Pelajaran weapon training akhirnya berakhir dengan instruktur Cedric memberikan penutupan yang singkat namun tegas. Suasana di sekitar lapangan training penuh dengan suara desahan lelah dari para siswa yang baru saja menyelesaikan sesi latihan berat. Mereka mulai membubarkan diri, namun beberapa kelompok masih terlihat berbincang, termasuk Raka, Selene, Lily, dan beberapa temannya.
Selene: (Menarik napas berat, wajahnya menunjukkan rasa puas setelah bertarung) "Jadi, aku yang memimpin kelompok Polearm. Awalnya sulit berkoordinasi dengan orang lain, jujur saja aku lebih baik bertarung sendirian. Tapi akhirnya, aku berhasil mengalahkan banyak kelompok sendirian."
Lily: (Dengan bangga sambil memamerkan Grimoire di tangannya) "Aku dapat Grimoire tingkat tinggi sebagai Catalyst. Saking tingginya, asisten instruktur sampai terkejut."
Selene: (Menoleh ke Raka dengan alis terangkat) "Bagaimana dengan kamu di kelompok Claymore? Apa yang kamu lakukan?"
Raka tampak ragu, tangannya menyentuh belakang lehernya sambil tersenyum canggung. Sebelum dia bisa menjawab, Tia dengan semangat melangkah maju.
Tia: (Dengan ekspresi antusias) "Biar aku yang ceritakan! Raka meniru teknikku dengan sempurna! Kau harus lihat bagaimana dia menggerakkan Claymore-nya, luar biasa!"
Selene dan Lily mendengar cerita Tia dengan penuh perhatian. Ketika Tia selesai bercerita, kedua gadis itu menoleh ke Raka dengan senyum memuji.
Lily: (Tersenyum lebar sambil menyilangkan tangan) "Hebat sekali, Raka. Ternyata kamu punya bakat di situ juga."
Selene: (Dengan nada kagum, meski sedikit sinis) "Aku jarang melihat ada orang yang bisa meniru teknik secepat itu. Keren juga."
Sebelum Raka sempat merespons pujian mereka, Thalassius, yang tampak mendengarkan dari jarak dekat, menyela dengan nada sombong.
Thalassius: (Dengan suara lantang, berusaha menunjukkan kemenangan) "Tapi jangan lupa, aku berhasil mengalahkan Raka di skor Claymore group! Itu lebih penting daripada meniru teknik."
Namun, Lily dan Selene tampak tidak terkesan. Mereka justru memandang Thalassius dengan dingin.
Lily: (Dengan nada acuh tak acuh) "Oh, jadi akhirnya kau bisa menang dengan Raka"
Selene: (Dengan tajam dan tanpa basa-basi) "Hmph, kurasa tidak ada yang peduli dengan skor itu"
Thalassius langsung terdiam, wajahnya berubah muram karena ucapan dingin kedua gadis itu. Matanya terlihat berkaca-kaca, meski dia berusaha menyembunyikannya.
Raka: (Melihat ke arah Thalassius dengan empati, lalu beralih ke kedua gadis) "Hei, kalian bisa lebih lembut sedikit. Tidak baik memperlakukan teman seperti itu."
Namun, Selene dan Lily hanya mengangkat bahu, seolah tidak peduli.
Selene: (Memutar bola mata) "Terserah."
Lily: (Sambil berbalik pergi) "Kita punya hal lebih penting untuk dipikirkan."
Raka: (berpikir) 'kenapa mereka selalu seperti ini pada Thalassius'
Melihat respons mereka, Raka mendekati Thalassius yang sekarang berdiri dengan wajah suram.
Raka: (Mencoba menghibur, menepuk pundak Thalassius) "Jangan terlalu dipikirkan, aku juga tidak mengerti kenapa mereka selalu bersikap begitu. Kau hebat, kok."
Namun, di luar dugaan, Thalassius justru memandang Raka dengan penuh kebencian. Wajahnya yang sebelumnya sedih berubah menjadi ekspresi iri.
Thalassius: (Dengan kemarahan yang tertahan, suaranya rendah namun tajam) "Kau playboy sialan... kau tidak akan pernah mengerti bagaimana rasanya diposisi ku."
Sebelum Raka sempat merespons, Thalassius berbalik dan berlari meninggalkan tempat itu. Raka berdiri di tempatnya, kebingungan dengan perilaku aneh Thalassius.
---
Ketika semuanya berpisah menuju asrama masing-masing, Raka ingat janji yang dia buat kepada Kai, teman sekamarnya. Dia lalu memutuskan untuk pergi ke unit kesehatan untuk melihat bagaimana kondisi Kai setelah pelajaran Aura Mastery yang keras dengan Lucas.
Di unit kesehatan, suasana terasa tenang namun penuh kewaspadaan. Para siswa yang terluka terlihat terbaring di atas ranjang, beberapa dirawat oleh staff medis yang berfokus menggunakan alat medis pada umumnya untuk menyembuhkan luka-luka mereka. Namun Raka melihat Kai terbaring dengan luka serius di tangan kanannya, dan di sebelahnya seorang wanita yang sedang menyembuhkannya dengan energi Prana yang memancar dari tangannya.
Raka: (Melihat kondisi Kai dengan cemas) "Apa yang terjadi? Jangan-jangan kau menggunakan Talent-mu secara berlebihan lagi?"
Kai: (Tersenyum lemah) "Sudah kuduga kau bisa membaca pikiranku, ya?"
Raka: (Menghela napas, sedikit kesal namun juga khawatir) "Kau terlalu gegabah."
Kai: (Tertawa kecil, meski menahan sakit) "Maaf membuatmu khawatir. Aku tadinya ingin mengagetkanmu dengan pencapaianku... tapi."
Raka: (Melihat luka di tangan Kai dengan serius) "Lucas menghindari seranganmu, ya?"
Kai: (Tertawa lagi) "Sepertinya kau memang bisa baca pikiran."
Raka: (Menggelengkan kepala) "Karena Talent-mu, hasil pertarunganmu sangat mudah ditebak. Jangan terlalu gegabah mulai sekarang, kau bisa melukai dirimu sendiri lebih parah."
Wanita yang sedang menyembuhkan Kai menoleh dan bergabung dalam percakapan.
???: (Dengan nada lembut namun tegas) "Temanmu benar. Ini bukan luka biasa. Luka ini disebabkan oleh ledakan Aura dalam karena tubuhmu belum siap untuk memanifestasikan Aura. Ini sangat berbahaya."
Kai: (Dengan nada menyesal) "Maafkan saya, Bu Yasmina."
Raka, yang penasaran dengan wanita itu, menoleh ke arahnya, memperhatikan energi Prana yang mengalir dari tangannya ke tubuh Kai.
Yasmina: (Menyadari tatapan Raka, tersenyum tipis) "Hmm, ada apa? Apa ini pertama kalinya kau melihat orang yang memanifestasikan Prana?"
Raka: (Sedikit canggung) "Y...ya! Aku sedikit penasaran, katanya Prana berkaitan dengan iman yang kita miliki."
Yasmina: (Tersenyum ramah) "Benar! Kau sepertinya punya wawasan luas, ya!"
Raka: (Menggaruk kepalanya, tersenyum malu) "Tidak juga, Bu. Biasa saja, hehe."
Kepala unit kesehatan kemudian menginterupsi percakapan mereka.
Kepala Unit: (Dengan nada tegas) "Kai sepertinya harus tinggal di sini sampai besok. Yasmina, bisakah kau meminjamkan kami artefak berisi Prana untuk mempercepat penyembuhan Kai?"
Yasmina: (Mengangguk sambil berpikir sejenak) "Tentu saja, tapi aku harus mengambilnya dari kuil. Aku juga butuh bantuan untuk membawanya."
Yasmina: (Melihat ke arah Raka dengan senyum penuh arti) "Kamu tidak ada kegiatan apa-apa, kan? Kalau begitu, bantu ibu untuk membawa artefak itu."
Raka: (Kaget, mengangkat alis) "Hah? Kenapa aku?"
Kai: (Tertawa kecil, meski lemah) "Sudah pergi saja, tidak ada ruginya."
Kepala Unit: (Dengan senyum) "Benar, saya sudah tua, jadi tidak bisa membawa barang berat. Orang orang disini juga sedang sangat sibuk"
Yasmina: (Dengan senyum nakal, mengedipkan mata pada Raka) "Tolong bantuannya ya. 😉😘"