Di bawah sinar matahari yang hangat, taman akademi terlihat indah dengan pepohonan rindang dan bunga-bunga bermekaran. Suara gemericik air dari kolam kecil di sudut taman memberikan kesan tenang, meski percakapan di antara empat siswa yang duduk di bangku kayu mulai menghangat.
Raka duduk bersama Lily dan Selene, menunggu Tia dan Luna yang segera bergabung. Tak lama, keduanya tiba dengan senyuman.
Raka: "Jadi, ada alasan tertentu kenapa kita berkumpul seperti ini?"
Luna: (tersenyum sambil melirik) "Tidak ada alasan spesial, aku hanya kangen denganmu, Raka. Rasanya menyebalkan tidak bisa bersamamu setiap hari. Aku jadi sedikit iri dengan Lily dan Selene!"
Tia: (mengangguk kecil) "Setuju, meski kita satu angkatan, karena berbeda kelas, kita jadi jarang bertemu."
Raka hanya tersenyum tipis,lalu menatap mereka dengan pandangan hangat.
Raka: "Kalau begitu, aku akan meluangkan waktu untuk kalian. Bagaimana?"
Tia dan Luna tersenyum senang mendengar ucapan itu. Karena mereka berdua mendapatkan perlakuan istimewa tersebut
Namun, Lily mengerutkan alis, tampak kesal mendengar hal itu.
Lily: (setengah bercanda) "Hei, kalau anda bisa meluangkan waktu untuk mereka, aku juga ingin waktu lebih banyak denganmu!"
Raka: (terheran) "Kita kan sekelas, Lily. Kau sudah punya lebih banyak waktu bersamaku dibanding mereka."
Selene terkikik pelan melihat Lily gagal merayu Raka dan terlihat sedikit kesal. Setelah tawa mereka mereda, Raka mengalihkan topik ke sesuatu yang lebih serius.
Raka: "Ngomong-ngomong, aku penasaran… Kenapa kalian datang ke akademi ini? Bukankah aneh, empat dari delapan Chaos God ada di satu tempat?"
Pertanyaan itu membuat suasana tiba-tiba berubah. Lily, Selene, dan Tia tampak ragu untuk menjawab. Tetapi Luna, seperti biasanya, terlihat tenang.
Luna: (santai) "Sebenarnya, alasan kami ke sini cukup sederhana. Kami ingin mengacaukan politik dunia."
Raka mengangkat alis, terheran.
Raka: "Mengacaukan politik dunia?, Bagaimana? "
Luna: (menatap Raka dengan mata jernih) "Ya.Anda juga pasti tahu jika akademi ini penuh dengan keturunan ataupun orang orang yang memiliki hubungan dengan tokoh-tokoh penting . Kami berencana memanfaatkan mereka untuk menciptakan kekacauan."
Raka terdiam sejenak, memproses apa yang baru saja dia dengar.
Raka: "Tapi... Kenapa kalian melakukan ini?"
Luna menatap Raka dengan bingung, seolah jawaban itu sudah jelas.
Luna: "Bukankah kau yang memprogram kami seperti ini? Kami tidak bisa menciptakan invasi didunia, jadi kami memilih cara lain untuk tetap menabur kekacauan di dunia. Misalnya..." (suara Luna mulai mengecil) "...membunuh penerus Saintess."
Sekilas, wajah Raka berubah muram. Mendengar itu, kemarahannya meledak.
Raka: (sambil menggebrak meja) "Membunuh Alya?!"
Lily, Selene, Tia, dan Luna terkejut oleh ledakan emosi itu. Suara gebrakan meja menggema, membuat suasana taman tiba-tiba sunyi. Luna, yang biasanya penuh percaya diri, kini tampak menyesal.
Luna: (lembut) "Maaf... Aku sepertinya salah bicara..."
Raka: (menarik napas panjang) "Bukan salahmu. Aku hanya... butuh waktu sebentar."
Raka bangkit dan berjalan menjauh menuju toilet di dekat taman.
---
{Di Toilet – Renungan Raka}
Raka memercikkan air ke wajahnya, berusaha menenangkan pikiran.
'Apa maksud mereka? Aku tau aku memprogram mereka untuk ini Tapi... membunuh Alya?'
Bayangan adiknya terlintas dalam benaknya. Ia merasa marah dan bingung, seolah-olah dunia yang ia pahami mulai runtuh.
'Sial perasaan menjadi manusia ini benar benar menggangu dan membingungkan'
---
{Di Taman – Percakapan Lanjutan}
Setelah Raka pergi, keempat gadis itu kembali duduk, suasana menjadi lebih tenang namun masih ada ketegangan yang menggantung di udara.
Luna: (menunduk) "Sepertinya aku benar-benar membuat Raka marah..."
Tia: (khawatir) "Kalian pernah lihat dia semarah itu sebelumnya?"
Selene: (menggeleng) "Tidak pernah... Dia biasanya sangat tenang."
Lily: (merenung) "Mungkin... dia punya suatu hubungan khusus dengan Penerus Saintess"
Luna dan Tia menatap Lily dengan penasaran.
Luna: "Hubungan seperti apa maksudmu?"
Lily: (bingung) "Aku tidak yakin. Tapi saat ujian penempatan kelas, aku melihat dia sangat cemas saat melihat pertarungan Penerus Saintess. Dia juga bilang dia pernah bekerja sebagai pesuruh di kuil Holy Star... Mungkin disana dia kenal dekat dengan Penerus Saintess, atau mungkin... dia berhutang sesuatu padanya?"
Luna: (menghela napas) "Itu masuk akal... Kurasa aku salah bicara tadi. Jika dia tahu lebih banyak tentang rencana kita..."
Tia: "Jadi... apa yang akan kita lakukan sekarang?"
Lily: (tegas) "Kita harus meninjau ulang rencana kita. Kita tidak bisa membuat Raka marah lagi."
(Selene dan Tia mengangguk setuju.)
Luna: (berdiri) "Aku harus pergi dulu. Tahun kedua punya jadwal lebih awal. Sampaikan maafku pada Raka."
Lily: "Tentu, jangan khawatir."
---
{Raka Kembali dari Toilet}
Raka kembali dari toilet dengan wajah sedikit lebih tenang. Ia melihat Luna sudah pergi dan bertanya kepada ketiga gadis yang masih ada.
Raka: "Kemana Luna?"
Tia: "Dia harus pergi lebih awal karena perbedaan jadwal. Dia juga minta maaf padamu."
Raka menggeleng pelan.
Raka: "Bukan dia yang harus minta maaf. Aku yang seharusnya meminta maaf karena terbawa emosi."
Lily, Selene, dan Tia saling bertukar pandang, merasa tidak enak hati.
Lily:"Tidak perlu meminta maaf, Raka."
Raka: (ngeyel) "Aku tetap minta maaf. Ada banyak hal yang ingin kutanyakan, tapi waktunya malah terbuang karena emosiku."
Bel tanda masuk kelas berbunyi.
Tia: (berdiri) "Aku harus pergi. Sampai nanti, Raka!"
Setelah Tia pergi, Lily dan Selene berdiri di samping Raka, siap menuju kelas mereka.
Lily:(tersenyum) "Apa pun yang kau lakukan, Raka, tak ada seorang pun yang bisa menyangkal keputusanmu."
Selene: (mengangguk) "anda selalu punya tempat di dunia ini, tak peduli apapun. Lagipula anda yang menciptakan nya"
Raka menatap mereka berdua dengan sedikit heran, tapi kemudian tersenyum.
Raka: "Ayo kita pergi."
Mereka pun berjalan bersama menuju kelas untuk pelajaran berikutnya, meninggalkan taman yang kembali sunyi.
---