Elmera yang panik melangkah mundur, napasnya terengah-engah. Ia tahu dirinya dalam bahaya. Dengan cepat, ia berlari ke arah kamar kecil di bagian belakang toko dan menyembunyikan diri di bawah ranjang penyimpanan barang. Jari-jarinya yang gemetar mengetik nomor polisi di ponselnya dan segera melapor tentang pria mencurigakan di depan tokonya.
Tak lama kemudian, suara pintu terdobrak bergema di seluruh ruangan. Pria itu benar-benar masuk, dan Elmera bisa mendengar suara langkah beratnya di lantai kayu yang berderit. Hatinya hampir meledak karena ketakutan saat mendengar pria itu menggerutu pelan. "Aku tahu kau di sini... Jangan mencoba sembunyi..." Suara itu kasar dan penuh amarah.
Elmera mencoba menahan napas agar tidak mengeluarkan suara sedikit pun. Dari bawah ranjang, ia bisa melihat kaki pria itu yang menyusuri ruangan, pisau di tangannya menciptakan bayangan mengerikan di dinding yang remang. Pria itu merangkak dan menyusuri ruangan dengan teliti, seolah sedang berburu mangsa.
"(Apa yang harus kulakukan?!)" pikir Elmera, kepanikan makin menghimpitnya. "(Jika aku tetap di sini, dia pasti akan menemukanku. Tapi kalau aku keluar, aku bisa langsung berhadapan dengannya!)" Elmera mencoba meredam isak yang hampir meledak dari bibirnya. Tangan kirinya mencengkeram ponsel dengan erat, sementara tangan kanannya berusaha membuka laci kecil di sampingnya, berharap ada sesuatu yang bisa dipakai untuk membela diri.
"(Oh, Shit, bagaimana ini...) Apa ini akhirnya? Tidak, aku harus tetap tenang... Harus ada cara!" gumamnya dalam hati, mencoba menenangkan diri di tengah kegugupan yang memuncak.
Suara langkah pria itu semakin mendekat. Elmera merasa napasnya semakin berat. Tiba-tiba, kakinya menyenggol botol kaca yang berada di bawah ranjang, membuatnya menggelinding pelan ke arah kaki pria itu. Elmera terdiam, matanya membesar ketika suara botol itu membuat pria itu berhenti sejenak, lalu melangkah semakin dekat ke tempat persembunyiannya.
"(Sial! Dia pasti mendengar itu!)" Elmera menahan napasnya sekuat tenaga, tetapi pria itu jelas-jelas menyadari kehadirannya. "(Apa aku harus melawan? Aku tidak mungkin berdiam diri saja! Apa aku harus mencoba menjerit lagi agar seseorang mendengarku?)" pikirnya, dengan peluh mulai mengalir deras di pelipisnya.
Pria itu berdiri tepat di depan ranjang, bayangan tubuhnya yang besar tampak jelas dari celah di bawah. Elmera menggigit bibirnya, mencoba mengendalikan rasa takut yang menguasainya. Dalam keputusasaannya, dia menggenggam botol kecil yang berada di sampingnya, bersiap untuk menggunakannya jika pria itu menemukan tempat persembunyiannya. "(Aku harus lakukan sesuatu! Aku tidak akan menyerah begitu saja!)" bisiknya kepada dirinya sendiri.
Tapi sebelum pria itu sempat bergerak lebih jauh, suara orang yang dikenal tiba-tiba muncul.
"Nona Elmera!!" suara Axe terdengar, yang langsung dengan buru-buru masuk.
Sebelumnya, Axe menggunakan mobilnya untuk melihat ke sekitar sambil berjalan perlahan. "(Di mana kedai kebab nya? Aku tidak melihat sama sekali, bahkan jalanan di sini terlalu gelap...)" pikirnya, lalu dengan lampu senter mobilnya, ia melihat kedai kebab yang gelap karena mati lampu.
Dia terdiam, berpikir tentang sesuatu yang buruk, dan kecurigaannya semakin memuncak ketika melihat mobil asing di samping kedai kebab. "Siapa itu? Apakah itu berbahaya?" Dia mulai waspada, lalu mengambil sebuah senjata, yakni pistol tangan dari dasbor mobilnya. Dia langsung menghentikan mobilnya agak jauh agar suara mobil tidak diketahui oleh orang asing itu. Dia dengan buru-buru mendekat ke sana dan begitulah bagaimana dia masuk.
Pria asing yang mendengar suara Axe menjadi waspada, bahkan dia menodongkan pisau pada Axe yang terkejut karena begitu dia masuk, dia langsung disambut pisau itu.
Elmera yang tak sadar dirinya berlebihan menjadi keluar dari ranjang. "Axe!"
Tak disangka, pria asing itu langsung menarik kerah Elmera.
"Akh!!"
Dia mendekap Elmera dan menodongkan pisaunya di leher Elmera, membuat Axe terkejut.
"Hoi!! Bangsat!! Lepaskan dia!!" Sikap Axe mulai keluar. Dia berteriak, bahkan menodongkan pistol.
"Jika kau menembak atau mendekat, aku bisa membunuhnya!" kata pria asing itu. Elmera hanya bisa memberontak, tapi ia tak cukup kuat dalam keadaan panik.
Axe tak punya pilihan lain yang membuatnya menurunkan pistolnya.
"Turunkan pistolmu, keluar dari pintu sekarang!" tatap pria asing itu.
Axe ragu, tapi ia melihat wajah Elmera yang mencoba tenang. "Axe..." Dia memanggil pelan.
Axe akhirnya meletakkan pistolnya ke bawah dan mundur perlahan, dia akan menyerahkan semua pada Elmera. Lalu pria itu menutup pintu, membuat Axe ada di luar.
Tapi Elmera tidak selemah yang dia pikir. Mungkin pria itu hanya berpikir Elmera lemah, padahal sekarang ketika pria itu lengah saat menutup pintu, Elmera langsung mengangkat pistol dengan tendangan kakinya, bahkan dia menangkap pistol itu. Pria itu terkejut dengan gerakan itu, dan karena itulah Elmera langsung menendang wajah pria itu.
BRUK!!
Suara keras muncul, membuat Axe langsung mendobrak pintu itu dan melihat ke dalam. Elmera langsung memberikan pistolnya pada Axe.
"Sial!!" Pria asing itu tampak akan bangun, tapi Axe langsung mengunci kedua tangannya. Pria itu terdiam, dia tak bisa melakukan apa pun lagi. "Kau sialan, berani sekali berurusan dengan gadis sepertinya..." kata Axe dengan pelan.
"Dia benar-benar sangat buruk sekali..." kata Elmera sambil menatap pria asing itu.
Lalu dia mendengar pria itu bergumam. "Kenapa kau sangat kuat? Aku hampir membunuhmu... Seharusnya gadis sepertimu terlihat lemah..."
Elmera yang mendengar itu langsung menampar pipi pria itu, membuat pria itu terkejut tak percaya.
"Katakan sekali lagi jika kau ingin neraka..." Tatapan Elmera sangat membunuh. "Sekarang katakan padaku... siapa kau!?" dia tampak memaksa.
Tapi secara kebetulan, sirene polisi memecah kesunyian malam. Mereka masuk dan langsung melihat lebih dekat, kemudian polisi itu mengunci borgol di tangan pria yang kini tergeletak di lantai, wajahnya penuh kebencian.
Axe langsung berbicara dengan tenang pada para polisi itu, mereka juga mendengarkan dengan baik karena mereka tahu status Axe. Setelah itu mereka sama-sama menatap Elmera.
Elmera menatap pria itu dengan bingung. "Siapa dia? Apa yang dia inginkan?" Elmera menatap datar sambil menyilang tangan.
Polisi itu mengangguk pelan. "Kami sudah menyelidiki pria ini. Rupanya, dia adalah mantan pemilik kedai burger tempat temanmu, Gavin, bekerja. Dia merasa iri dan marah karena Gavin membuka bisnis baru, dan itu membuatnya kehilangan banyak pelanggan. Dia berpikir Gavin dan orang-orang dekatnya layak mendapat pelajaran, termasuk kamu."
Elmera menatap pria itu dengan rasa jijik. Pria itu hanya membalas tatapan Elmera dengan senyum sinis, wajahnya penuh kemarahan yang terpendam. "Kau pikir ini sudah berakhir, hah? Kalian semua tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya!" ancamnya dengan suara dingin, tapi polisi segera menariknya pergi, memaksanya keluar dari toko yang kini terasa lebih menakutkan dari sebelumnya.
"Terima kasih untuk bekerja sama nya, Nona Elmera...." sekali lagi para polisi itu tahu siapa Elmera membuat Elmera hanya terdiam bosan.
Setelah semuanya selesai, polisi membawa pria itu pergi dan Elmera duduk sendirian di dalam toko kebab yang gelap. Dia menatap pintu depan yang masih berderak perlahan karena angin, merenungkan betapa dekatnya dia dengan bahaya. Toko kebab itu yang sebelumnya tampak sederhana dan tenang, sekarang terasa penuh dengan bayangan gelap dari ancaman yang hampir merenggut nyawanya.
Di luar, lampu toko burger tempat pria itu pernah bekerja masih menyala, berpendar redup di malam hari. Elmera sadar bahwa meskipun pria itu sudah ditangkap, mungkin ada lebih banyak hal yang masih tersembunyi dalam kegelapan yang belum ia ketahui... dan tidak semua ancaman bisa begitu saja diatasi dengan panggilan ke polisi.
Kemudian di tengah keheningan, Axe muncul dari luar. "Nona?" Dia melihat Elmera yang melamun duduk sendirian di dalam. "Kau baik-baik saja?"
"Ah, aku baik-baik saja. Kau sudah mengantar para polisi itu? Mereka sudah pergi?" tanya Elmera sambil berjalan mendekat.
"Sudah diketahui bahwa ini semua karena kecemburuan. Padahal kedai ini baru dibuka, tapi kedai miliknya sudah sepi. Dia sepertinya kesal karena alasan Gavin keluar adalah untuk membangun usaha sendiri..."
Elmera yang mendengar itu menjadi kecewa. "Haiz, apa begini saja. Aku ingin kau mencari tempat yang bagus untuk Gavin yang akan menjual burger di tengah kota. Pasti di sana akan aman dari hal-hal beginian," kata Elmera.
"Tentu, aku bisa melakukannya..." Axe langsung mengangguk pelan.
Lalu kemudian Gavin muncul perlahan dengan bingung. "Elmera?" Dia mengintip memastikan dan melihat Elmera ada di hadapannya. "Kupikir kau ada masalah, kenapa berantakan?" Dia langsung masuk, lalu terkejut baru sadar ada Axe karena lampunya masih redup mati.
"Eh, siapa?"
"Kau tidak ingat? Dia Axe, yang aku ceritakan sebagai asistenku," kata Elmera.
"Ah, aku ingat... Oh ya, apa yang baru saja terjadi? Kenapa aku seperti ketinggalan sesuatu?" Ia tampak menatap polos.
Lalu Elmera menghela napas dan menjelaskan semua pada Gavin yang langsung terkejut mendengar cerita Elmera. "Begitu buruknya..." Dia hanya bisa menggeleng.
"Karena itulah, kau harus memilih lokasi yang baik, Gavin... Aku akan membantumu kali ini, bersiaplah selama beberapa hari. Aku meminta Axe untuk mencari tempat di kota, kau akan tenang jika tinggal di sana. Aku rencana juga mau pindah..." kata Elmera.
"Eh, Elmera... Tidak perlu serepot itu... Aku benar-benar tak nyaman... Bagaimana jika semua tak berjalan lancar? Sebelumnya aku berterima kasih padamu, juga minta maaf membawa masalah ini padamu..." kata Gavin.
Elmera hanya bisa menghela napas panjang. "Haiz... Apa yang kau bicarakan, nasib baik ada Axe. Jika tak ada, aku juga tak akan bisa menghadapi semuanya... Yang pasti semua sudah berakhir. Kau harus menerima tawaranku untuk ke kota... Kau mengerti?" tanya Elmera.
Gavin tampak ragu, dia tak bisa berpikir lagi hingga mengatakan sesuatu. "Elmera... Aku berterima kasih atas tawaranmu, tapi bukannya aku menolak, hanya saja, kamu sudah banyak membantuku... Aku tak bisa menerima ini seenaknya—
"Gavin! Kita teman, kan?" Elmera langsung menyela, membuat Gavin terdiam dan mengangguk pelan. "Kalau begitu, tak apa... Kau harus menerimanya... Mengerti...? Lagipula aku juga ingin selalu memakan kebabmu..." kata Elmera.
Mendengar itu membuat Gavin tersenyum senang dan mengangguk. "Baiklah, terima kasih..." balasnya, membuat Elmera juga tersenyum kecil.