke tenda. Esok paginya, perjalanan dilanjutkan. Setelah melewati hutan yang padat, akhirnya kami tiba di Kerajaan Elfian. 

 

"Luar biasa," gumam Jack, matanya membelalak kagum. "Bangunan di sini seperti kerajaan lain, tapi pohon-pohon ini... sangat tinggi!" 

"Tak usah khawatir," kata Quenya santai. "Semua ini sudah ada sejak dulu, dan mereka aman." 

 

Kerajaan Elfian begitu berbeda dari yang kuingat. Pohon-pohon yang dulunya kecil kini telah menjulang tinggi, membentuk kanopi yang menaungi bangunan-bangunan megah di bawahnya. Rasanya seperti memasuki dunia yang baru, meski jejak-jejak masa lalu masih terselip di antara setiap sudutnya. 

Sambil mengelilingi kerajaan, Jack yang berjalan di sampingku bertanya, "Ngomong-ngomong, sampai kapan kita di sini?" 

"Cukup lama," jawabku. "Aku juga akan melatihmu di sini, jadi bersiaplah." 

"Siap, Pak!" sahut Jack dengan semangat, matanya berbinar penuh antusias. 

 

Ketika sedang mengelilingi kerajaan, seorang pelayan mendatangiku. "Yang Mulia memanggil Anda ke istana." 

 

Aku segera menuju istana, di mana pelayan lain membimbingku ke ruang makan besar. Di dalam, Raja Hilbert sudah menungguku

"Ada perlu apa, Yang Mulia?" tanyaku, sedikit membungkukkan badan sebagai penghormatan. 

Raja Hilbert memberi isyarat kepada para pelayan dan penjaga untuk meninggalkan ruangan, menciptakan suasana yang lebih privat. 

"Tak perlu formal seperti itu," katanya sambil tersenyum. "Kau adalah teman dekat ayahku. Silakan duduk." 

Aku menuruti undangannya dan duduk berhadapan dengan Hilbert. 

"Jadi, apa yang ingin kau ketahui?" tanyaku. 

Hilbert tersenyum tipis. "Bukan itu. Ayahku sering menceritakan tentangmu. Namun, ada satu hal penting yang ingin kubicarakan." 

Matanya berbinar dengan semangat ketika ia berkata, "Aku ingin menjodohkanmu dengan cucuku." 

Aku menghela napas panjang. "Aku menolaknya," jawabku tegas, langsung mematahkan semangatnya. 

"Ke-kenapa?" tanyanya, sedikit terkejut. 

"Haruskah aku mengulang alasanku lagi?" balasku dengan nada ringan. 

"Tidak perlu sebenarnya," kata Hilbert, menggaruk tengkuknya. "Tapi tetap saja..." 

"Kerajaan Elf harus dipimpin oleh seorang Elf," jawabku dengan tegas, tatapanku menatap lurus ke arahnya. 

 

Dari kejauhan, terdengar suara tua yang familiar. "Lagi-lagi alasan itu!" 

Aku menoleh dan melihat sesosok pria tua memasuki ruangan. Tubuhnya sudah renta, tetapi auranya tetap tak tergoyahkan. 

"Aliando? Kau masih hidup rupanya," seruku, setengah tak percaya. 

"kau pikir kau bisa terus menipu semua orang dengan wajah itu?" balas Aliando dengan sinis. 

Aku terkekeh pelan. "Kau sudah tua sekali, Aliando." 

"Jangan mengalihkan pembicaraan!" potongnya dengan nada tajam. 

Hilbert berdeham, mencoba mengembalikan fokus percakapan. "Ehem, apa kita bisa melanjutkan diskusi ini?" 

 

Pertemuan itu berubah menjadi perdebatan panjang. Aliando, dengan segala kekerasan kepalanya, mencoba meyakinkanku untuk menerima tawaran tersebut. Namun, aku tetap teguh pada pendirianku. 

"Kesimpulannya tetap sama," kataku akhirnya. "Aku tetap menolaknya" 

Aliando mendesah panjang, mengangkat kedua tangannya sebagai tanda menyerah. "Baiklah, kau menang kali ini." 

"Tapi aku tetap ingin kau mempertimbangkannya lagi nanti," sela Hilbert, nada harapannya belum sepenuhnya pudar. 

 

Aku mengalihkan pembicaraan, mencoba meringankan suasana. "Aku tidak menyangka, Aliando, bahwa Elfian bisa menjadi seperti ini sekarang." 

Aliando tersenyum tipis. "Aku memilih Hilbert bukan tanpa alasan. Selama aku memimpin, Elfian terlalu tertutup. Kurasa perubahan diperlukan." 

 

"Ngomong-ngomong, soal Hilbert," aku memandang raja dengan penasaran. "Dia... anakmu?" 

"Oh, tidak," jawab Aliando sambil tertawa kecil. "Aku mengadopsinya." 

Hilbert menambahkan, "Ketika kecil, aku dirawat oleh manusia. Orang tuaku meninggal, dan penduduk desa membawaku ke Elfian. Aliando mengangkatku sebagai anaknya." 

Aku mengangguk, merenungkan kisah yang baru saja kudengar. Malam itu, kami berbicara panjang lebar, mengenang masa lalu dan membicarakan masa depan. Aliando, yang kini sudah sangat tua, tampak puas dengan kehidupannya, dan mungkin ini akan menjadi pertemuan terakhir kami. 

Sore itu aku kembali ke Jack, yang tampak menungguku dengan penuh rasa ingin tahu.

"Bagaimana pertemuanmu?" tanyanya.

"Bukan apa-apa," jawabku singkat.

"Baiklah," lanjutku sambil tersenyum. "Kita mulai pelatihanmu sekarang."

Jack mengangguk antusias. Aku tahu pelatihan ini akan sulit, tetapi keyakinanku pada Jack lebih besar. Ia akan menghadapi tantangan itu, dan suatu saat menjadi lebih kuat.