Hari-hari berlalu, dan desa itu semakin memperkuat pertahanannya. Irian dan timnya bekerja tanpa henti, mengajarkan penduduk tentang taktik bertahan dan penggunaan sihir. Namun, meskipun suasana mulai stabil, Irian tidak bisa menghilangkan rasa khawatir di dalam hatinya. Kegelapan Purba masih mengintai, dan ancaman itu selalu terasa dekat.
Suatu malam, saat Irian berdiri di luar rumahnya, memandangi langit berbintang, Kira mendekat. "Apa yang kau pikirkan?" tanyanya lembut, mencoba memahami kegelisahan di wajahnya.
"Rasa tenang ini terlalu menyenangkan untuk dipercaya," Irian menjawab. "Aku merasa ada sesuatu yang akan datang. Kegelapan Purba tidak akan menyerah begitu saja."
Kira mengangguk, matanya menyiratkan pemahaman. "Kita harus tetap waspada. Kita sudah mempersiapkan diri sebaik mungkin, tetapi kita juga harus siap menghadapi hal yang tidak terduga."
Irian berpaling ke arah hutan, merasakan aliran energi yang tidak biasa. "Aku akan melakukan pengintaian malam ini. Mungkin aku bisa merasakan kehadakan yang mendekat."
"Biarkan aku ikut," Kira menawarkan, wajahnya penuh determinasi. "Kita bisa saling melindungi."
Dengan persetujuan, mereka berdua bergerak menyusuri hutan, menjaga ketenangan di tengah malam yang sunyi. Saat mereka melangkah lebih dalam, suara gemerisik dari semak-semak membuat mereka waspada. Irian mengangkat Pedang Ketiadaan, siap menghadapi apa pun yang muncul.
"Mari kita tetap bersatu," Kira berbisik, memfokuskan energinya pada sihir pelindung.
Akhirnya, mereka sampai di sebuah clearing. Irian merasakan hawa dingin yang aneh, seolah kegelapan berkumpul di sekitar mereka. "Ada sesuatu di sini," katanya, mengerutkan kening. "Aku bisa merasakan energi gelap."
Tiba-tiba, sosok-sosok gelap muncul dari bayang-bayang, wajah-wajah yang familiar namun menakutkan. Irian terkejut melihat bayangan dari penduduk desa yang hilang, wajah-wajah yang terhapus dari ingatan. "Tidak… ini tidak mungkin!"
Kira menggenggam tangannya. "Ini adalah ilusi! Kegelapan Purba mencoba mengacaukan pikiran kita!"
Irian mengingat kembali kata-kata suara dari gua. "Cahaya dan kegelapan saling melengkapi… Aku tidak boleh membiarkan ini mengalahkanku."
Dengan mantap, Irian mengangkat Pedang Ketiadaan dan melepaskan cahaya terang ke arah sosok-sosok gelap. "Kau tidak akan bisa menghancurkan ingatanku!" Ia berteriak, memfokuskan semua energinya.
Cahaya dari pedang membakar bayangan-bayangan itu, membuat mereka menghilang satu per satu. Namun, sosok terakhir, yang paling dekat dengan Irian, tampak tersenyum. "Kau akan selalu sendirian, Irian. Kegelapan akan selalu menantimu."
"Tidak!" Irian berteriak, mengusir bayangan itu. "Kau bukan bagian dari aku! Aku tidak akan membiarkanmu mengendalikan hidupku!"
Ketika bayangan itu menghilang, Irian terengah-engah, merasakan kepastian baru mengalir dalam dirinya. "Kita harus kembali. Ini hanya awal dari apa yang akan datang."
Kira menatapnya, raut wajahnya menunjukkan kekhawatiran. "Apa yang kau lihat? Apa mereka…?"
"Ilusi," Irian menjelaskan. "Tetapi ilusi yang kuat. Kita harus melindungi desa dari pengaruh Kegelapan Purba."
Mereka kembali ke desa dengan cepat, berusaha menenangkan hati mereka. Sesampainya di sana, Irian segera memanggil penduduk untuk berkumpul. "Kita perlu berbicara. Kegelapan Purba mungkin akan mencoba menyerang kita dengan cara yang lebih halus."
"Bagaimana cara kita melindungi diri?" tanya seorang penduduk, suaranya bergetar.
"Kita perlu membuat penghalang pelindung di sekitar desa, dan setiap orang harus belajar mengenali ilusi yang dapat mengganggu pikiran kita," Kira menjelaskan, menatap semua wajah cemas di sekelilingnya.
Irian menambahkan, "Kita tidak boleh membiarkan rasa takut mengendalikan kita. Kita harus saling mendukung, mengingatkan satu sama lain tentang kekuatan yang kita miliki."
Mereka mulai merencanakan langkah-langkah selanjutnya. Dalam beberapa hari ke depan, Irian, Kira, dan Garron membagi tugas untuk melatih penduduk. Mereka belajar cara menggunakan sihir pelindung dan membangun tembok penghalang yang kuat.
Selama latihan, Irian merasa semangat penduduk semakin meningkat. Mereka bekerja keras, menyadari bahwa setiap orang memiliki peran penting dalam mempertahankan desa. Dalam hati Irian, keyakinan tumbuh bahwa mereka bisa melawan kegelapan jika bersatu.
Namun, di malam hari, saat melihat bintang-bintang, Irian tidak bisa menghilangkan perasaan bahwa Kegelapan Purba sedang mengawasi mereka, menunggu saat yang tepat untuk menyerang. "Aku akan melindungi semuanya," ia berjanji pada dirinya sendiri, bertekad untuk siap menghadapi setiap tantangan yang akan datang.
Hari-hari berlalu, dan persiapan mereka semakin matang. Meskipun ketegangan masih meliputi, Irian merasa bahwa bersama timnya, mereka akan menghadapi apa pun yang mengancam. Kekuatan, persahabatan, dan tekad mereka akan menjadi cahaya dalam kegelapan yang mengintai.