Chereads / Gadis Pembunuh Tanpa Cinta Tanda Sejati / Chapter 17 - Chapter 17 Mengakui

Chapter 17 - Chapter 17 Mengakui

Korea 26 December

Chapter 17 The Silent

: Mengakui Kesalahan

Plak!!

"Kenapa kau tidak bisa bisa!! Itu hanyalah nada, kenapa susah diajari!!" seorang pria menampar sambil memarahi lelaki kecil di depan nya.

Selain tak melawan, lelaki itu juga tampak tertekan dengan wajah sedihnya dan meminta maaf. "Maaf, maafkan aku... Aku tidak bakat dalam hal ini... Aku mohon jangan paksa aku..." lelaki kecil itu membalas dengan langsung meneteskan air mata.

Tapi pria itu tampak masih sangat kesal, dan mendadak saja dia menarik kerah lelaki kecil itu membuat nya mendekat sangat dekat. "Aku tidak mau tahu, selesaikan ini maka kau boleh keluar, kau tidak tahu betapa penting nya hal ini!" kata pria itu, seketika lelaki kecil itu menjadi terkejut.

"Tunggu, apa maksudmu... Apa aku tak diizinkan keluar?!" dia panik sambil menahan tangan pria itu yang masih menahan kerahnya.

"Ya kau tidak boleh," balas pria itu lagi yang membalas dengan tatapan dingin, seketika dia yang mendengarnya menjadi meneteskan air mata.

"Ini tidak mungkin, kenapa kau kejam sekali, bagaimana dengan sekolah ku?"

"Aku bisa mengurusnya, aku akan mengatakan nya pada pihak sekolah bahwa kau sedang pergi keluar kota, aku hanya menginginkanmu bisa cepat menguasai skill ini, apa kau tidak ingat pesan ibu?!" pria itu kembali menatap tajam dan jika dilihat sekali lagi, dia sangat mirip dengan Fadgham. Sekilas di perlihatkan sebuah piano di antara ruangan gelap itu, sepertinya dia memaksa lelaki kecil itu untuk kembali mengingat nada piano.

Lalu dia melepas kerah lelaki kecil itu dan berjalan pergi mengurung nya, dengan pintu yang tertutup rapat, terdengar teriakan lelaki itu. "Tidak!!!! Kau kejam kakak!!! Aku membenci mu!!!!"

***

Tiba tiba saja alarm berbunyi sangat keras membuat mata seseorang terbangun, dia langsung bangun duduk dan mematikan alarm itu, tak lupa mengusap kepalanya dengan cemas. "Mimpi itu lagi...." ia langsung bangun dan menyalakan lampu, siapa sangka, rupanya itu Fadgham, dia tengah bersiap siap merapikan dirinya dan kemudian pergi ke rumah sakit, tapi rupanya Fadgham memiliki masa lalu yang agak aneh seperti apa yang mimpinya ingatkan padanya.

"(Aku sudah menyadari kesalahan ku selama bertahun-tahun, tapi kenapa rasa bersalah ini benar-benar tak mau hilang....)" pikirnya dengan sangat cemas.

Sesampainya di rumah sakit, dia langsung memeriksa kondisi Silvax yang tampak terdiam di tempatnya dan Fadgham juga tampak terdiam menatapnya.

Tapi di antara itu, Silvax menjadi mengingat sesuatu yakni soal tantangan dari dosen Delmar yang bahkan belum ia selesaikan. "(Aku harus menyelesaikan novel itu... Aku yakin masih ada beberapa hari, dan aku harus mencari cara untuk menyelesaikan novel itu....)" pikirnya dengan tampak kesal.

"Apa kau baik-baik saja?" Fadgham mendekat dan Silvax menjadi menatap ke arahnya dan langsung bertanya sesuatu. "Kapan aku benar-benar bisa berjalan... Tolong lakukan apapun untuk membuat ku berjalan," tatapnya.

Mendengar itu membuat Fadgham tersenyum kecil. "Sebenarnya aku dengar dari dokter sesepuh di sini kalau besok kau akan di operasi dan melakukan rehabilitasi selama beberapa hari, hanya perlu sabar menunggu."

"Seberapa lama?" Silvax menatap khawatir.

". . . Mungkin, dua minggu.... Apa ada masalah? Kau punya sesuatu yang harus di kerjakan selama itu?"

"Ya... Aku harus, menyelesaikan naskah ku... Aku ingin menyelesaikan nya dan mendapatkan penghargaan sebagai mahasiswi terbaik..."

"(Mahasiswi terbaik?) Tapi, bukankah, kau sudah ada beberapa minggu tidak masuk kampus, mereka mungkin menganggap mu keluar..." tatap Fadgham, seketika Silvax terkejut. "(Benar juga...)" wajah terkejut nya kemudian berubah menjadi kecewa. "(Sepertinya aku tidak akan bisa menyelesaikan nya... Itu hanya akan menjadi cerita mati, sama seperti aku sekarang, hanya menjadi seseorang yang payah, ini layaknya aku keluar dari kehidupan, tak ada yang tahu aku dan aku tak akan bisa melihat dunia luar...)"

"Jika kau bosan, mungkin kau bisa mendengarkan musik," kata Fadgham.

Seketika silvax mengingat biola nya. "(Astaga.... Kenapa ini semua mulai membuat ku putus asa...)" ia bahkan memegang kepalanya dengan frustasi, bagaimanapun juga dia juga ingin bermain biola tapi ia bahkan tak tahu kondisi tempatnya seperti apa sekarang.

"Kenapa? Kau punya masalah?" Fadgham kembali bertanya, tapi ia teringat sesuatu dan langsung memberikan speaker kecil dan meletakan nya di meja Silvax, tak lama kemudian ada suara melodi berputar, itu adalah nada piano yang sangat indah membuat Silvax terdiam mendengarnya, dia bahkan menatap ke arah speaker itu sangat lama.

"Bukankah suaranya indah?" Fadgham menatap membuat Silvax masih terdiam, tapi ia bertanya. "Dari mana kau tahu nada yang indah merupakan nada yang seperti ini?"

"Ini nada yang indah karena di buat khusus dari adik ku..." kata Fadgham seketika Silvax menatap baru tahu. "(Aku baru tahu orang sepertinya punya adik? Apa adiknya musisi piano?)"

"Sebenarnya, dia sangat membenci musik itu, tepatnya nada yang dia buat, dia selalu membencinya... Karena bagaimanapun juga, menjadi pemain piano bukanlah cita citanya..." Fadgham mulai bercerita.

"Tapi semenjak ibu kita pergi, dia menitipkan pesan untuk adikku, meneruskan nada piano yang selalu di mainkan ibu kami, awalnya adik ku itu menolak tapi aku terus memaksanya... Aku sadar, obsesiku pada ibu terlalu jauh sehingga aku harus menuntut adikku untuk membuat lagu dan memainkan lagu milik ibu, juga meneruskan nada yang belum selesai di buat... Bagaimana pun juga ibu meminta ku untuk meminta adik ku memainkan musiknya, tapi tetap saja, adik ku itu sangat menjengkelkan karena dia terus memohon untuk berhenti, dengan alasan lelah lah atau apapun itu... Hingga aku kesal dan mengurungnya di ruangan bersama piano, tak peduli dia berteriak dan tak peduli seberapa besar dia membenciku... Saat itu aku memang bodoh, kenapa aku harus bersikap begitu... Sekarang dia hanya akan membenciku.... Dan aku ingin mengakui hal itu..." kata Fadgham membuat Silvax yang mendengarnya menjadi terdian, tapi dia langsung mengatakan sesuatu.

"Tapi, dengan sikap mu yang memaksanya, apakah dia menjadi seseorang yang di inginkan ibu maupun dirimu?" tatapnya.

Lalu Fadgham mengangguk. "Yeah, dia menjadi musisi piano yang terkenal di sini, satu tahun yang lalu, dia memutuskan untuk ke Jepang dan juga ke Korea, kemudian akan kembali kemari, dia terbang ke Jepang dan korea untuk menghadiri undangan yang di berikan untuk nya.... Dia sekarang sudah bisa menghasilkan uang sendiri dan aku sangat bangga padanya, tapi bagaimanapun juga... Menekan nada piano adalah hal yang paling berat untuk nya..."

"Siapa dia?" Silvax mulai penasaran.

"Jika aku katakan pun kau juga tidak akan tahu," kata Fadgham sambil mengambil ponselnya dan menunjukan foto majalah milik adiknya yang sudah terkenal.

Tapi betapa terkejut nya Silvax karena itu adalah lelaki yang saat itu mampir di apartemen Silvax, menawarinya untuk ikut berkolaborasi dengan piano dan biola milik Silvax, masih ingat dengan nya?

"I-itu!?" Silvax menatap dengan wajah tak percaya membuat Fadgham bingung. "Kau kenal dengan nya?"

"Dia.... Ti.... Tidak... Lupakan itu," Silvax malah memilih tidak mengakuinya. Tapi mendadak ponsel Fadgham berbunyi membuat nya menatap langsung siapa itu. "Oh, kebetulan sekali, dia menghubungi ku..." tatapnya dengan senang dan menerimanya di depan Silvax. Silvax hanya bisa mendengar Fadgham bicara. "Ya, aku di rumah sakit, jadi kau sudah sampai sini, mampirlah... Ya.... Aku tunggu kau..." kemudian dia menutupnya dan kembali menatap ke Silvax. "Sepertinya adik ku akan kemari...." tatapnya.

Seketika Silvax terkejut. "Sial.... Kenapa harus datang...."

--

Silvax sudah seharian duduk di ranjang nya dan terus saja menghela napas panjang. "Kapan aku bisa keluar dari sini...?" ia terus menanyakan hal itu.

Karena bosan, dia memutuskan menggunakan kursi rodanya dan mulai ke taman kecil rumah sakit, dia tampak kembali tenang ketika melihat ke arah air mancur. "(Jika ini memang akhir dari ceritaku, kenapa ini semua begitu sangat menyiksa untuk ku, aku menginginkan sebuah akhir yang sangat baik, tidak berakhir seperti ini... Aku jadi tak bisa bekerja lagi...)" pikirnya dengan wajah agak bosan.

Tapi di sisi lain, ada dua orang lelaki yang berjalan bersama sambil mengobrol dan mereka berhenti berjalan di dekat air mancur, Silvax menjadi melihat ke arah mereka tapi ia terkejut karena itu Fadhham dengan lelaki yang mereka bicarakan tadi, yakni adik Fadgham.

Mereka tampak mengobrol sangat akrab, karena silvax tak mau bertemu, ia langsung berbalik badan dan berusaha memutar kursi rodanya tapi Fadgham melihat kebetulan.

"Oh, kenapa dia ada di sini?" ia bertanya tanya membuat lelaki di samping nya bingung. "Siapa?"

"Dia salah satu pasien menarik di sini, biar aku kenalkan," kata Fadgham lalu mereka mendekat ke Silvax.

"Silvax…" Fadgham memanggil.

Tapi wajah Silvax tampak terpaku. "(Habislah.... Sudahlah... Aku pasrah saja...)" lalu Silvax menyerah untuk diam diam akan pergi dan kemudian menoleh pada mereka.

Tapi yang terkejut adalah adik Fadgham, yang benar saja dia adalah lelaki yang saat itu memperkenalkan dirinya sebagai musisi piano. "Kamu…" dengan reflek dia langsung menyedari Silvax.

"Kau kenal dengan nya?" Fadgham menatap.

Lalu lelaki itu mengangguk cepat dengan senang. "Dia adalah pemain biola yang sangat indah," dia langsung menjawab dengan senang membuat Fadgham berwajah tak percaya.

"Wah, tak hanya menulis, kau juga hebat dalam musik yah," tatapnya pada Silvax yang menghela napas panjang.

Tapi mendadak lelaki itu berlutut dan memegang kedua tangan Silvax membuat Silvax terkejut dengan tingkah itu

"Kamu... Adalah gadis yang aku cari cari, ketika kabar mu sudah tak ada, apartemen mu kosong, aku selalu menunggu mu tapi tak ada sesuatu yang menunjukan kau akan pulang di apartemen mu, hingga aku menyerah dan memutuskan terbang ke London untuk menemui kakak ku dan rupanya itu bertemu di sini, bukankah ini sebuah takdir?" tatapnya dengan semangat.

"(Ew...)" Silvax langsung menarik tangan nya membuat nya terdiam. "Maaf, itu mungkin sebuah kebetulan, aku tak mau menganggap itu lebih," sambil membuang wajah.

"Uh, um, kalau begitu biarkan aku memperkenalkan nama ku, aku Fandiyar, aku adik dari dokter ini," tunjuk nya pada Fadgham sambil kembali berdiri.

Tapi Silvax hanya terdiam cuek membuat Fadgham hanya bisa menggeleng kecil dengan senyum nya. "Dia memang seperti itu," tatapnya pada adiknya.