Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Ku Gadai Cintaku Demi Suami Brengsek

Wizzy_Astutie
--
chs / week
--
NOT RATINGS
484
Views
Synopsis
Kupikir setelah menikah segalanya akan mengubah hidupku layaknya puteri-puteri di negeri dongeng. Ternyata Aku salah justru pernikahan yang selalu ku impikan menjadi bumerang yang sulit sekali ku hindari! Dari cobaan hidup yang menerpa sampai memiliki seorang suami yang posesif, menekan dan kasar. Hidupku bagai di neraka! Kadang ku berpikir bagaimana kalau ku akhiri saja hidupku? Aku dijual suamiku sendiri hanya karena perekonomian keluarga kami yang sulit dan sialnya lelaki yang membeliku adalah Dion Pratama.
VIEW MORE

Chapter 1 - Kasar

Gubrak!

Pintu tiba-tiba didorong dengan keras, Aku yang sedang tertidur langsung terkejut. Bang Awan tampak berdiri di depan pintu. 

"Dasar isteri pemalas!"

Tanpa perasaan bang Awan segera menyiram wajahku dengan segayung air, Aku yang masih setengah sadar tentu saja kaget bukan main, itu karena hidungku di masuki sedikit air. Aku terdiam sambil mengelap wajahku pelan. 

"Semenjak Kamu hamil, kamu jadi semakin pemalas dan tidak menghargai suami sama sekali, apa karena janin didalam kandunganmu ya?!" Omelnya keras. 

Bang Awan kini berjalan mendekatiku dan menampar keras perutku. Refleks kupegang perutku. 

"Ya ampun bang, Abang apa-apa sih, sakit tahu bang. Janin yang ada didalam kandunganku ini adalah anak kamu bang! Kok kamu bisa-bisanya setega itu. Lagian sekarang aku ngak enak badan Bang."

"Kalau ngak mau dimarahin suami, ya pinter-pinter dong! Kamu ngak masak ya pagi ini!" Bentaknya. 

"Maaf bang, bukannya Aku ngak mau masak tapi duit yang abang kasi sudah habis."

"Habis?" Tanyanya datar. 

"Iya, habis bang dan uang yang Abang kasih itu ngak cukup."

"Ngak cukup kamu bilang?"

Aku mengangguk dan kini wajah serta tangannya mendekat. Bang awan mengelus pundakku, perlahan tangannya naik keatas, Aku diam saja, menelan saliva dan--

"Auw... Sakit Bang! Apa yang abang lakuin?" Tanyaku sambil meringis karena dia tiba-tiba menyentak ujung rambutku. 

"Aku peringatkan sama kamu, kalau terus-terus kamu kayak gini bisa aja Aku tinggalin kamu!"

"Jangan Bang, kumohon maafin salahku bang, Aku akan berusaha cari kerja supaya setiap hari Aku bisa siapin makanan buat kamu bang." Bantahku pelan.

Karena Aku ngak mau bang Awan ninggalin Aku. Ya, biar saja Aku seperti wanita bodoh tapi ini semua kulakukan demi janin yang ku kandung! Aku ngak mau jika nanti anak ini lahir tanpa Bapak, Aku tidak mau. Biarlah untuk saat ini Aku harus bisa mengalah. 

"Nah gitu dong! Kalau jadi isteri itu harus bisa mikir, gimana cara bahagiain suami. Kalau gitu, mandi sana gih! Cari hutangan apa kek untuk makan hari ini!"

"Iya bang."

Aku segera bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju toilet. Bang awan hanya memandangku dengan senyumnya yang kecut. 

Sudah beberapa minggu ini Bang awan hanya menganggur di rumah karena dia bilang lagi tidak ada borongan. Suamiku itu pekerjaannya adalah tukang bangunan. Aku mengiyakan saja walaupun sebenarnya jika dia memang mau bekerja dan memang ada niat, kan bisa cari kerja apa saja yang penting menghasilkan duit. Toh di kota kami tinggal ini lahan pekerjaan masih mudah dicari. Kerjaan Bang Awan di rumah hanya ngopi, tidur dan bermain ponsel saja.

Setelah mandi serta berpakaian Aku segera ke warungnya bu Siti yang merupakan warung kecil di depan kontrakan kami. Berharap bisa ngutang apa saja. 

Aku berjalan dengan langkah bingung, apa iya Bu Siti mau ngutangi? Aku malu, ya Aku malu sekali sebenarnya, karena kami berdua belum cukup lama tinggal di sini. Takutnya Bu Siti ngak percaya! Maklumlah zaman sekarang sulit sekali cari orang yang jujur walaupun ada tapi kemungkinan hanya beberapa persen. 

"Bu," panggilku pelan.

"Eh kamu Asti, mau beli apa?" Tanyanya sambil tersenyum ramah. 

"Anu bu." Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal. Bingung harus dimulai dari mana. 

"Apa? Kok kayaknya gugup begitu?"

"Bu, sebenarnya kedatangan saya kesini bukannya mau beli, tapi.. " Aku tak melanjutkan kata-kataku yang terasa tertahan di tenggorokan. 

"Tapi apa?"

"Mau ngutang Bu." Tukas ku cepat. 

"Ngutang?" Bu Siti tersenyum hambar. 

"Iya bu, atau kalau Ibu merasa keberatan Ibu bisa kasih kerjaan apa saja yang penting bisa menebus barang yang akan saya hutang."

"Beneran kamu mau? Memangnya Awan ngak kasih kamu duit ya? Atau dia belum gajian? Perasaan udah hampir dua minggu ngak pernah lihat Awan lewat."

"Bang Awan lagi ngak punya pekerjaan bu."

"Oh, ya udah ambil aja dulu barangnya nanti kamu kesini lagi buat nebus hutangnya."

Aku langsung tersenyum dan berkali-kali mengucapkan terimakasih pada Bu Siti. Alhamdulillah Aku punya tetangga yang cukup baik. 

Aku mulai mengambil bahan yang kuperlukan, seperti telur, kecap dan juga masako. Hari ini aku mau masak telur kecap saja karena menurutku itu lebih cepat dan praktis. Maklumlah bang Awan mungkin sudah sangat kelaparan sehingga emosinya pun sampai meledak-ledak begitu. 

"Sudah Bu, ini saja, semuanya berapa bu?" Tanyaku yang sudah meletakkan bahan masakan di atas meja kasir milik bu Siti. 

"Ini saja ya?"

Aku mengangguk. 

"Telur 3 butir 6 ribu, kecap 1 bungkus 3 ribu dan masako 2 bungkus 1 ribu jadi totalnya 10 ribu aja." Ucap Bu Siti sambil memasukkan belanjaanku. 

"Kok cuma sedikit? Apa ngak kurang?"

"Mudah-mudahan sih ngak Bu, lagian nanti kalau butuh lagi, saya masih berharap Bu Siti mau ngutangi saya lagi." Jelas ku.

Sebenarnya sih Aku merasa tak enak hati tapi ini semua terpaksa kulakukan agar bang Awan tidak marah-marah terus denganku. 

"Ya sudah."

"Terimakasih Bu, jadi langsung saya bawa ya Bu belanjaannya."

Wanita paruh baya itu hanya mengangguk saja, akupun pulang dengan perasaan yang sedikit lega.

Sesampainya di rumah, ku ucapkan salam dan Akupun masuk, kulihat bang Awan sedang duduk di atas kursi sambil menghirup kopi hitamnya. Tak lupa ponsel kesayangannya. Bang Awan tak menghiraukan kedatanganku menoleh pun tidak. Aku melangkah saja. 

"Mau punya uang banyak ngak?" Tanyanya tiba-tiba tapi tatapannya masih fokus ke ponsel.