[Aula Latihan Akademi]
Matahari sore menyusup melalui jendela besar di aula latihan Akademi Stellar, memberikan suasana hangat meskipun dipenuhi suara hentakan dan dentingan senjata. Tim Alya berkumpul di tengah aula, dikelilingi peralatan latihan. Aura kerja sama dan kompetisi terasa kental di udara.
Alya berdiri di tengah, tubuhnya memancarkan cahaya lembut dari sihir bintangnya. Sementara itu, anggota timnya—Lily, Selene, Tiara, dan Thalassius—berdiri melingkar, memperhatikan Alya dengan penuh kekaguman.
Tiara: (menatap Alya dengan skeptis) "Alya, serius. Dengan semua kekuatanmu, aku rasa kau bahkan tidak perlu tim."
Thalassius: (mengangguk setuju) "Ya. Kau punya mana tak terbatas, delapan atribut sihir, Aura, Prana, dan kontrol sempurna atas sihir bintangmu. Bagaimana kami bisa membantumu?"
Alya, yang tampak sedikit tersipu, mengangkat tangannya dan mencoba membantah.
Alya: (tersenyum gugup) "Itu tidak benar. Aku pasti punya kelemahan. Dan... aku butuh kalian untuk melindungi sisi-sisiku yang lemah."
Semua anggota tim terdiam sejenak. Lily, yang biasanya penuh percaya diri, menatap Alya dengan rasa penasaran.
Lily: (mendekat, menatap tajam) "Apa kelemahanmu, Alya? Coba jelaskan pada kami."
Alya terdiam, matanya bergerak gelisah ke arah lain. Dia tampak benar-benar bingung, seolah mencari jawaban.
Selene: (menghela napas, melipat tangan) "Kau bahkan tidak tahu kelemahanmu sendiri, bukan?"
Tiara tertawa kecil, suasana sedikit mencair.
Tiara: (bercanda sambil mengangkat pedangnya) "Yah, kalau begitu, kelemahanmu adalah tidak tahu kelemahanmu!"
Tawa kecil terdengar dari kelompok itu, meski dalam hati mereka, masing-masing mengagumi potensi besar Alya.
[Hutan Dekat Akademi]
Angin lembut bertiup melalui pepohonan, menciptakan suara gemerisik daun yang menenangkan. Di sebuah area terbuka di dalam hutan dekat akademi, Kris berdiri di depan timnya: Vance, Lilian, dan dua anggota lainnya yang belum disebutkan.
Kris: (dengan nada tenang) "Terima kasih telah setuju bergabung dalam tim ini. Namun, ini bukan sekadar soal keberuntungan. Aku memilih kalian berdasarkan kemampuan yang aku tahu bisa kita maksimalkan."
Vance, dengan sikap percaya diri yang sedikit berlebihan, mendekati Kris sambil tersenyum lebar.
Vance: (dengan nada sok akrab) "Heh, aku harus bilang ini kehormatan besar. Aku janji tidak akan mengecewakanmu, Kris!"
Di sisi lain, Lilian terlihat lebih pendiam. Dia menundukkan kepala, wajahnya sedikit memerah.
Lilian: (dengan suara pelan) "Terima kasih... karena sudah memilihku. Aku akan melakukan yang terbaik."
Kris mengangguk, tatapannya bergeser ke seluruh tim.
Kris: (serius) "Kita akan langsung mulai latihan. Tidak ada waktu untuk berleha-leha. Fokus kita adalah koordinasi dan komunikasi. Setiap anggota tim harus tahu perannya dengan jelas."
Vance, yang memegang polearm-nya, mengayunkannya sedikit untuk unjuk gigi.
Vance: (tersenyum lebar) "Jangan khawatir. Aku siap jadi bintang utama di sini!"
Kris meliriknya tajam, membuat Vance segera memperbaiki sikapnya.
Kris: (dengan nada tegas) "Tidak ada bintang utama dalam tim ini. Kita bekerja bersama, atau kita gagal bersama."
Suasana menjadi lebih serius, dan tim segera memulai latihan mereka di bawah arahan Kris yang ketat.
[Ruang Tamu Akademi]
Sebuah ruangan elegan di sayap utama akademi dipenuhi dengan cahaya redup dari lampu gantung. Lucas duduk di sofa dengan tegap, melaporkan perkembangan Alya kepada Stella, sang Saintess, yang duduk di depannya dengan sikap anggun namun penuh perhatian.
Lucas: (serius, melipat tangan di atas lutut) "Alya menunjukkan perkembangan luar biasa, Nona Stella. Dia telah membangkitkan Auranya sepenuhnya, meningkatkan penguasaan Prananya, dan kontrol mananya semakin sempurna."
Wajah Stella yang biasanya tenang berubah menjadi penuh kekhawatiran.
Stella: (dengan nada lembut namun gelisah) "Bagaimana dengan kehidupan sosialnya? Apakah dia memiliki teman di akademi?"
Lucas tersenyum kecil, matanya bersinar dengan keyakinan.
Lucas: (menenangkan) "Alya memiliki beberapa teman yang baik. Dia bahkan menjadi pemimpin sebuah tim untuk ujian tengah semester nanti. Anda tidak perlu khawatir."
Stella menghela napas lega, senyumnya kembali menghiasi wajahnya.
Stella: (tersenyum hangat) "Syukurlah. Aku hanya ingin dia bahagia, Lucas. Dia pantas mendapatkan itu."
Lucas mengangguk hormat, merasa lega bisa memberikan kabar baik kepada Saintess.
Lucas: (dengan nada tenang) "Alya berada di jalur yang benar. Saya yakin dia akan membuat Anda bangga."
Stella tersenyum penuh kebahagiaan, lalu melihat ke luar jendela, matanya menerawang jauh.
Stella: (berbisik) "Aku berharap yang terbaik untuknya... dan untuk Raka juga."
Lucas hanya diam, menyembunyikan kekhawatirannya sendiri, sebelum mengalihkan pembicaraan ke topik lain.
[Ruang Rapat Akademi]
Di ruang rapat utama Akademi Stellar, suasana penuh kesibukan. Para staf akademi duduk melingkar di sekitar meja besar, beberapa membawa dokumen, sementara yang lain sibuk dengan tablet sihir. Kepala sekolah, Airi, duduk di ujung meja, memimpin rapat dengan aura tenang namun penuh wibawa.
Airi: (dengan nada lembut namun tegas) "Baik, mari kita mulai. Persiapkan laporan terakhir untuk ujian tengah semester tahun pertama."
Salah satu staf, seorang pria bertubuh besar dengan jubah biru gelap, berdiri sambil membungkuk hormat.
Staf Keamanan: (dengan nada percaya diri) "Kami telah memeriksa pulau tempat ujian akan diadakan dengan teliti. Tidak ada tanda-tanda gangguan atau ancaman yang berbahaya. Pulau itu aman sepenuhnya, Nyonya."
Airi mengangguk perlahan, memutar cangkir teh di tangannya.
Airi: (mengangguk setuju) "Bagus. Bagaimana dengan alat teleportasi? Sudahkah diuji?"
Seorang staf wanita dengan jubah ungu dan kacamata berdiri, membawa gulungan sihir yang bercahaya.
Staf Teknologi: (tersenyum percaya diri) "Alat teleportasi telah diuji beberapa kali. Semua fungsi berjalan lancar, dan alat tersebut telah terhubung langsung ke portal utama akademi."
Airi menatap staf wanita itu sejenak, lalu mengangguk puas.
Airi: (dengan nada tegas) "Pastikan tidak ada kesalahan. Ujian ini adalah salah satu bagian terpenting dari tahun ajaran. Keselamatan para siswa adalah prioritas utama kita."
Semua staf mengangguk serempak, menandakan pemahaman mereka. Airi berdiri dari kursinya, memberi tanda bahwa rapat telah selesai.
Airi: (dengan nada lembut namun penuh arti) "Jika semuanya berjalan sesuai rencana, ini akan menjadi awal yang baik bagi mereka. Terima kasih atas kerja keras kalian."
Para staf berdiri dan membungkuk hormat, lalu mulai meninggalkan ruangan satu per satu. Airi tetap duduk, memandang ke luar jendela dengan mata penuh harapan.
Airi: (berbicara pada dirinya sendiri) "Semoga kalian siap menghadapi apa pun yang menanti di depan."
[Ruangang yang tidak diketahui]
Sebuah ruangan gelap dengan cahaya lilin yang remang-remang menciptakan bayangan aneh di dinding. Yasmina duduk di kursinya, mengenakan jubah hitam dengan Gambar Bishop Catur yang terpampang jelas di bagian dadanya. Di depannya berdiri dua staf akademi yang baru saja melapor dalam rapat bersama Airi.
Yasmina: (dengan senyum dingin) "Jadi, persiapan untuk ujian tengah semester sudah selesai. Bagaimana dengan tugas yang kuberikan pada kalian?"
Salah satu staf, pria berbadan besar tadi, membungkuk dalam-dalam.
Staf Keamanan : (dengan nada pelan dan penuh rasa hormat) "Segalanya berjalan sesuai rencana. Kami telah mempersiapkan jalur aman untuk penjarahan relik akademi, dan target siswa telah ditentukan."
Staf wanita dengan kacamata menambahkan, sambil menunjukkan gulungan sihir.
Staf Teknologi: (tersenyum kecil) "Kami juga memastikan alat teleportasi dapat digunakan untuk membawa target keluar dari pulau dalam hitungan detik. Semuanya sudah siap."
Yasmina tertawa kecil, tatapannya tajam seperti pedang.
Yasmina: (dengan nada sinis) "Bagus. Tapi aku ingin tahu sesuatu... kenapa kalian penasaran dengan perubahan rencana? Bukankah kalian hanya perlu melaksanakan perintahku?"
Keduanya menunduk dalam-dalam, takut menatap langsung mata Yasmina.
Staf Teknologin: (dengan suara gemetar) "Ma-maafkan kami, Nona Yasmina. Kami hanya bertanya-tanya kenapa rencana awal untuk menghancurkan akademi berubah menjadi... penjarahan dan penculikan."
Yasmina berdiri perlahan, mendekati mereka dengan langkah anggun namun mengintimidasi.
Yasmina: (berbisik dingin) "Itu kehendak yang di atas. Kau tidak perlu tahu lebih dari itu."
Keduanya langsung membungkuk lebih dalam, tidak berani bertanya lebih jauh. Yasmina kembali ke kursinya, senyum dingin menghiasi wajahnya.
Yasmina: (dengan nada tegas) "Kalian boleh pergi. Pastikan semuanya berjalan lancar. Aku tidak ingin mendengar kabar buruk."
Keduanya mengangguk cepat dan meninggalkan ruangan dengan langkah tergesa-gesa. Yasmina memandang gulungan sihir di tangannya, tatapannya penuh dengan perhitungan.
Yasmina: (berbicara pada dirinya sendiri) "Ujian ini akan menjadi lebih menarik dari yang mereka kira..."
---
Di tengah persiapan ini, semua pihak bergerak sesuai rencana masing-masing. Para siswa dengan penuh semangat mempersiapkan diri mereka, tanpa tahu ancaman yang mengintai di balik layar.
Di pulau tempat ujian tengah semester akan berlangsung, segalanya terlihat damai. Alam yang indah dan terpencil ini menyembunyikan rahasia yang hanya diketahui oleh segelintir orang.
Ketika alat teleportasi akhirnya membawa para siswa ke pulau tersebut, kegembiraan dan antisipasi memenuhi udara.
Di antara para siswa yang tiba di pulau, seorang pemuda berdiri dengan semangat yang terpancar dari matanya. Raka, bersama timnya, memandang luas pulau yang akan menjadi arena ujian mereka. Tanpa mengetahui apa yang akan terjadi, mereka bersiap menghadapi ujian yang lebih dari sekadar persaingan.
---
[Bersambung]