"Ahahaha! Tunggu lah aku!"
Pada sore hari yang gelap itu, aku yang berumur 9 tahun itu berlari mengikuti teman bermain ku, kami yang terdiri dari 4 orang itu berlari menuju rumah kami masing masing yang tidak sengaja memiliki arah yang sama, kami baru saja selesai bermain dari siang tadi, dan sekarang sudah saatnya kami kembali dan menunggu hari esok untuk melanjutkan permainannya.
"Beneran deh, Neil, kau itu cepet banget larinya" Ucap teman lain ku yang bernama Forte, Neil memang lebih atletik daripada kami semua, dan itu sudah menjadi hal biasa bagi kami.
Aku sampai di rumah ku setelah beberapa menit berlalu, kami mulai merasa lelah jadi kami pun memutuskan untuk berjalan, rumah ku adalah yang terdekat dari semuanya, jadi aku pun menyampaikan selamat tinggal ku dan masuk kedalam rumah, "Sampai jumpa besok!!" Ucap ku.
Pintu ku buka dan didalamnya, ibu ku sudah siap menyambut kedatangan ku dengan makan malam yang dihidangkan di atas meja makan, bersamaan dengan ayah ku yang sudah duduk di kursi.
"Eh, udah pulang anak ibu.." Saut ibu, "Kamu keringetan begitu, pasti abis lari.. Sana bilas dulu di halaman belakang" Lanjutnya, setelah ku lihat baik baik, badan ku memang sedikit bau akibat bermain, aku pun menganggukan kepala lalu berjalan menuju pintu belakang rumah.
Aku tinggal di sebuah desa yang pas-pasan, desa ini tidak lah terlalu besar ataupun terlalu kecil, penduduk disini tidak termasuk kedalam kategori terpencil, terkadang ada beberapa orang luar yang masuk kedalam desa kami untuk meneduh semalaman dalam perjalanan mereka, kebanyakan sudah pasti adalah petualang atau penjelajah, di halaman belakang rumah ku, ada beberapa benda seperti batang kayu kecil yang digunakan untuk membuat api dan memasak, ada juga peralatan seperti busur panah yang digunakan ayah untuk berburu jika memang sudah saatnya.
Semua itu tidak terlalu penting, jadi aku pun langsung pergi ke sumur yang ada di tengah area belakang, jujur saja, area belakang ini tidak hanya digunakan oleh keluarga kami saja, namun tetangga kami yang rumahnya bersebelahan juga sering memakai sumur ini untuk mengambil air
"Oh?, Flint? Ingin membasuh diri?" Sapa seorang ibu dari rumah seberang, "Iya" Balas ku.
Sepertinya ibu ini ingin mengambil air juga, aku tidak terlalu mementingkan kehadirannya, lagi pula aku juga tidak telanjang saat membasuh diri, hanya membuka baju saja.
.
.
Beberapa waktu setelahnya aku pun selesai membasuh dan duduk di kursi meja makan, ibu dan ayahku sudah menunggu, "Udah basuh dirinya? Kalo udah ayo makan, nanti makanan mu dingin loh" Ucap ibu, "Iya, ayah udah sengaja nambahin daging di mangkuk mu agar kamu bisa tumbuh lebih cepat ahaha!" Ayah ku mengikuti.
"Kalian ini.." Balas ku sembari tersenyum, tanpa membuang waktu lagi, aku pun mulai memakan makanan yang dihidangkan, tanpa berbicara sepatah kata pun kepada ibu dan ayah, rumah kami menjadi begitu sunyi, hanya suara kunyahan dan mangkuk kayu terdengar.
.
.
[ Malamnya ]
Perut ku sudah terisi, dan kini aku pun tertidur, di tengah malam yang sepi dan sedikit menakutkan itu, rumah rumah di sekitar tidak ada tanda tanda cahaya sama sekali, pada saat aku tengah tertidur, aku terbangun setengah sadar saat mendengar suara raungan serigala dan binatang lainnya di kejauhan, ini sudah menjadi hal biasa, dikarenakan letak desa kami yang tidak jauh dari hutan besar, mau tidak mau kami harus menerima situasi seperti ini.
"Urgh.. Dasar serigala, mereka lebih berisik dari biasanya.." Keluh ku sembari menutup telinga dengan bantal, ku pikir sejenak kalau sepertinya ada yang sedikit aneh, biasanya suara serigala itu tidaklah sekeras ini, tapi pada akhirnya aku mengabaikan pikiran itu.
Sampai saat ini juga, aku berharap seharusnya pada saat itu, aku tidak mengabaikannya
Suara ledakan keras berdengung masuk ke telinga ku, tubuh ku kaget dan aku pun membuka mata secara lebar-lebar, ada banyak cahaya kuning yang terlihat, mata ku sakit hanya dengan melihatnya saja, rasa panik yang memenuhi hati membuat ku dengan tergesa-gesa pergi dari kamar dan mengecek ke ruang tamu, dimana disanalah aku melihat api besar yang membara, membakar semua kayu dan furnitur rumah ku, ibu dan ayah yang juga ikut keluar dari kamar mereka pun panik dan segera memelukku, "FLINT!! FLINT!! KAU TIDAK APA APA KAN?!" Teriak ibu ku panik.
"I- Ibu.. A- apa yang terjadi" Ucap ku bingung melihat kekacauan ini, "TENANG YA NAK.. TENANG, AYO SINI IKUT IBU, AYAH AYO YAH!" Balas ibu selagi mengangkat badan ku yang kecil, "Demi dewa langit, selamatkan lah kami.." Lanjutnya.
Aku melihat ayah mengikuti dibelakang ibu, dan saat kami keluar rumah, bola mata mereka seakan keluar dari lubang nya, disitu lah aku pun sadar dan melihat disekeliling ku, orang orang berteriakan, rumah rumah terbakar, suhu temperatur yang kurasakan ini pun sangatlah panas, aku tidak kuat menahannya, ini sakit dan aku tidak suka rasa sakit.
"AAAGGGHHHH!!! TOLONG!! TOLONG AKU!!" Teriakan seseorang yang terjebak didalam rumah menghantui telinga kami, bukan hanya satu, namun ada banyak korban yang masih terjebak didalam rumah mereka, suara jeritannya membuat ku pusing, aku berharap semua ini hanyalah mimpi buruk saja.
"CEPAT!! KITA HARUS PERGI!" Teriak ayah, dari ekspresi wajahnya, dia terlihat seperti bukan ayah yang ku kenal, "APA? KENAPA??" Balas ibu, saat ayah mencoba membalas lagi, ada balok kayu yang jatuh didekat kami, balok kayu itu terbakar dan ukurannya juga tidaklah kecil, ayah ku benar, kita harus pergi dari sini secepatnya, tanpa diberi waktu untuk berpikir, ibu dan ayah pun berlari secepat mungkin, menjauh dari desa laut api itu.
Kami pikir ini hanyalah sebatas insiden kelalaian yang biasa, namun itu tidaklah seindah yang kukira, setelah kami keluar dari desa, kami dicegat oleh beberapa orang tak dikenal, mereka mengenakan topeng dan masker wajah, identitas mereka benar benar misterius.
Energi ku sudah habis, otak ku sudah lelah memproses semua hal ini, aku sudah tidak tau lagi apa yang terjadi, ibu dan ayah juga terlihat lelah, ini gawat, sangat gawat, orang orang misterius itu membawa pedang bilah pendek yang mereka pegang di kedua tangan mereka, bahkan anak kecil seperti ku pun tahu kalau mereka ini bukanlah orang baik, aku takut, kupikir aku akan mati, tapi ayah ku melangkah kedepan.
"Siapa kalian ini.." Ucap ayah sembari membelakangi ibu dan diriku dengan tangannya, "Apa kalian memiliki hubungan atas kebakaran desa ini?" Lanjut ayah.
"Diamlah binatang." Ejek salah satu orang misterius itu, "Kami tau kalian semua tidak akan mati oleh api itu, jadi kami bersiap siap diluar untuk situasi seperti ini."
"Tsk.." Ayah mengetuk lidahnya, dia tidak membawa busur atau pun senjata, yang dia punya hanyalah tangan kosong saja, aku melihat keringat diwajahnya bercucuran menetes ke tanah, apakah ayah ketakutan?.
"Veya, larilah selagi aku mengulur waktu.." Bisik ayah ke ibu, "Apa!? apa maksudmu.." Balas ibu ke dia dengan terkejut.
"Desa kita sudah dikelilingi oleh orang orang ini, tidak ada jalan keluar, pengorbanan harus dibuat disini."
Aku yang digendong oleh ibu itu merasakan setetes air mengenai tangan ku, ibu menangis, dirinya terlihat seperti sudah dibatas kewarasannya, setelah beberapa saat, ibu pun menganggukan kepalanya, apa maksud dari semua ini, aku masih belum paham.
Tanpa adanya peringatan atau apapun, ayah ku tiba tiba saja berlari kedepan, menuju ke arah orang orang misterius itu secara langsung, disana aku berpikir, apa ayah akan menang?, namun sebelum aku dapat melihat hasil dari pertarungannya, ibu ku berlari ke arah samping, menjauh dari ayah ku, dia menutup mulut ku agar aku tidak dapat berteriak, aku mencoba berteriak memanggil ayah, kenapa ayah maju sendirian? apa aku akan bertemunya lagi? kenapa ini terjadi?.
Itu tidak membutuhkan waktu lama sebelum aku mendengar sebuah suara tebasan pedang yang menebas sebuah daging, dengan suara darah mengalir, aku membayangkan ayah ku terbelah dua oleh orang orang misterius itu, kulit ku pucat, mata ku bak air mancur mengeluarkan air mata, tapi ibu tetap berlari.
Sampai pada akhirnya, aku mendengar suara hentakan kaki yang sangat cepat, mendekat dan semakin keras suaranya, hingga suara itu terasa seperti berada di belakang ku.
SLASH
Waktu terasa seperti melambat, ibu ku membuka mulutnya dan ia secara perlahan terjatuh ketanah selagi berlari, darah pun muncul di punggungnya, aku terlempar kedepan dan menghantam batu besar, kepala ku sakit, aku merasakan darah keluar dari kepala ku, sesaat sebelum kesadaran ku hilang, aku melihat dengan mata ku yang kabur, ibuku di tusuk oleh bilah mereka, berturut-turut, tanpa belas kasihan.
.
.
"HUHH!!"
Aku terbangun dengan keringat dingin, di dalam kamar ku.