Sore menjelang malam di Akademi Stellar. Langit yang tadinya cerah mulai dihiasi semburat jingga, perlahan digantikan oleh kegelapan malam yang dihiasi bintang-bintang. Di kamar asramanya yang sederhana, Raka duduk termenung di tempat tidurnya. Di tangannya, sebuah benda berbentuk segitiga kecil terbuat dari kristal memancarkan sinar lembut.
Kai: (menatap benda di tangan Raka dengan bingung) "Raka, kenapa kau belum pergi menemui Alya? Bukankah malam Jumat adalah waktu spesial kalian berdua?"
Raka hanya mengangkat bahu sambil menatap benda itu dengan raut wajah ragu.
Raka: (dengan nada santai namun sedikit bingung) "Aku ingin pergi, tapi Alya tidak memberitahuku tempat pertemuannya. Dia hanya memberikan benda ini dan bilang, 'pegang ini, nanti kau akan bertemu denganku.' Aku tidak tahu apa maksudnya."
Kai mengernyitkan dahi, jelas tidak mengerti.
Kai: (menghela napas panjang) "Aku rasa ini semacam sihir lagi. Ya sudah, aku pergi dulu. Kris memintaku datang ke kamarnya."
Raka hanya mengangguk sambil terus menatap benda itu, sementara Kai melangkah keluar dari kamar. Kini sendirian, Raka terus memandangi benda kristal itu dengan rasa penasaran yang semakin dalam.
Tiba-tiba, suara lain terdengar di belakangnya.
Shade: (terbang masuk melalui jendela dengan kibasan sayap) "Apa yang membuatmu termenung begitu, Master? Kau terlihat seperti kehilangan arah."
Raka: (tersenyum kecil sambil mengangkat benda di tangannya) "Lihat ini, Shade. Alya memberikannya padaku. Katanya, aku hanya perlu memegang ini untuk bertemu dengannya. Tapi... aku tidak tahu bagaimana cara kerjanya."
Namun, sebelum Shade bisa memberikan tanggapan, benda itu tiba-tiba bersinar terang. Dalam sekejap, tubuh Raka menghilang dari pandangan.
Shade: (terkejut, mengepakkan sayapnya) "Eh?! Master?!"
---
{Teleportasi ke Kamar Alya}
Dalam sekejap, Raka muncul di ruangan yang berbeda. Ruangan itu jauh lebih mewah daripada kamar asramanya. Hiasan dinding berwarna emas, tempat tidur besar dengan tirai putih, dan aroma harum teh menyambutnya.
Di depan Raka, Alya berdiri dengan senyum jahil, matanya bersinar cerah melihat ekspresi bingung kakaknya.
Raka: (dengan nada kesal) "Alya! Kau... sengaja, ya? Tiba-tiba saja aku terteleportasi ke sini tanpa peringatan."
Alya: (tertawa kecil sambil memiringkan kepala) "Bagaimana menurut Kakak? Sihir teleportasiku hebat, kan?"
Raka menghela napas panjang, tapi akhirnya tersenyum tipis.
Raka: (dengan nada tenang) "Baiklah, aku akui. Sihir teleportasimu memang hebat. Tapi lain kali, beri aku peringatan dulu."
Alya: (tersenyum bahagia) "Baik, Kakak. Kalau begitu, ayo duduk. Aku sudah menyiapkan teh dan kue."
Keduanya duduk di meja kecil di sudut ruangan. Alya menuangkan teh untuk mereka berdua, sementara Raka memandang adiknya dengan rasa sayang yang tulus.
Raka: (dengan nada khawatir) "Alya, bukankah aku bisa kena masalah kalau penjaga asrama tahu aku ada di sini?"
Alya: (dengan nada santai) "Jangan khawatir, Kak. Kalau penjaga datang, aku tinggal mengembalikan Kakak ke kamar Kakak dalam sekejap."
Raka hanya bisa menggelengkan kepala, pasrah dengan tingkah jahil adiknya.
Setelah beberapa teguk teh, Alya mulai berbicara dengan nada lebih serius.
Alya: (dengan malu-malu, memandang cangkirnya) "Kak... soal ujian tengah semester... bisakah Kakak menjadi anggota kelompokku?"
Raka meletakkan cangkirnya perlahan dan menatap Alya dengan lembut.
Raka: (menghela napas panjang) "Alya, aku ingin sekali, tapi aku dengan dari Kai para dewan tidak memperbolehkan kita berada dalam satu kelompok."
Mata Alya membelalak sejenak, lalu raut wajahnya berubah menjadi marah.
Alya: (dengan nada kesal) "Dewan itu lagi! Mereka selalu ikut campur dalam berbagai hal. Kalau saja aku bisa—"
Raka: (dengan tegas, menghentikan Alya) "Alya, hentikan. Jangan berkata lebih jauh. Ini bukan salah mereka sepenuhnya."
Alya menunduk, merasa bersalah.
Alya: (dengan nada pelan) "Maaf, Kak. Aku hanya kesal... Aku kesulitan mencari anggota kelompok karena statusku. Selain orang dari kelas S aku tidak kenal siapa siapa lagi 😞"
Raka: (tersenyum lembut) "Aku tahu, Alya. Karena itu, aku sudah meminta teman-temanku untuk membantumu."
Alya: (dengan nada bingung) "Teman-teman Kakak? Maksud Kakak, gadis-gadis yang sering bersama Kakak itu?"
Raka mengangguk sambil tersenyum.
Raka: (dengan nada yakin) "Ya. Mereka bisa dipercaya. Mereka akan membantumu dengan sepenuh hati."
Alya memandang Raka dengan rasa curiga.
Alya: (dengan nada ragu) "Kakak... kenapa mereka begitu dekat dengan Kakak? Aku merasa Kakak sudah mengenal mereka sejak lama."
Raka terdiam sejenak, lalu memilih untuk berbohong demi menjaga rahasia.
Raka: (dengan nada santai) "Mungkin hanya kebetulan, Alya. Aku pernah berinteraksi dengan dua dari mereka saat ujian penempatan kelas. Mereka hanya gadis-gadis yang sedikit tertutup."
Alya masih tampak tidak sepenuhnya yakin, tapi dia memutuskan untuk tidak memperpanjang masalah itu.
Alya: (menghela napas) "Baiklah. Kalau Kakak percaya pada mereka, aku akan menerimanya."
Raka tersenyum lega.
Raka: (dengan tulus) "Terima kasih, Alya. Aku yakin kalian akan menjadi tim yang hebat."
Mereka menghabiskan sisa malam dengan berbicara dari hati ke hati. Sebelum teleportasi kembali, Alya memeluk Raka dengan erat, menunjukkan betapa dia menghargai kakaknya.
---
{Kembali ke Kamar Raka}
Di kamar asrama, Shade dan Kai hampir terlonjak kaget ketika Raka tiba-tiba muncul di tengah ruangan.
Kai: (dengan nada terkejut) "Raka?! Dari mana saja kau?"
Shade: (mencicit sambil terbang ke arah Raka) "Master, jangan buat aku khawatir seperti ini lagi!"
Raka: (tertawa kecil) "Maaf, maaf. Ini salah Alya dengan sihir teleportasinya."
Kai hanya menghela napas, sementara Shade mendengus kecil.
Shade: (mendesis pelan) "Sihir teleportasi, ya? Aku rasa ini hanya permulaan dari kekacauan dan kejutan lainnya."
Raka hanya tersenyum, memandang ke luar jendela. Meski banyak tantangan di depannya, dia merasa malam ini sedikit lebih tenang.
---
[Bersambung]