Pulau itu memancarkan suasana yang unik. Langit biru cerah terlihat kontras dengan rawa-rawa yang mengeluarkan aroma lumpur dan vegetasi membusuk. Suara-suara makhluk liar, baik yang biasa maupun monster, terdengar samar dari berbagai arah. Tim Kiera, yang terdiri dari Kiera, Amara, Raka, Kai, dan Evangeline, bergerak perlahan melalui jalan setapak yang tergenang air.
Kiera: (dengan ekspresi jijik sambil mengangkat roknya tinggi-tinggi) "Kenapa kita harus memulai dari tempat menjijikkan seperti ini?! Rawa ini penuh lumpur kotor dan bau!"
Amara: (berusaha menenangkan dengan nada lembut) "Nona Kiera, harap bersabar. Kita akan segera meninggalkan tempat ini. Percayalah, saya akan memastikan Anda tidak kotor lebih dari ini."
Namun, Kiera tiba-tiba terhenti. Matanya menangkap sesuatu yang melompat keluar dari genangan lumpur—seekor Obblak, slime hitam berlendir yang memantulkan cahaya redup di bawah sinar matahari.
Kiera : (mundur dengan cepat, ekspresinya ketakutan) "A-apa itu?! Makhluk menjijikkan itu melompat ke arahku! Amara, cepat singkirkan makhluk itu!"
Kai: (tertawa terbahak-bahak sambil menunjuk ke arah Kiera) "Hahaha! Kiera, kau terlihat seperti sedang melawan monster legendaris! Hati-hati, nanti Obblak itu melompat lagi!"
Raka: (mengangguk dengan ekspresi serius yang dibuat-buat) "Benar, jangan remehkan Obblak! Mereka adalah ancaman nyata bagi para putri bangsawan!,"
Raka dan Kai : (tertawa puas hal tersebut)
Kiera: (merasa dipermainkan, wajahnya memerah) "Hentikan lelucon bodoh itu! Aku tidak takut pada slime kecil seperti itu!"
Dengan wajah penuh tekad, Kiera melancarkan [spell api kecil] ke arah Obblak. Sebuah ledakan kecil terjadi, menghanguskan makhluk itu. Namun, setelah asapnya hilang, terlihat bahwa makhluk yang dia serang bukanlah Obblak, melainkan seekor katak rawa biasa.
Kai: (tertawa semakin keras) "Kiera… Kau baru saja menyerang katak biasa! Itu bukan monster!"
Raka: (menutup mulutnya sambil menahan tawa) "Kupikir kau seorang putri bangsawan yang anggun, ternyata kau seorang penyiksa binatang."
Kiera: (wajahnya semakin memerah, menutup wajah dengan tangan) "Hentikan! Jangan katakan itu lagi!"
Amara: (melangkah maju dengan tatapan tajam ke arah Raka dan Kai) "Cukup! Kalian berdua keterlaluan! Nona Kiera sudah tidak nyaman di sini, dan kalian malah membuatnya semakin kesal. Minta maaf sekarang juga!"
Raka dan Kai: (menundukkan kepala dengan rasa bersalah) "Maaf, Kiera."
Sementara itu, Evangeline muncul dari balik semak-semak dengan langkah pelan.
Evangeline: (dengan nada lembut namun bingung) "Hmm, Ada apa ini? Apa aku mengganggu sesuatu?"
Amara: (berbalik cepat dan memberi perintah) "Tidak ada apa-apa. Jadi apa yang kau lihat di sekitar kita."
Evangeline: (sedikit gugup, menatap Amara) "Baik, maaf. Saya menemukan beberapa hal. Di timur ada sebuah reruntuhan, di barat ada area bebatuan, dan di utara ada hutan lebat. Apa langkah kita selanjutnya?"
Amara menoleh ke arah Kiera dengan sikap penuh hormat.
Amara: (dengan nada formal) "Nona Kiera, apa keputusan Anda?"
Kiera: (berbicara dengan nada tergesa-gesa) "Ke mana saja, asalkan kita bisa keluar dari tempat ini secepat mungkin!"
Amara mengangguk, memutuskan dengan cepat.
Amara: "Kalau begitu, kita bergerak ke arah reruntuhan. Siapkan diri kalian."
Saat mereka bergerak, suasana mulai berubah menjadi lebih serius. Raka berjalan di samping Amara, mencoba memecah keheningan.
Raka: (berbicara dengan penasaran) "Kenapa kita memilih reruntuhan? Bukankah tempat itu kemungkinan lebih berbahaya dibanding area lain?"
Amara: (dengan nada tegas) "Kau ingat tujuan ujian ini, kan? Kita harus mengumpulkan inti monster. Jika kita berhasil mendapatkan inti dari Boss Monster, kita otomatis masuk 10 besar."
Raka: (dengan nada skeptis) "Tapi ini terlalu berisiko. Monster paling berbahaya di pulau ini berada di Rank D. Jadi kemungkinan besar, Boss Monster ini berada di Rank C atau lebih tinggi. Ini bisa jadi bencana bagi tim kita."
Amara: (menatap Raka dengan tatapan penuh keyakinan) "Berisiko, ya. Tapi Nona Kiera ingin mendapatkan peringkat atas. Dan kau juga, Raka. Jangan lupa, kau adalah bagian dari tim ini. Kita akan melakukannya bersama-sama."
Raka: (terdiam sejenak, lalu tersenyum kecil) "Hah,Baiklah. Aku hanya memperingatkan. Tapi kalau itu keputusanmu, aku akan ikut."
Amara tersenyum tipis, merasa puas. Namun, Raka menatapnya dengan ekspresi campur aduk.
Raka: (dalam hati) "Amara, kau adalah Resonan yang harus aku kalahkan. Tapi di saat yang sama, aku juga harus melindungimu sebagai rekan satu tim. Ini membuat ku tidak nyaman."
Mereka melanjutkan perjalanan menuju reruntuhan, dengan langkah penuh kehati-hatian, siap menghadapi apa pun yang menunggu mereka di depan.
[Bersambung]