Chereads / Romantika Gadis Kontrak / Chapter 26 - Chapter 26 Siapa Itu?

Chapter 26 - Chapter 26 Siapa Itu?

Kebersamaan mereka tiba-tiba berhenti ketika Kage mengatakan sesuatu. "Kalau begitu, beritahu aku siapa Ray itu," Kage menatap serius, dengan ekspresi wajah yang tegas dan sedikit menuntut. Sorot matanya tajam, menunjukkan tekad yang kuat untuk mendapatkan jawaban. Hikari merasakan jantungnya berdegup kencang ketika Kage mendadak serius seperti itu.

Seketika, wajahnya berubah, dan matanya membulat dalam keterkejutan. "Da... Dari mana kau tahu itu?" gumamnya terbata, mencoba merangkai kata-kata sambil menahan kegugupannya.

Kage menatap lurus ke arahnya, tidak memberi Hikari ruang untuk mengelak. "Aku menemukan nama orang yang memberikan buket bunga mawar putih. Dia bernama Ray," jawab Kage dengan nada datar, namun tetap penuh dengan kecurigaan. Hikari menelan ludah, merasa dirinya semakin terpojok.

"M... Mas Ray orang yang baik, kau jangan mengganggunya." Nada suaranya melemah, hampir seperti bisikan, namun tetap terdengar jelas. Dia mencoba menjelaskan, namun keraguan dan kekhawatiran terpancar dari wajahnya, menandakan ada sesuatu yang disembunyikannya.

"Apa kau punya hubungan dengannya?" Kage mulai memprovokasinya, memasang senyum tipis yang tampak sinis. Sorot matanya menusuk, seolah-olah dia mencoba menggali lebih dalam ke dalam hati Hikari. Pertanyaan ini menghentikan Hikari; senyuman kecil itu terasa seperti sebuah perangkap yang dipasang dengan rapi oleh Kage, membuat Hikari tak tahu harus berkata apa. Hikari terdiam, tatapannya jatuh ke lantai.

"Sebaiknya kau kembali bekerja..." Hikari mencoba mengalihkan pembicaraan, suaranya pelan, hampir terdengar bergetar. Tapi, alih-alih mundur, Kage justru semakin mendekat. Alisnya mengerut dalam, memperlihatkan ketidakpuasan dengan tanggapan Hikari.

"Sebaiknya kau tidak menyembunyikan ini dariku. Dia bukan pria yang baik seperti yang kau pikirkan begitu saja," jawab Kage dengan nada penuh kekhawatiran sekaligus kemarahan yang ditahan. Kage tahu bahwa perkataannya mungkin terdengar berlebihan, tetapi dia tidak bisa menahan dorongan untuk melindungi Hikari, meskipun caranya tampak keras.

Hikari menatap Kage dengan mata yang melebar, sedikit tersentak. "Apa maksudmu? Dia lelaki yang baik... Mas Ray lelaki yang baik dan lembut," jawabnya cepat, hampir seperti membela diri. Kalimatnya terdengar seperti deklarasi, sebuah pembelaan terhadap sosok Ray. Namun, Kage tetap tak terpengaruh, dan tatapannya tetap menghakimi.

"Dia memang terlihat baik, tapi aku lebih tahu tentangnya," kata Kage, suaranya kini merendah namun semakin menegaskan. Tatapan matanya tetap tajam, penuh keyakinan seolah menantang Hikari untuk menyangkalnya.

Kata-kata itu membuat Hikari tersentak, dan amarah mulai mengalir dalam dirinya. "Kau tahu apa? Apa yang kau tahu soal dia... Sebaiknya kau pergi!" Hikari berteriak, membuat Kage terdiam. Suaranya yang tajam dan memotong menunjukkan batas yang telah dilampaui oleh Kage. Tatapan marahnya yang penuh emosi menunjukkan perasaannya yang terluka oleh tuduhan Kage.

Setelah beberapa saat terdiam, Kage akhirnya berbicara lagi, kali ini dengan nada yang lebih lembut namun serius. "Apa aku lebih baik darinya untukmu? Katakan, Hikari." Dalam gerakan cepat, Kage menarik lengan Hikari, sedikit menekannya, mencoba menahan Hikari agar tidak melarikan diri dari kenyataan yang ingin dia ungkapkan. Tindakan Kage mengejutkan Hikari, matanya melebar dan tubuhnya menegang seketika.

Hikari balas menatap Kage, matanya penuh kebingungan dan amarah yang tertahan. "(Kenapa dia terus mengatakan itu, padahal dulu memang Mas Ray suka padaku, tapi aku tak mau menjalin hubungan. Jika saja Mas Kage tahu bahwa aku selalu menjaga hatiku hanya untuk mu.... Hanya saja, aku tak mau kau terus menuntut ku untuk mengatakan segalanya secara benar, aku hanya ingin kepastian mu apakah kau tetap bekerja keras dan tidak menyerah jika aku berbohong soal hubungan dengan orang lain...) Jika aku sudah bilang bahwa aku memiliki hubungan dengannya, apakah kau akan melakukan sesuatu?" balasnya dengan suara rendah, hampir seperti tantangan. Seketika, Kage terdiam, tak percaya dengan jawaban Hikari. Hati Kage terasa remuk mendengar kata-kata itu. Seperti ada sesuatu yang patah di dalam dirinya, sesuatu yang selama ini dia jaga rapat-rapat mulai runtuh.

"Kenapa... Kenapa?" gumamnya, suaranya bergetar. Hikari terkejut ketika melihat wajah Kage yang berkaca-kaca, matanya terlihat redup. Kage, yang biasanya kuat dan tak tergoyahkan, kini tampak rapuh di hadapannya. "(D... Dia... Menangis,)" pikir Hikari dengan kaku. Dia bahkan tak pernah membayangkan bahwa Kage, sosok yang selalu tampil dingin dan tegar, akan menunjukkan sisi lemah seperti ini.

"... Rupanya benar, kau bukan gadis yang ditakdirkan." Kata-kata itu terlontar dari bibir Kage, penuh dengan nada putus asa dan keputusasaan. Tanpa menunggu reaksi Hikari, dia berbalik, melangkah pergi dengan langkah yang berat.

"(M... Mas Kage,)" panggil Hikari, ingin menahan lengannya, namun ragu. Tatapannya mengikuti punggung Kage yang semakin menjauh, merasa kebingungan, terluka, dan bersalah pada saat bersamaan.

"(Aku tidak percaya ini... Aku melihatnya meneteskan air mata di depanku... Aku juga bisa melihat hati miliknya... Telah kosong... Sebelumnya dia memiliki hati yang berisi... Apa yang harus kulakukan sekarang? Padahal dia tahu bahwa yang hanya melakukan hal seperti berciuman atau menyentuhku, hanya Mas Kage saja. Kenapa dia berpikir lemah sekali... Apakah dia menyerah begitu saja padaku... Entah sekarang aku salah menilai atau apa... Tapi aku tidak tahu... Aku juga masih kesal dengan apa yang terjadi... Mas Kage adalah pria lemah... Dia sama sekali tak bisa membelaku... Selama kenyataan tak dipegang mulutnya, maka aku akan tetap ingin balas dendam.)" Hikari mengepalkan tangan. Meskipun tidak ada apa-apa antara dirinya dan Ray, dia tetap merasa bersalah melihat Kage terluka begitu dalam. Di matanya, Ray hanyalah seseorang yang sesekali memberikan mawar padanya, tak lebih. Apalagi, Ray sudah memiliki kekasih lain.

Sementara itu, di kedainya yang kecil namun tertata rapi, Ray sedang sibuk menata bunga dengan penuh ketelitian. Ponselnya tiba-tiba berdering, membuatnya berhenti sejenak. Ekspresi wajahnya berubah ketika mendengar suara di seberang, mata Ray sedikit membesar. "Aku ingin bertemu," suara di ponsel terdengar dingin, membuat Ray terdiam sejenak. Wajahnya terkejut, tak percaya bahwa panggilan ini benar-benar terjadi.

Tak lama kemudian, dia melangkah keluar dan melihat seorang wanita menunggunya di mobil. Siapa yang menyangka bahwa wanita itu adalah Lily. Dengan sedikit ragu, Ray berjalan mendekat, mengamati wanita itu. "Lily," panggilnya pelan, langkahnya terasa sedikit berat.

Saat Ray mendekat, Lily keluar dari mobil dengan aura dingin dan tajam. Tanpa peringatan, sebuah tamparan keras mendarat di pipi Ray. Tamparan itu cukup keras, meninggalkan bekas kemerahan di pipinya. Wajah Lily penuh kemarahan, matanya tajam dan menantang.

"Beraninya kau datang lagi setelah kau mengotoriku dan menduakanku dengan wanita itu lagi. Apa kau tidak puas mempermainkanku selalu? Kage juga tidak mau mendukungku karena dirimu. Aku punya penyakit seperti ini juga karena dirimu... Kau membuatku tak bisa menghasilkan keturunan untuk Tuan Kage!" suaranya penuh kemarahan, nadanya menggema.

Ray yang mendengar itu menjadi terkejut. "Apa? Apakah pria itu bodoh atau apa? Padahal kau memiliki paras yang sangat cantik, kenapa harus di sia siakan begitu?! Hanya karena tak bisa menghasilkan keturunan, paling tidak, bukankah dia butuh kepuasan dalam ranjang?" tatap Ray tanpa adanya perkataan polos.

"Tutup mulut mu, jangan cari gara gara di sini, aku tak mau mendengar perkataan mu, bagaimanapun juga kau adalah alasan kenapa aku di ceraikan!!!" teriak Lily sekali lagi. Kata-kata Lily terasa menusuk, menampilkan kepahitan dan penyesalan yang selama ini terpendam.

Ray hanya diam dengan pipi yang masih merah, tatapannya penuh keraguan dan rasa bersalah. "Aku sedang tidak menduakanmu," jawabnya, mencoba meredam amarah Lily.

"Kalau begitu, siapa gadis itu? Apa kau juga terayu oleh iblis itu? Dia juga awalnya merayu Tuan Kage, aku sudah bercerita padamu, bukan?!" tuduh Lily dengan suara yang semakin keras. Ketidaksabaran tampak di wajahnya, sementara Ray mencoba tetap tenang.

"Dia Hikari. Kau pernah bercerita padaku, karena itulah aku mendekatinya untuk perlahan mencari informasi soal dia dan Tuan Kage," jawab Ray, suaranya tetap tenang namun penuh perhitungan.

"Aku tidak percaya itu!" Lily menyela dengan kesal, tangannya gemetar dalam genggamannya.

"Lily, tenang dulu. Kita bisa memperbaiki ini lagi," bujuk Ray, mencoba menenangkan suasana yang semakin tegang.

"Mau memperbaiki apa?!" suara Lily hampir meneriakkan kalimat itu, membuat Ray sedikit tersentak.

"Hikari dikejar oleh Tuan Kage, tapi kita bisa mencelakai Hikari perlahan-lahan untuk membuat Tuan Kage mau kembali padamu." Tatap

Ray dengan senyum tipis, sebuah ide jahat yang perlahan terbentuk dalam pikirannya. Lily menatapnya, terdiam, mencerna rencana yang diberikan Ray. Senyumnya perlahan muncul, tanda dia setuju dengan ide Ray.

Tapi Lily kembali berwajah tak percaya. "Ray, sebelum aku bersama dengan Tuan Kage, kau dan aku selalu melakukan nya berkali kali di ranjang, tapi kenapa karena hal itu, aku jadi di ceraikan begini, dan sekarang kau bilang bahwa gadis yang bernama Hikari itu sangat di cintai oleh Tuan Kage.... Memang nya itu berguna? Jika dia di cintai Tuan Kage, itu berarti bukankah dia adalah pemenang antara aku dan gadis itu?" tatap Lily dengan wajah khawatir. Dia hampir mengakui Hikari menang dalam pembalasan dendam apalagi memperebutkan Kage.

"Hei, ku dengar sih, Hikari dulu sangat membencinya, jadi mungkin Tuan Kage harus bekerja keras untuk mendapatkan kepastian gadis itu kembali. Siapa tahu dia menyerah karena gadis itu keras kepala lalu ketika kau merayunya lagi, hubungan kalian bisa kembali... Tak peduli apa yang di larang keluarganya, cinta tetap nomor satu... Apalagi uang nya," tatap Ray meyakinkan Lily.

Seketika Lily tersenyum licik juga. "... Hm, itu ide yang bagus sih, baiklah aku menerimanya."

"Tapi ada syaratnya, kau harus melakukannya bersamaku di ranjang," Ray menatap. Kali ini tatapannya benar-benar penuh aura licik, tidak sama seperti saat dia menggunakan tatapan ramah pada Hikari. Itu disebabkan karena sifat asli Ray memang seperti itu, dan dia juga bertanggung jawab untuk ikut campur dalam konflik ini. Sepertinya Ray bukanlah lelaki baik yang dikenal, dia memiliki maksud lain mendekati Hikari, dan rupanya dia adalah lelaki rubah yang licik, lebih menyukai Lily yang merupakan sasaran empuk di kasur.

"Tentu saja, aku bisa menurutimu," Lily menjadi lembut padanya.