Api berkobar, membumihanguskan pusat Kota Surabaya. Para penduduknya berlarian, berteriak ketakutan. Ledakan terjadi berulang kali, sirine mobil polisi menggema di malam hari. Pasukan bersenjata dikerahkan menuju pusat kota, menyelamatkan yang bisa diselamatkan.
Gema tembakan meriuhkan keadaan bertubi-tubi. Berbagai peluru melesat ke berbagai arah, tak ada habisnya. Rudal tank menghujam ke arah lawan, meimbulkan ledakan yang memekakkan telinga.
Derap langkah seorang gadis berlari, memasuki gedung bertingkat. Langkah kaki, menaiki tangga hingga tiba di lantai atap. Ia terhenti ketika tiba di pagar pembatas. Sorot matanya memandang kebakaran di hadapannya. Lautan api bergejolak, langit pun ditutupi oleh asap, tak ada langit cerah.
Gadis itu mengepalkan tangan erat, amarahnya kian membara bagaikan api yang sedang membara di hadapannya. Tak bisa dimaafkan, kata yang tersirat dalam benak.
Terdengar langkah kaki yang mendekat berasal dari belakangnya. Gadis itu sedikit melirik ke belakang. Berdecak kesal. Aliran petir mulai mengelilingi gadis itu. Berbalik berhadapan dengan seorang lelaki.
Jelas bukan lelaki biasa, ia adalah esper.
Tanpa berpikir panjang, gadis itu menerjang maju dengan petir berwarna biru. Melemparkannya berulang kali.