'Sial.. apa sekarang..'
Aku melirik ke segala arah, mencoba untuk mencari solusi atau ide yang dapat membuat situasi ku menjadi lebih mudah, namun aku tidak menemukan apapun, hanya dinding rumah yang mengelilingi kami, lepas dari suara kebakaran yang terdengar dari luar.
"Baiklah, aku memang tidak memprediksi bahwa kau akan mengalahkan anak buah ku, tapi ini waktu yang pas, lagian aku juga ingin mencoba sesuatu." Ucap sang pemimpin, aku melihat dirinya mengambil salah satu gelas yang berisikan darah manusia itu dan tersenyum seperti orang yang tidak sabaran, "Oh iya, aku belum memperkenalkan diri." Ucapnya, ia lalu meminum semua darah yang ada di dalam gelas kayu itu seakan akan minuman itu terasa enak, itu membuat ku merasa jijik sedikit.
"Nama ku Arwin, terimakasih, sekarang..", Tubuh pemimpin yang bernama Arwin itu tiba tiba saja mengeluarkan aura hitam kemerahan yang melayang ke atas seperti api, kepalanya menunduk kebawah dan dengan perlahan ia mengangkat kepalanya dan melihat ke arah ku.
"Matilah"
BOOM!
Arwin menerjang dengan sangat cepat, terjangannya menyebabkan suara hantaman yang keras dan tanah yang dipijakinya tadi pun runtuh dan terlempar sampai berkeping keping, dirinya melesat kearah ku, dalam satu kedipan mata tiba tiba saja aku melihat bilah belati yang mendekati ku, aku hampir tidak bisa bereaksi, tapi untungnya aku masih bisa menghindar dengan luka sayat yang cukup dalam di kantung mata ku.
"KUUGGHH!!" Aku menggerutu, Arwin menjadi semakin kuat, jauh lebih kuat dari yang aku duga, kemungkinan besar situasi saat ini jauh lebih berbahaya daripada melawan semua anak buahnya tadi.
Melihat kalau serangannya gagal, Arwin pun menendang perut ku sebagai pijakan untuk menjauh kebelakang, sampai saat ini aku masih bisa melihatnya dikelilingi oleh sebuah aura merah yang membuat ku merasa tidak nyaman.
'Tch, jadi dia bertambah kuat dengan meminum darah, kalau begitu, dia ini..'
Saat aku tengah membuat tebakan atas apa yang mungkin terjadi, tiba tiba saja Arwin merusak kefokusan ku dengan kata katanya, "Aku baru ingat, sepertinya dua tidak masalah."
'DIA ADALAH PEMUJA SIHIR GELAP!!'
Arwin pun meminum gelas darah kedua dan tak lama kemudian, badannya bergetar dan dia mulai bertransformasi, "Yeahh.. Ini dia, aku bisa merasakan kekuatan yang masuk kedalam tubuhku!" Ucapnya, semakin dia dibiarkan, semakin mengerikan pula bentuk dirinya, anak buahnya yang tersisa menyoraki Arwin, "O- OHH!! ITU DIA!! KAPTEN BERHASIL!" Ucap mereka, para warga sandra yang masih hidup pun berteriak ketakutan, beberapa dari mereka pingsan karna itu.
Tubuh Arwin membesar, menjadi kekar, kulit-kulitnya menghitam dan mulai terbentuk sebuah lubang-lubang kecil yang tersebar dimana mana, kepalanya menumbuhkan tanduk, dan tangannya berubah menjadi sebuah pedang yang terbuat dari kulit miliknya.
'Bajingan, apa apaan ini, kau pasti bercanda, dia berubah menjadi iblis menjijikan'
Arwin tidak bergerak selama bertransformasi, dia juga sepertinya tidak menghiraukan ku, kedua tangannya digunakan untuk menutupi wajahnya, seperti berlindung, kupikir ini adalah momen yang tepat untuk menyerang Arwin, dengan stamina ku yang masih tersisa, aku melaju dengan cepat, menyiapkan pedang ku untuk menebas dan pada akhirnya mengenai tepat di kedua tangannya, ku kira aku akan memotong tangannya, namun kekecewaan dengan cepat kurasakan, tangan miliknya tidak terluka sedikit pun, bahkan pedang ku sepertinya hanya membuat suara yang biasa terdengar apabila sebuah metal atau besi di hantamkan dengan satu sama lain, semua anak buah Arwin yang masih tersisa melihat serangan ku dan mereka pun bersiap untuk menyerang balik selagi Arwin sedang dalam mode tidur.
"HENTIKAN DIA!!" Ucap salah satu anak buahnya, aku mengetuk lidah dan mengganti fokus ku kepada orang orang leman ini dahulu, mereka mencoba melancarkan serangan, menebas dan menusuk, salah seorang dari mereka bahkan menggunakan sihir, tapi untungnya si penyihir itu membutuhkan waktu lama untuk mengeluarkan sihirnya, itu memberi ku waktu untuk terus menyerang dan membunuh mereka satu persatu.
"AAKKHH!!", Ucap anak buah Arwin yang terakhir, tangannya kutusuk dengan pedang ku agar dia merasakan sakit dan tersiksa selama aku membiarkannya hidup.
Kutatap muka dia dengan tatapan dingin yang memberi tahunya kalau aku tidak ada niatan untuk mengasihani atau membuat kematiannya berlangsung dengan cepat, wajah miliknya sedikit demi sedikit dipenuhi rasa takut, dia menggeliat layaknya ulat, mencoba untuk melepaskan diri dari genggaman ku, tapi itu hanya akan menambah rasa sakitnya, jadi aku biarkan.
"D- Dasar brengsek, huff.. huff.." Ucapnya dengan marah dan terbata bata akibat kehilangan darah, "K- Kau akan m- mati di tangan k- kapten! AAAKKKHHH!!!" Dirinya berteriak karna aku tidak ingin mendengar sepatah kata pun dari dia lagi, sudah cukup telinga ku dimasuki oleh suara suara yang berasal dari iblis berkedok manusia ini, rasanya ingin sekali aku memotong tangan mereka satu persatu, dilanjutkan dengan kaki dan pada akhirnya, 'Kepala-'
BOOM!
Wajah ku dipukul, bukan oleh anak buah itu, melainkan oleh sesuatu yang besar dan keras, aku mendengar suara hantaman yang berdengung di telinga ku, terlempar hingga ke dinding rumah dan menembusnya, aku pun berhenti di tengah tengah kebakaran desa, terbaring di tanah yang panas dan minim oksigen.
Penglihatan ku mulai kabur, aku sulit melihat, kepala ku sakit, telinga ku berdengung tak ada hentinya, badan ku panas, dan aku juga bisa merasakan luka sayat, patah tulang, dan kerusakan di tengkorak kepala ku, "Huff.. Huff.. Huff.." Aku terengah-engah, darah mengalir dari kepala hingga ke kaki ku, aku hampir tidak bisa berdiri lagi, namun aku harus terus melangkah, aku harus terus menjauh dari api ini, 'aku harus bertahan'
Selagi aku terus berjalan pincang dengan seluruh rasa sakit di badan ku ini, aku bisa mendengar suara ledakan lagi yang berasal dari arah depan, ledakan itu terdengar kecil karna telinga ku yang sudah rusak, namun getaran tanah yang kurasakan ini membuat ku yakin kalau ledakan itu tidaklah sepele, ada yang aneh disini, tidak, semuanya memang aneh sedari awal.
"aaakkkhhh!!!"
Suara teriakan kecil terdengar di telinga ku, suara itu seperti tidak asing, kupikir itu mungkin adalah suara warga desa yang saat ini sudah tidak bisa diselamatkan, namun perasaan ku berkata lain.
Beberapa detik berlangsung dan aku masih belum bisa menghilangkan rasa gelisah di hati ku ini, aku pun ingat dengan rekan rekan ku, aku ingat kalau mereka sedang membantu dengan kebakaran desa ini, tapi kenapa api api ini belum padam dan malah bertambah besar, ku cari alasan yang masuk akal di otak ku, sampai pada akhirnya, dari atas langit, ada sesuatu yang jatuh ke tanah didepan ku.
"a- apa itu" Ucap ku dengan suara yang kasar, sepertinya saraf vokal di tenggorokan ku juga mengalami kerusakan.
Aku tidak bisa melihat benda itu karna penglihatan ku yang kabur, jadi aku pun mendekat, sedikit demi sedikit, benda itu terlihat semakin jelas, dan pada saat aku sudah berada di depannya, disana lah hati ku hancur, hilang sudah semuanya, aku tidak punya apa apa lagi, setelah melihat Ela terbaring di bawah, terbunuh, dan dalam kondisi yang sangat mengerikan, tak tahan rasanya melihat rekan ku menjadi seperti ini, air mata tidak bisa kubendam, di tempat yang panas membara itu, ada setetes air yang jatuh ketanah, tanpa tujuan, tanpa kegunaan.
Pada saat itu aku berpikir, bahwa tidak ada lagi hal yang bisa memperburuk keadaan saat ini, namun aku salah, aku benar benar salah dan ku harap aku tidak pernah mengatakan itu, karna tidak lama kemudian, aku mendengar hantaman lagi di depan ku, ada sesuatu yang jatuh dari langit lagi, namun kali ini benda itu lebih besar, aku menoleh keatas dan seperti menambahkan penghinaan kepada rasa sakit ku, Arwin muncul dihadapan ku dengan menggendong dan memegang Dain, Winsen, dan Sieste, mereka sama sama sudah mati, tubuh mereka sudah dikoyak dan di putar hingga menjadi tidak dikenal, Arwin yang sudah bertransformasi itu melihat ku dengan senyum jahatnya, seakan akan dia menikmati rasa sengsara ini, rasa keputus asaan, yang ku rasakan sebelumnya, kini kembali lagi.
"Ya.. Ya.. itu yang ingin aku lihat, teruslah putus asa dan tanamkan rasa takut ke hati hingga akhir riwayat mu" Ucap Arwin dengan suara terdistorsi layaknya iblis sungguhan.
Aku menatap Arwin, mata ku sudah tidak memiliki apapun, tidak ada rasa ingin hidup, tidak ada kegigihan atau rasa benci, hanyalah kehampaan abadi yang aku tahu betul tidak ada jalan keluarnya, di akhir hayat ku, Arwin pun menginjak badan ku dengan kaki besarnya, menggepengkan badan ku dan mengeluarkan semua darah yang ada.
.
.
"Flint"