Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Bintang Penyelamat

🇮🇩NeroDraven
--
chs / week
--
NOT RATINGS
11.6k
Views
Synopsis
Dunia magis terinvasi oleh sepuluh penguasa kegelapan. Thaldra Soulbone yang baru saja terlahir tiba-tiba di tuntut untuk menyelamatkan dunia magis. Di umurnya yang masih sangat muda, thaldra soulbone juga harus melintasi negri asing untuk mencari rekan petualangan, berlatih bela diri magis, menghadapi makhluk misterius, memecahkan teka-teki kuno, dan mengungkap rahasia di balik Invasi penguasa kegelapan. Akankah Thaldra soulbone dapat menghentikan Invasi ini bersama rekan petualangan, pemimpin negri, pejuang cahaya, dewi dan penjaga negri ?. Yuk baca agar tahu kisah petualangan terseru - terumit - termanis dan terpaling misterius hanya di novel berjudul bintang penyelamat. Aku jamin engga akan nyesel deh ketika udah baca.
VIEW MORE

Chapter 1 - Awal Mula

Dunia Magis berawal dengan penuh kedamaian.

Namun, tiba-tiba langit yang cerah diselimuti oleh awan gelap yang berputar perlahan namun pasti.

Semua penghuni negeri bertanya-tanya, apa yang menyebabkan fenomena aneh ini ?

Tidak ada jawaban yang pasti, hingga dua sosok pemberani, Lebiya dan Gurfeda, melihat sesuatu yang luar biasa di langit.

"Hei! Lihat itu!" seru Lebiya dengan mata terbelalak, menunjuk ke arah langit yang mulai muram. "Ada kristal besar berwarna ungu pekat! Dan... itu jatuh dari langit!"

"Wah!!" Gurfeda hanya mampu berseru singkat, wajahnya menyiratkan keterkejutan.

Kristal raksasa itu jatuh dengan kekuatan luar biasa. Bunyi ledakan keras mengguncang tanah, menciptakan lubang dalam yang membuat debu beterbangan ke segala penjuru.

Guncangan dahsyat itu menghantam Lebiya dan Gurfeda hingga tubuh mereka terpental jauh.

Lebiya yang terluka parah menggeliat pelan sambil mendesah, "Ugh..." Namun tak lama kemudian, ia pingsan karena rasa sakit yang tak tertahankan.

Gurfeda pun merintih keras.

"Aghh!" Ia pun tak sanggup menahan kesakitan dan kehilangan kesadaran.

Di tengah kabut pekat yang menyelimuti tempat jatuhnya kristal, sesosok entitas misterius muncul dari kegelapan.

Sosok itu berbicara dengan nada dingin yang menggetarkan suasana.

"Akhirnya waktunya akan tiba," katanya, diiringi tawa yang mengerikan.

"Kalian, manusia lemah, tak akan pernah bisa menghentikanku."

Entitas itu tersenyum jahat sebelum melepaskan kekuatan kegelapan yang begitu dahsyat.

Kristal besar yang tadinya utuh kini mulai retak perlahan dan kemudian hancur berantakan.

Dari dalamnya, seekor monster bersayap bangkit dengan aura mengerikan.

Monster itu mengaum keras, kemudian berbicara, "Tuan, perintah apa yang harus aku jalankan?"

Sang entitas menjawab dengan dingin, "Pergilah ke Desa Anturnm, Desa itu memiliki kristal yang akan membuatmu semakin kuat."

"Baik, Tuan," sahut monster itu dengan nada tegas sebelum menundukkan tubuh dengan hormat.

Setelah memberikan hormat, monster yang dikenal sebagai SoulVens terbang tinggi, menuju desa Anturnm.

Sang entitas tertawa jahat sebelum perlahan menghilang, meninggalkan kabut tebal yang masih menyelimuti tempat itu.

Beberapa saat kemudian, Lebiya terbangun dengan tubuh penuh luka.

Ia meringis menahan sakit sambil bergumam lemah, "Ahh..."

Melihat Gurfeda yang masih tergeletak tak sadarkan diri, Lebiya mencoba memanggilnya. "Kalau bukan karena kamu, aku pasti mati terhempas oleh kristal itu," ujarnya pelan. "Tapi... di mana kristal sebesar itu sekarang ?"

Ia terdiam sejenak, kebingungan. Dengan susah payah, Lebiya menyeret tubuhnya dan membawa Gurfeda ke desa sebelah bernama Untecine, tempat seorang dokter ahli bernama Amine tinggal.

Sesampainya di rumah Amine, Lebiya mengetuk pintu dengan lemah.

"Silakan masuk," terdengar suara Amine dari dalam.

Lebiya membuka pintu dan memapah Gurfeda ke tempat tidur.

Amine terkejut melihat kondisi mereka yang penuh luka. "Gurfeda ! Lebiya ! Apa yang terjadi pada kalian berdua?"

Dengan nafas tersengal-sengal, Lebiya menceritakan semuanya. "Ada kristal besar jatuh dari langit... Kristal itu menghantam kami... lalu kami terhempas hingga pingsan."

Amine mendengarkan dengan serius, lalu berkata, "Baiklah, tunggu sebentar. Aku akan mencari bahan untuk mengobati luka kalian."

Setelah mengambil obat dari gudangnya, Amine kembali dan mulai merawat luka Lebiya. "Bagaimana dengan kristal itu sekarang ?" tanyanya.

"Aku tidak tahu," jawab Lebiya. "Ketika aku sadar, sekelilingku sudah dipenuhi kabut tebal."

Tiba-tiba, suara seseorang yang tidak dikenal muncul dari belakang mereka. "Kristal itu telah berubah menjadi monster mengerikan bernama SoulVens."

Lebiya dan Amine terkejut. "Bagaimana kamu bisa tahu ?" mereka bertanya serempak.

Sosok misterius itu tertawa cekikikan. "Aku melihat kejadiannya dari kejauhan," katanya.

"Tapi aku tidak berani mendekat karena penguasa kegelapan berada tepat di belakang kristal itu."

"Penguasa kegelapan ?" tanya Lebiya bingung.

"Siapa itu ?" Amine penasaran.

Sosok misterius itu tertawa lagi sebelum menjawab, "Penguasa kegelapan adalah makhluk yang bahkan seorang Dewi di masa lalu tidak mampu mengalahkannya. Sang Dewi tersegel hingga kini keberadaannya tidak diketahui."

Dengan tekad bulat, Lebiya berteriak, "Aku tidak peduli ! Pasti ada kelemahan yang dimiliki penguasa kegelapan itu. Aku akan menemukannya!"

Sosok misterius itu tersenyum. "Baiklah, jika kamu bersikeras."

Ia melanjutkan ceritanya tentang masa lalu: "Dahulu kala, aku dan rekanku berjuang melawan penguasa kegelapan. Namun, rekanku berkhianat dan menjadi sekutu kegelapan. Sampai sekarang, aku tidak tahu keberadaannya."

Tiba-tiba, suara ledakan keras terdengar dari kejauhan. "Dhuaar!"

Lebiya, Amine, dan sosok misterius itu terkejut. "Suara apa itu?" tanya Lebiya.

Zora, yang akhirnya memperkenalkan dirinya sebagai pengembara lintas waktu, berkata, "Sepertinya itu ledakan besar. Arahnya di sana !"

Di sana, mereka melihat sesosok monster kuno bernama Leyvens.

Zora berteriak, "Aku akan melawan monster ini demi desa River Volfe!"

Namun, saat Zora sibuk melawan Leyvens, kabut pekat muncul dari atas.

"Kena kamu, Zora!" suara jahat bergema.

Entitas kegelapan muncul dan menyerang Zora.

Tetapi dengan cepat, Lebiya melindungi Zora meski tubuhnya terkena serangan itu.

Dengan sihir ruang-waktu, Lebiya menciptakan medan perlawanan khusus untuk menghadapi sang penguasa kegelapan.

"Lebiya ! Jangan lakukan itu!" teriak Zora. Namun semuanya sudah terlambat.

Pertarungan sengit terjadi di medan perlawanan.

Zora yang masih melawan Leyvens akhirnya berhasil mengalahkannya dengan mantra pamungkas, "Sh'katërroni Errësirën !"

Leyvens hancur menjadi kepingan cahaya.

Namun, kekhawatiran Zora meningkat saat ia melihat potongan tubuh Lebiya keluar dari portal.

"Lebiya !!" Zora berteriak dengan putus asa.

Saat itulah sang penguasa kegelapan menyerang Zora dari belakang, membuatnya terhempas jauh.

Entitas itu tertawa jahat. "Menangis tidak akan membuatmu lebih baik, manusia lemah !"

Dengan kabut tebal yang menyelimuti, entitas itu menghilang sambil bergumam, "Kamu akan berguna untukku, Amine."

Zora yang masih terduduk dengan napas terengah berusaha bangkit, meski rasa sakit akibat serangan entitas kegelapan masih terasa di sekujur tubuhnya. Tatapannya tertuju pada Amine yang terduduk gemetar, wajahnya basah oleh air mata penyesalan.

Amine terus merintih pelan, suaranya bergetar, "Mengapa... Aku begitu lemah? Aku tak bisa membantu kalian... Aku tak ada gunanya..."

Melihat sahabat baru yang larut dalam kepedihan, Zora menghela napas panjang, mengumpulkan kekuatan terakhirnya. Dengan langkah perlahan, ia mendekati Amine, lalu berlutut di sampingnya.

"Amine," ujar Zora lembut, suaranya penuh ketenangan meski tubuhnya masih bergetar. "Dengar, tidak ada yang lahir dengan kekuatan besar. Keberanianmu sendiri sudah cukup berarti."

Amine menatap Zora dengan mata yang memerah. "Tapi aku hanya berdiri diam saat kalian terluka... Aku tidak melakukan apa pun."

Zora tersenyum samar. "Tidak semua pertempuran dimenangkan dengan kekuatan, Amine. Kadang, hanya dengan tetap di sini dan merawat yang terluka, kamu sudah menjadi bagian penting dari perlawanan."

Kata-kata Zora membuat dada Amine terasa sedikit lega. Meski masih ada rasa bersalah, hatinya yang sebelumnya penuh kepanikan kini mulai merasakan ketenangan.

"Dunia ini sedang dalam ancaman besar," lanjut Zora, suaranya mantap, "dan aku percaya, setiap orang punya peran penting—termasuk kamu."

Amine mengangguk pelan, rasa percaya diri yang sempat hilang mulai kembali menyala di matanya. "Terima kasih, Zora..." bisiknya pelan.

Zora berdiri, mengulurkan tangan pada Amine. "Ayo bangkit. Kita belum selesai."

Amine menggenggam tangan itu dengan erat.