Hutan lebat di pulau itu dipenuhi suara binatang liar dan daun-daun yang berdesir diterpa angin. Cahaya matahari hanya menembus sedikit melalui celah-celah dedaunan, menciptakan bayangan yang bergerak seiring dengan langkah kaki tim Alya. Tiara, Selene, dan Thalassius berjalan di depan, dengan senjata masing-masing bersiaga, sementara Alya dan Lily berada di belakang, berjaga dengan waspada.
Kelompok itu baru saja menyelesaikan pertempuran melawan kawanan Umbrawolf dan seekor Thyrant yang mencoba menghalangi perjalanan mereka. Aroma darah dan tanah basah masih terasa di udara, sementara tubuh monster yang mereka kalahkan tergeletak tak bergerak.
Tiara: (dengan napas sedikit terengah) "Kerja bagus, semuanya! Kita benar-benar tim yang hebat."
Selene: (tersenyum tipis sambil mengangkat tombaknya) "Itu semua karena kerja sama kita, tapi kita tidak bisa menyangkal kekuatan Alya sangat membantu."
Thalassius: (mengangkat bahu dengan santai) "Aku hanya memastikan tidak ada yang menghalangi serangan kita. Tapi ya, Alya... kau luar biasa."
Alya: (menggeleng dengan cepat, tersenyum hangat) "Jangan berlebihan. Kemenangan ini karena kita semua bekerja sama."
Mereka saling bertukar senyum, menunjukkan rasa hormat dan kekompakan yang mulai tumbuh di antara mereka.
Tiara dan Selene meminta izin untuk mengambil inti monster, dengan Thalassius berjaga di sekitar mereka. Sambil mengamati, Thalassius mulai mencoba memulai percakapan dengan Selene.
Thalassius: (tersenyum, mencoba menarik perhatian) "Selene, kau luar biasa tadi. Serangan tombakmu itu benar-benar tajam."
Selene: (mengangguk sekilas, dengan nada datar) "em, Terima kasih. Itu hanya serangan biasa."
Thalassius: (tertawa kecil, menggaruk belakang kepalanya) "Heh, kau tidak perlu terlalu merendah. Kau pasti tidak ingin membuat tunanganmu ini terlihat kurang berarti, kan?"
Selene: (menghentikan gerakannya sejenak, menatap Thalassius) "Kalau kau ingin merasa berarti, lakukan sesuatu yang benar-benar berguna. Aku tidak punya waktu untuk basa-basi."
Tiara: (berjongkok di samping Selene, melihat keduanya dengan penasaran) "Tapi bukankah kalian bertunangan? Kupikir kalian seharusnya saling mendukung, seperti pasangan di cerita-cerita romantis atau semacamnya."
Selene: (menatap Tiara dengan ekspresi datar) "Hubungan kami bukan cerita romantis, Tiara. Ini lebih seperti... kontrak politik."
Thalassius: (tersenyum canggung, mengangkat bahu) "Kau membuatnya terdengar sangat dingin. Kita masih bisa saling mendukung, kan?"
Tiara: (berdiri, dengan nada polos) "itu Benar!, tapi Hubungan kalian benar-benar aneh. Kalau aku bertunangan dengan seseorang, aku akan memastikan dia merasa spesial setiap saat!"
Selene: (menghela napas, melanjutkan pekerjaannya) "Kalau begitu, semoga beruntung jika kau bertunangan suatu hari nanti, Tiara."
Thalassius: (tertawa kecil, menggaruk kepala) "Yah, Selene memang sedikit keras. Tapi aku yakin dia punya sisi lembut."
Selene: (berbalik, menatap Thalassius dengan tajam) "Jika kau punya waktu untuk bicara, gunakan untuk berjaga. Kita tidak tahu kapan monster lain akan muncul."
Thalassius langsung terdiam, sementara Tiara hanya terkikik kecil sebelum kembali fokus pada inti monster.
Di sisi lain, Lily dan Alya memutuskan untuk memeriksa area sekitar.
Lily: (melirik ke sekeliling dengan hati-hati) "Alya, setelah ini, apa yang kita cari? Monster biasa atau sesuatu yang lebih besar?"
Alya: (tersenyum kecil, melipat tangannya) "Kita harus mencari Boss Monster. Jika kita bisa mengalahkannya, tim kita pasti bisa mendapatkan posisi yang baik dalam ujian ini."
Lily terdiam sejenak, kemudian mengela nafas kecil seolah memahami sesuatu.
Lily: (menatap Alya dengan penasaran) "Jadi, kau mengincar posisi pertama lagi, ya?"
Alya: (tertawa kecil, menutup mulutnya dengan tangan) "Hahaha, terlihat sangat jelas Ya?"
Lily: (mengangkat alis, menatap tajam) "Kenapa kau begitu terobsesi menjadi yang terbaik? Apa ini karena kau penerus Saintess?"
Alya: (wajahnya berubah serius, menunduk sedikit) "Ah, tidak juga... atau mungkin ya? Aku tidak tahu. Tapi aku hanya tidak ingin mengecewakan orang-orang yang percaya padaku. Terutama Kakak."
Lily: (tersenyum samar) "Raka? Kurasa itu tidak mungkin. Dia bahkan tidak akan kecewa meskipun kau ada di peringkat terbawah."
Alya: (tertawa kecil, tersenyum hangat) "Hahaha, kau benar-benar mengenalnya, Lily. Tapi... sebenarnya ada sesuatu yang ingin kuberitahu padamu."
Lily menatap Alya dengan rasa ingin tahu, lalu mengangguk pelan.
Lily: (serius) "Apa itu, Alya?"
Alya: (menghela napas panjang) "Sebenarnya, ada harga dari kekuatan besar ini. Mereka memiliki sesuatu yang disebut Sindrom Vinculum Caeleste."
Lily: (terkejut, matanya melebar) "Vinculum Caeleste?! Itu..."
Alya: (mengangguk pelan) "ah, intinya sindrom ini memberiku anugerah luar biasa, tapi Kakak... dia mendapatkan kutukan yang setara. Karena itu aku sering berpikir bahwa semua hal buruk yang terjadi pada Kakak adalah salah ku, jadi aku ingin bertambah kuat dan menyebarkan pengaruhku, agar Kakak bisa mendapatkan tempat di dunia ini. Sebagai Kakak dari orang yang hebat ."(Alya pun tersenyum penuh semangat pada Lily)
Mendengar pengakuan itu, Lily terdiam sejenak sebelum menggenggam tangan Alya dengan erat.
Lily: (dengan tegas) "Jangan khawatir, Alya. Jika kau tidak berhasil, aku akan memastikan Raka bahagia! Aku berjanji!"
Alya sedikit terkejut mendengar pernyataan itu. Tapi entah kenapa, instingnya sebagai wanita menafsirkan kata-kata Lily sebagai suatu bentuk persaingan. Dengan sedikit kesal, dia menggenggam tangan Lily lebih erat.
Alya: (tersenyum, tapi matanya serius) "Tidak! Aku yang akan berhasil, dan Kakak akan bersama denganku."
---
Sementara itu, di reruntuhan tempat Tim Kiera berada
Di tengah perjalanan menuju reruntuhan, Raka tiba-tiba bersin keras, menghentikan langkah mereka.
Evangeline: (menoleh dengan cemas) "Raka, apa kau baik-baik saja?"
Raka: (mengusap hidungnya, tersenyum canggung) "Ah, aku baik-baik saja. Mungkin ada yang sedang membicarakanku."
Amara: (berdecak kesal) "Kalau begitu, pastikan mereka tidak bicarakan hal yang buruk, itu bisa jadi kesialan bagi kita."
Kiera : (sedikit tidak percaya) "Kau percaya takhayul seperti itu Amara?!, aku tidak menyangka"
Meskipun Raka tersenyum santai, pikirannya melayang. Dia tidak tahu bahwa di tempat lain, seseorang memang sedang membicarakannya.
[Bersambung]