Setelah beberapa jam berjalan ke arah barat, Zaki berhenti sementara untuk beristirahat.
"Sialan! Seberapa besar sih gurun pasir ini!?" Ucap Zaki mengeluh
"Maaf karena terlambat memberitahu mu tuan, tapi saat ini kita di planet Decontis yang merupakan planet padang pasir, tuan. Hehe." Ucap Yuko sambil terkekeh.
"Sialan, mengapa kau tak memberitahu ku lebih awal!?" Ucap Zaki dengan kesal.
Yuko menjawab, "Kamu tidak bertanya tentang itu dari awal, tuan."
"Oh, benarkah? Hehe, maafkan aku." Ucap Zaki dengan sedikit tertawa.
Yuko hanya merespon perkataan Zaki dengan muka cemberut.
"Oh ya, berapa kilometer lagi kita akan sampai?"
"Sudah dekat, tuan. Sekitar 1 km lagi."
"Hehe, itu berarti masih jauh, Yuko." Ucap Zaki sambil terkekeh.
Akhirnya Zaki mulai berjalan lagi setelah sedikit beristirahat.
Setelah sampai di tujuan, Zaki malah kebingungan dan suasana berubah menjadi tegang.
"Mengapa desa ini porak-poranda? Mengapa banyak mayat bertebaran dimana-mana?" Ucap Zaki dengan ekspresi tegang dan kebingungan.
"Tunggu tuan, saya akan coba pindai kawasan ini."
Yuko mulai memindai seluruh kawasan desa untuk mencari tanda-tanda kehidupan.
"Ketemu! Terdeteksi tanda-tanda kehidupan di dalam bawah tanah."
"Hah, bagaimana bisa? Apa mungkin hewan?" Zaki bertanya kepada Yuko.
"Ada kemungkinan bahwa para korban yang selamat sedang bersembunyi di suatu bunker, tuan. Tapi tidak menutup kemungkinan bahwa itu hanya hewan." Yuko menjawab.
Zaki dan Yuko memulai pencarian untuk menemukan akses menuju bunker tetapi Zaki sempat berhenti karena melihat mayat anak kecil.
"Jiwa yang malang, kau bisa saja mempunyai masa depan yang cerah, tetapi takdir berkata lain. Beristirahatlah dengan tenang, jiwa kecil yang malang." Ucap Zaki sambil menutup mata mayat anak kecil tersebut sambil sedikit menitikkan air mata.
"Ayo kita lanjutkan pencarian, Yuko." Ucap Zaki dengan ekspresi datar sambil mengusap air matanya.
Zaki dan Yuko pun kembali melakukan pencarian akses masuk bunker.
Sembari melakukan pencarian, Yuko bertanya kepada Zaki, "Tuan, anda adalah seorang remaja kan? Lalu mengapa tuan tidak merasa ngeri atau ketakutan ketika melihat begitu banyak mayat? Dan juga apakah tuan tidak mual mencium bau darah?"
"Karena aku sudah melihat hal yang lebih mengerikan daripada ini. Aku sudah pernah melihat kematian kedua orang tua ku di depan mataku sendiri. Terutama ibu ku yang mati di dalam pelukanku. Itulah mengapa aku tidak merasa ketakutan ketika melihat tumpukan mayat dan juga tidak mual dengan bau darah." Ucap Zaki.
Yuko terdiam sejenak sebelum berkata, "Saya turut berduka cita atas kematian kedua orang tuamu, tuan."
"Tidak apa, itu kejadian yang sudah lama. Sejak aku umur 8 tahun. Aku sudah berdamai dengan hal itu. Santai saja." Ucap Zaki dengan santai.
Zaki dan Yuko terus mencari-cari akses masuk bunker tetapi hasilnya nihil.
"Sialan! Yuko, mengapa kau tidak pindai saja area ini agar lebih cepat menemukan akses masuknya." Ucap Zaki mengeluh.
"Oh... Ya juga. Maaf tuan, saya lupa. Hehe."
Ucap Yuko dengan sedikit tertawa.
Zaki menghela nafas dan berkata, "Ya ampun. Rasanya aku ingin memukul mu, tetapi apa daya, kau hanya hologram."
Yuko mulai memindai kawasan sekitar untuk mencari akses masuk bunker.
"Ketemu!"
"Dimana, Yuko?" Ucap Zaki dengan penasaran.
"Tepat di bawah kaki anda, tuan."
Zaki melihat ke bawah dan melihat pintu bunker nya.
Zaki dengan nada frustasi berkata, "Sialan!!! Ternyata dibawah kakiku saja!"
Yuko sedikit tertawa melihat tingkah laku Zaki.
Zaki menghela nafas dan berkata, "Baiklah, mari kita jelajahi bunker ini."
Zaki membuka pintu bunker dan Yuko langsung memindai bunker tersebut untuk membuat peta sederhana bunker.
"Apakah kamu sudah membuat denah bunker nya, Yuko?"
"Sudah tuan, memunculkan hologram peta sekarang juga."
Visual hologram peta bunker tersebut muncul di depan Zaki.
"Hmm? Aneh? Bunker bawah tanah tetapi tidak bercabang? Bukankah itu memudahkan musuh untuk mencari para korban?" Tanya Zaki kebingungan dengan peta bunker tersebut.
"Saya juga tidak tahu, tuan.
Zaki dan Yuko terus menelusuri jalur bunker tersebut untuk beberapa menit sebelum kemudian menemukan sebuah pintu besar.
"Sepertinya kita sudah sampai di ujung bunker. Apakah benar lokasi para korban selamat tersebut di balik pintu ini?"
"Ya, tuan. Itu benar."
"Heh, baiklah. Mari kita lihat seberapa kuatkah diriku." Ucap Zaki dengan semangat sambil mengeluarkan pedangnya.
"Apa kau yakin, tuan? Pintu besi ini terlihat sangat tebal." Yuko bertanya dengan khawatir.
"Tidak apa-apa, lebih baik dicoba dulu."
Zaki mulai memfokuskan semua energi kekuatannya pada tangan dan lengannya dan dalam sekali tebasan, pintu besi yang sangat tebal itu terbelah menjadi dua bagian.
Zaki sambil melompat-lompat dengan riang berkata, "Aku berhasil! Aku berhasil, Yuko!"
Yuko sedikit tersenyum melihat tingkah laku Zaki yang lucu sembari berkata, "Ya, tuan. Kau berhasil."
Zaki berhenti melompat-lompat setelah melihat orang-orang di dalam bunker yang terkejut dengan kekuatan milik Zaki.
"Oh, maaf. Apa aku menakuti kalian?" Ucap Zaki menenangkan para korban selamat.
Seorang anak perempuan mendekati Zaki dengan gemetar dan bertanya, "Kakak siapa?"
Zaki sedikit berlutut dan mengelus kepala anak perempuan tersebut dengan lembut sembari berkata, "Tenang saja, aku bukan orang jahat. Aku adalah pendatang dari luar dan aku ingin membantu desa kalian."
Anak perempuan tersebut dengan riang gembira langsung melompat dan memeluk Zaki secara tidak sadar dan berkata, "Terimakasih, kakak!"
"Tidak apa. Sekarang bantu kakak untuk mengeluarkan para warga dari tempat ini." Ucap Zaki sambil mengelus lembut kepala anak perempuan tersebut.
Anak perempuan itu pun melepas pelukannya dari Zaki dan memberitahukan kepada warga untuk keluar dari bunker.
Zaki dan para warga pun bersama-sama keluar dari bunker tersebut.