"Hm... Sepertinya aku berpikir ini aneh..." gumam Elmera sambil keluar dari bis pada malam itu. Dia juga melihat ke ponselnya, melihat tanda merah di dekat lokasinya. "Rupanya, rumahku yang baru tidak terlalu jauh dari rumah Gavin... Hm, bagaimana dengan mobilku? Apakah aku harus membawanya? Tapi nanti Gavin merasa tak nyaman kalau aku pergi secepat itu... Sebaiknya aku tinggal saja, lebih enak berjalan kaki rupanya..." Dia mulai berjalan kaki sambil melihat ke ponsel.
Tak lama berselang, tanda merah di ponselnya sudah ia dekati, dan ia menatap ke arah depan yang rupanya ada rumah sederhana dan minimalis berada di tengah-tengah halaman luas dan gelap.
"Wow... Rumah ini hanya halaman yang luas..." Ia tampak terkesan lalu berjalan mendekat dan membuka pintu dengan kunci sandi yang telah dibuat. Begitu masuk, ruangan di sana tampak seperti ruangan klasik yang sederhana. Dia juga langsung disambut ruangan televisi dengan sofa nyaman, dapur yang terlihat dari lorong kecil, juga ada tangga pendek yang mengarah ke kamar atas.
"Wah... Ini keren..." Ia menutup pintu dan mulai masuk melihat sekitar. Dia bahkan melihat ke kamar mandi yang ada kacanya. "Wah... Rumah ini memang luar biasa... Aku harap aku betah..." gumamnya, lalu berakhir duduk di sofa dengan nyaman. "Hm... Sungguh luar biasa..." Ia tampak senang, tapi mendadak wajahnya berubah seiring dia ingat soal ujian yang dihadapi Gavin tentang ibunya yang meninggal.
"Aku kasihan padanya... Aku harap dia memiliki pilihan hidup yang baik... Dia lelaki yang baik juga..." gumamnya, lalu berbaring di sofa dan mencoba menutup mata.
Ketika sudah mengantuk dan akan kehilangan kesadaran, mendadak ada suara seperti tetesan kecil di dekat telinganya yang membuatnya terkejut dan membuka mata dengan cepat. Bahkan sambil diam, dia menoleh ke arah dapur dan ruangan yang bisa dilihat dari pandangannya, tapi tak ada apa-apa.
Awalnya ia khawatir, tapi kemudian tidak bisa tidur ketika dia menutup mata. Bahkan matanya tak bisa terpejam, membuatnya harus bangun duduk. "Sial... Kenapa jadi tidak ngantuk... Padahal tadi sudah mau pindah alam..." Ia tampak kesal, lalu melihat ke dapur lagi. Pandangannya juga menatap ke arah televisi.
"Hm... Mungkin menonton televisi akan enak... Sambil makan popcorn... Tadi aku lihat popcorn instan di rak dapur..." Ia berdiri hendak ke dapur.
Tapi siapa sangka, ada yang mengetuk pintunya, membuatnya langsung menoleh waspada ke pintu rumah. Dia terdiam bingung. "(Siapa yang datang jam segini? Bukankah tak ada yang tahu aku masuk ke dalam rumah ini?)" Ia bingung, lalu membuka pintu, dan rupanya ada seorang pria yang terlihat tinggi berdiri di depannya. "Halo..." sapanya dengan ramah dan memperkenalkan diri. "Aku tetanggamu."
"Ah, halo... Hm... Bukankah ini cukup mencurigakan?" Elmera menatap tajam.
Pria itu terdiam bingung, tapi ia menjawab. "Aku ada di bis yang sama denganmu tadi, hanya saja kamu tidak melihatku. Aku melihatmu turun di halte yang sama dengan tempatku turun. Aku hanya heran seorang gadis turun dari bis malam-malam. Lalu kau berhenti di depan rumah Gavin dan melanjutkan jalan ke sini. Aku memastikan kau baik-baik saja, tak ada bahaya. Dan aku ingin bertanya, apakah kau punya keluarga yang dapat melindungimu?" Pria itu menatap ke dalam rumah Elmera.
"Oh, terima kasih, itu tadi baik sekali... Maaf tidak memperhatikanmu, tapi bagaimana denganmu? Untuk apa kamu keluar malam-malam dan kebetulan bertemu denganku?"
"Aku baru pulang dari bekerja di kota, aku hanya seorang karyawan biasa..."
"Ah, aku mengerti. Lalu, kau kenal Gavin?"
"Oh, aku sering minta kebab buatannya yang enak, bahkan aku menyarankan dia untuk buka kedai sendiri. Tapi dia bilang tak ada modal, sedikit lagi modalnya akan terkumpul, hanya perlu menunggu waktu. Ketika aku menawarkan untuk membantu soal dananya, dia menolak. Jadi aku hanya bisa membiarkannya..." kata pria itu.
"Oh, jadi Gavin juga tahu kamu, aku pikir tadi kamu orang aneh..." Elmera menatap tak nyaman. "Sebenarnya aku tak ada siapa-siapa di sini, aku hanya sendirian, tapi jangan khawatir, aku bisa menjaga diri dengan baik. Terima kasih atas usahamu tadi," kata Elmera.
"Itu tak masalah. Sebenarnya aku ke sini juga ingin memberitahumu... Bahwa... rumah ini mungkin agak aneh..."
"Aneh?" Elmera menatap bingung.
"Terakhir kali, penghuni rumah ini adalah seorang lelaki. Kupikir kau adalah kerabatnya atau apapun itu... Tapi sepertinya bukan, karena dia sudah mati beberapa bulan yang lalu... Dan rumah ini dijual oleh orang lain..."
"Apa?! Penghuni sebelumnya mati? Kenapa dia mati?"
"Aku bingung, hanya saja aku tak tahu apa yang terjadi padanya, karena beberapa orang bilang dia mati di kamar mandinya..."
"Ka... Kamar... mandi!" Elmera langsung gemetar kaku.
"Kau baik-baik saja? Haruskah aku memeriksa?"
"Ti... tidak perlu, terima kasih... Kita bertemu lagi besok... Oh, ngomong-ngomong, namaku Elmera," tuturnya.
Pria itu tersenyum kecil dan membalas, "Aku Mehzid."
"Uu... Nama yang unik..." Elmera menatap.
"Terima kasih, kalau begitu, aku akan kembali ke rumah. Jika butuh sesuatu, aku ada di sebelahmu... Sampai jumpa..." Pria yang bernama Mehzid itu berjalan pergi, membuat Elmera perlahan menutup pintu dan menghela napas panjang. "Aku harap tak terjadi apapun..."
Di rumah kecilnya, Elmera terlalu ketakutan pada malam sunyi di luar karena perkataan Mehzid tadi, tapi ia memutuskan untuk menonton film malam hari, dan sebelum itu dia harus mencari jagung untuk membuat popcorn.
Ketika ia membuka rak di dapur, ia terkejut sekaligus bingung karena popcorn instan yang ia lihat di rak tadi telah hilang. "Apa? Kenapa bisa?" Ia bahkan bingung sambil melihat sekitar. Terpaksa, dia mencari di rak lain, bahkan rak di bawah wastafel.
Dia mencari sangat lama di dapur, dan akhirnya memutuskan untuk keluar dapur menuju ke ruang televisi. Betapa bingungnya dia karena popcorn instan yang ia lihat di rak dapur kini terlihat di meja sofa, membuatnya terdiam bingung. "Kapan aku meletakkannya di sini?" Dia masih belum tahu situasi anehnya hingga ia mengambil popcorn itu dan menuju ke dapur.
Karena rumah yang baru, dia bingung di mana letak oven, karena seharusnya ovennya ada di dapur, tapi ia tidak melihatnya. "Huh... Sial sekali, mau buat popcorn aja harus ribet..." Ia tampak kesal sambil mencari ke sekitar. Setelah beberapa saat mencari, dia akhirnya menemukan oven di bagian gelap di bawah tangga.
"Apa?! Kenapa ada di sini?!" Dia terkejut, bahkan ia tak percaya oven diletakkan di sana, lengkap dengan colokan listrik.
Karena tak terlalu peduli akan hal itu, ia langsung memasukkan jagung-jagung itu ke dalam.
Tapi ada suara dari tangga, suara seperti seseorang turun perlahan. Hal itu membuatnya terdiam, bahkan dia langsung menoleh ke tangga. Setelah berpikir lama, dia mendekat ke sana dan melihat tak ada apa-apa. Dia mengalami hal aneh seperti itu berturut-turut.
"Apa yang sebenarnya terjadi? Ini sungguh sangat aneh... Bukankah ini terlihat ribet?" Ia mencoba tak mempedulikan hal itu lalu berjalan ke ruang televisi, meninggalkan oven yang menyala, untuk menyalakan televisi dan menentukan film yang akan ditonton.
"Hm... Televisinya masih bagus..." Dia berdiri di depan televisi dengan sangat dekat sambil menekan beberapa kali remote-nya.
Ketika kembali ke oven untuk mengecek, dia tak sengaja menoleh ke ruang televisi. Siapa sangka, dia melihat ada monster dengan tubuh seperti alien merayap berjalan, kemudian menghilang dari tembok.
Elmera terkejut, bahkan dia buru-buru berjalan ke sana untuk memastikan, tapi sayangnya dia tak menemukan apa pun.
Hingga popcorn selesai dibuat dan oven berhenti memanggang, dia berjalan ke televisi dan menyalakannya. Namun, ia terkejut karena monster itu muncul lagi.
Monster yang mengerikan yang memiliki tubuh menyerupai alien, tapi lebih menyeramkan. Kulitnya gelap, hampir hitam, dengan tekstur seperti sisik reptil yang kasar dan licin. Matanya besar dan bulat, berwarna merah menyala seperti bara api yang menyala di kegelapan. Wajahnya tidak memiliki hidung, hanya mulut besar yang dipenuhi gigi-gigi tajam, taring-taring yang menonjol keluar. Tangan dan kakinya kurus memanjang, dengan cakar yang tajam dan melengkung. Tubuhnya yang ramping tapi tinggi tampak melengkung ketika merayap di tembok, seperti bayangan yang bergerak cepat dan tak wajar.
Suara yang dikeluarkannya seperti gemerisik, seolah napasnya tercampur dengan desiran angin. Monster itu bergerak dengan gerakan yang tidak manusiawi, merayap di permukaan tembok, bahkan bersembunyi dalam bayangan, membuatnya sulit untuk diikuti oleh pandangan mata.
Elmera terdiam kaku melihat sosok itu dari kejauhan, tubuhnya terasa dingin seolah darah di dalamnya berhenti mengalir. Ia tak mampu menggerakkan otot-ototnya, hanya bisa memandang ke arah televisi yang kini mati dengan sendirinya. Monster itu masih ada, berjalan mengitari ruangan seolah sedang mengawasi.
Dengan cepat, Elmera memutuskan untuk mundur perlahan. Dia harus menemukan jalan keluar atau tempat aman. Keringat dingin mengucur di dahinya, suara napasnya terasa berat di tengah ketegangan yang semakin mencekam. Ketika monster itu tiba-tiba menghilang di balik sudut tembok, Elmera mengambil kesempatan itu untuk berlari ke dapur. Pintu depan terlalu jauh, tapi mungkin ada sesuatu di dapur yang bisa ia gunakan sebagai senjata.
Di dapur, tangannya gemetar saat meraih pisau. Tapi sebelum ia sempat bernapas lega, terdengar suara gesekan dari balik pintu dapur. Sesuatu menggaruk perlahan di sana, membuat bulu kuduknya meremang.
Dengan napas terengah-engah, ia melangkah mundur, matanya tak lepas dari pintu. "Apa ini semua...?" bisiknya.
Suara itu semakin keras, lalu... pintu dapur bergetar. Perlahan, gagang pintu berputar sendiri. Elmera menahan napas, berdoa agar itu hanya mimpi buruk, tapi semua terasa begitu nyata.
Tiba-tiba, pintu terbuka lebar, dan monster itu muncul kembali. Kali ini, ia mendekat lebih cepat, merayap di lantai dengan gerakan yang mengerikan. Elmera panik, melempar pisau ke arah monster itu, tapi pisau hanya terlempar ke dinding, tanpa mengenai apapun.
Monster itu mendekat, dan Elmera merasakan lututnya melemah. Tidak ada lagi tempat untuk lari. Namun, sebelum monster itu bisa menyentuhnya, terdengar suara keras dari luar—suara pintu depan yang dibuka paksa.
"Elmera! Elmera, kau di mana?" terdengar suara seorang pria yang dikenalinya—Mehzid!
Monster itu berhenti, lalu menoleh sejenak ke arah suara tersebut, sebelum menghilang begitu saja dalam sekejap, seperti asap yang ditiup angin.
Mehzid muncul di ambang pintu dapur, dengan napas terengah-engah dan wajah penuh kekhawatiran. "Apa yang terjadi? Kau baik-baik saja?"
Elmera hanya bisa menatapnya dengan mata yang lebar dan gemetar. "A-ada... sesuatu di sini... monster..." gumamnya, hampir tak terdengar.
Mehzid mendekat, memandang sekeliling, tapi tidak ada tanda-tanda dari makhluk mengerikan yang Elmera lihat. "Tidak ada apa-apa di sini," katanya, berusaha menenangkan.
"T-tadi ada... monster itu... di sana," Elmera menunjuk ke arah tempat di mana ia terakhir kali melihat makhluk itu.
Mehzid memandang Elmera dalam-dalam, lalu menarik napas panjang. "Mungkin kau terlalu lelah, Elmera. Rumah ini... Memang aneh..." kata Mehzid.
Tapi Elmera menyadari sesuatu. "Tunggu, kenapa kau bisa kesini?"