Chereads / A Mercenary Who Captures Time / Chapter 3 - Lebih Detil Dengan Masa Lampau

Chapter 3 - Lebih Detil Dengan Masa Lampau

'L- logo itu!' Pikir ku, aku dan rekan ku melihat ada banyak gerombolan orang mengenakan jubah hitam berlari di atas atap rumah-rumah, seakan-akan mereka tidak terpengaruh oleh api yang membara di bawah telapak kaki mereka, selain jubah hitam mereka yang menutupi wajah, ada satu hal lain yang aku kenal.

Dibelakang jubah mereka, terpapar logo bulan sabit berdarah, sama persis dengan logo yang kulihat saat desa asal ku terbakar, mereka berlari tanpa menghiraukan kami, tak lama kemudian mereka pun hilang ke area seberang, para orang orang itu mungkin tidak peduli dengan kami, tapi aku peduli, sangat peduli.

"Siapa mereka!?" Ucap Sieste, "Aku tidak tahu, tapi lebih baik kita mulai mencari orang yang selamat, Ela akan menggunakan sihir airnya untuk memadamkan api" Balas Dain dengan Ela mengangguk setelah mendengar kata katanya.

Ku berdiri diam menatap langit ke arah atap yang tadinya di lewati oleh orang-orang misterius itu, dengan pedang yang ada di samping ku, aku pegang erat erat genggamannya dan mencabut pedangnya dari sarung pengaman, wajah ku seperti batu, tapi mata ku terlihat sangat dipenuhi dengan rasa benci, selagi rekan rekan ku mulai membantu kesana dan kesini, yang ada di pikiran ku saat ini hanyalah kenangan masa lalu ku, saat dimana ibu dan ayah terbunuh, aku mengingatnya dengan jelas, detail demi detail.

"Oi, Flint, apa yang kau lakukan?" Tanya Dain, "HEYY!! BANTU ELA DENGAN MENYALURKAN MANA KALIAN!" Argo tiba tiba saja memanggil, Ela terlihat sedang bekerja keras memadamkan api-api disekitar, itu pasti memerlukan banyak mana, lebih dari yang Ela punya di dalam tubuhnya.

"Ah! Baiklah!" Balas Dain, Winsen dan Sieste pun mendekati Ela untuk memberinya mana setelah mereka selesai mencari. "Ayo Flint, kita juga kesana." Lanjutnya, namun aku tidak mengikuti Dain, dia sadar akan hal itu dan berhenti setelah beberapa saat.

"Flint?" Tanya dia, aku pun membalas dengan suara yang terdengar tanpa emosi, "Dain, maaf.. Tapi bisakah aku pergi sebentar, ada beberapa hal darurat yang harus aku urus."

Mendengar perkataan ku, kepala Dain menyamping dengan ekspresi bingung, dia pun bertanya, "Flint, jangan bilang.." Ucapnya, 'dia pasti sudah tau apa maksudku.' Aku tidak mengeluarkan sepatah kata apapun, hanya perlahan berjalan ke depan, menjauh dari Dain dan rekan rekan ku.

"ITU BERBAHAYA!!" Teriaknya, dia benar benar tau, teriakannya membuat rekan rekan ku yang ada di seberang menoleh ke arah kami, mereka ikutan bingung dengan apa yang terjadi, "Ingat janji kita?" Dain kembali berbicara, "Kita berjanji akan membantu satu sama lain bukan, itulah yang selalu kita lakukan hingga saat ini." Lanjutnya.

"Aku tidak tahu apa yang membuat mu menjadi seperti ini sampai sampai ingin membunuh para orang berjubah itu, tapi-" Ucapannya dipotong oleh ku, "Diamlah, aku tahu itu, aku tau.. Tapi ini ada sangkutannya dengan masalah pribadi, jadi kurasa kalian tidak perlu ikut campur, aku tidak ingin menyusahkan kalian."

"Bagaimana jika kau terbunuh!" Ucapnya dengan cepat, "Jika itu terjadi, maka biarlah, bukankah itu adalah takdir yang wajar untuk seorang mercenary?" Balas ku.

"Tapi-" Sebelum Dain dapat berbicara lebih lanjut, aku pun melompat ke atas atap rumah, lalu melompat lagi ke atap selanjutnya dengan cepat agar kaki ku tidak cepat terbakar oleh api, beberapa atap yang ku pijak sudah menjadi rapuh, jadi pada saat aku menginjaknya dan melompat, atap itu rubuh di belakang ku.

Aku terus melompat, waktu yang kumiliki tidaklah banyak, lambat laun kaki ku pasti akan terus terbakar sedikit demi sedikit, bahkan sampai sekarang aku sudah merasakan rasa sakitnya.

"Tck, sedikit lagi.."

Beberapa momen berlangsung, pada akhirnya aku menemukan mereka, mereka berada di area ujung desa yang masih belum terpapar oleh api, disana juga adalah tempat dimana banyak warga desa berkumpul, mereka berkumpul disana karna semua akses jalan menuju gerbang desa sudah tertutup akibat reruntuhan rumah besar yang terbakar.

"Mereka.. Menyandra para warga." Ucapku dengan suara kecil, aku diam diam duduk sambil mengendap-endap di atap rumah yang masih belum terbakar, dari sana, aku melihat para warga diikat dengan tali keras dan dipaksa untuk menuruti perintah para orang berjubah itu, mereka sudah pasti adalah sebuah organisasi rahasia, sekarang yang perlu aku ketahui adalah apa tujuan mereka.

"Berikutnya." Ucap salah satu orang berjubah itu, dia terlihat agak berbeda dari para orang berjubah lainnya, dari semua orang disekitar, hanya dia satu satunya yang memiliki logo bulan berdarah berwarna putih, jika dilihat dengan logika dan akal sehat, 'dia sepertinya adalah pemimpin dari grup ini.' pikir ku.

Pemimpin dari grup ini menyuruh anak buahnya untuk mendekatkan salah satu warga yang diikat ke hadapannya, saat salah satu warga sudah terpilih, warga tersebut dilepaskan talinya, ia lalu memegang tangan kanan dari warga tersebut dan..

SLASH

"AAAAAGGGHHHHH!!!!!", Tangan kanan warga itu dipotong dengan belati, tidak disayat atau di tusuk, namun benar benar dipotong dengan tulang tulangnya, darah pun dengan cepat keluar, dimana si pemimpin dari grup organisasi ini mulai menampung darah yang mengalir itu menggunakan cangkir minum, tidak satu atau dua, tapi 3 cangkir minum berisikan darah telah didapatkan dari satu manusia saja, setelah tangan kanan warga itu dipotong, dia pun didorong kebelakang dan dibiarkan untuk mati akibat kehilangan darah, proses ini pun berlanjut ke warga selanjutnya.

"T- T- TIDAK!! TIDAK!!! LEPASKAN AKU!" Salah satu warga berteriak ketakutan, "LEPASKAN AKU!! AAHHHH!!! TOLONG!!" Warga lainnya pun mulai ketakutan dan berteriak juga.

"INI PASTI MIMPI BURUK. YA.. YA.. INI HANYALAH MIMPI BURUK"

"IBU!! AYAH!!!"

"Oh, dewa cahaya dan langit, tolong lah selamatkan kami semua.."

Mau sekeras apapun mereka memohon dan berteriak, itu tidaklah mempengaruhi situasi mereka sama sekali, para iblis yang berkamuflase sebagai manusia ini sudah tidak memiliki rasa ampun maupun moralitas, mereka lebih pantas disebut sebagai monster daripada seseorang.

"Tsk.. Sialan, sialan.. SIALAN!!!", Kesabaran ku pun diuji, aku tau kalau seharusnya aku terus berdiam diri dan menunggu momen yang tepat, namun aku tidak bisa melihat hal tragis ini terjadi di depan mata ku, aku tau apa yang mereka rasakan, rasa putus asa, ketakutan yang mendalam, aku pernah berada di situasi ini, dan pada saat itu, tidak ada satu pun penyelamat di sekitar, aku ingin setidaknya mereka memiliki harapan, walaupun kecil.

Aku turun dari atap, menghantam tanah dengan keras membuat semua orang menoleh kearah ku, 'Tidak bisa dimaafkan..' 

"Hmm.." Sang pemimpin grup menoleh sembari melepaskan tangannya dari tangan warga yang ingin dipotong, "Siapa kau?." Lanjutnya, suara dia terdengar menjengkelkan, seperti terganggu akan kehadiran ku.

Mereka semua melihat ku, itu adalah yang aku inginkan, 'Kemarilah, datang kesini, dan aku akan meladeni mu.'.

"...Baiklah, kau tidak ingin memperkenal kan diri, aku tebak kau ingin menyelamatkan semua orang orang ini kan?" Ucap sang pemimpi grup itu, "Hajar dia."

Para anak buahnya mulai berlari, melesat kearah ku secara bersamaan, mereka cepat, tapi itu bukan berarti aku tidak bisa melihat mereka, "HUFF!" Aku menghindar serangan mereka, ada yang mencoba menusuk, ada juga yang mencoba menebas, tapi itu semua aku hindari dengan presisi yang tepat.

Satu persatu, aku mulai menyerang balik, mereka ini bukanlah petarung biasa, aku tau itu, gerakan mereka cepat dan juga teratur, mereka punya beberapa pengalaman. Aku terus menghindar dan melempar mereka ke belakang atau samping agar mereka tidak dapat datang secara bersamaan ke arah ku, satu persatu pun aku kalahkan, satu orang datang dengan niat untuk menebas, aku menepisnya dengan pedang ku dan kubalas dengan tusukan di dada, seseorang mencoba mengejutkan ku dengan menusuk dari belakang, aku sudah tahu, karena mereka semua terlempar satu demi satu, formasi mereka sudah hancur, dan kini saatnya aku bergerak.

"Teknik Angin, Pijakan Hampa" Ucapku sembari ancang-ancang dengan pedang yang ada di tangan, aku berlari, suara pijakan kaki ku hampir tidak terdengar sama sekali, kecepatan ku bertambah, dan kini para orang orang berjubah itu mulai mencoba bertahan daripada menyerang, mereka mencoba menepis serangan ku, namun aku mempunyai serangan kedua di tempat yang berbeda, aku terus membasmi satu demi satu, mereka menepis, mereka mencoba menyerang kembali, ada kalanya serangan mereka mengenai badan ku, darah mulai bercucuran dimana mana, mengalir layaknya sungai miniatur di jalanan tanah, bukan hanya darah mereka, namun sebagian juga merupakan dari dari tubuhku sendiri.

"KEHEEUKK!!"

"AAKHHH!"

"GUGHKK!!"

Sampai pada akhirnya, hanya tersisa diriku, pemimpin grup ini, dan sedikit anak buah yang tadi tidak ikut menyerang, mereka diam di belakang, menyampingi para sandra.

"Ini diluar prediksi ku.." Ucap sang pemimpin grup, suaranya kini terdengar kaku dan agak takut, "Kau benar benar mengalahkan mereka semua, menakjubkan." Lanjutnya, tiba tiba saja nada suaranya berubah lagi, kini suara dia terdengar seperti ada rasa senang dan ketawa.

"Kuk ku ku.. Tapi sepertinya itu cukup menguras tenaga mu huh.."

Dia melihat tubuh ku yang penuh luka sayat, dia benar, pertarungan tadi cukup menguras tenaga ku, aku memang bukanlah petarung terbaik, namun aku dapat menggunakan teknik aura, dan itu adalah sesuatu yang menguras tenaga, jika penyihir memiliki sihir yang menguras mana, maka petarung seperti aku, Dain, Winsen, dan Argo memiliki aura yang menguras stamina.

'Sial.. apa sekarang..'