Chereads / Gadis Pembunuh Tanpa Cinta Tanda Sejati / Chapter 14 - Chapter 14 Pengkhianatan

Chapter 14 - Chapter 14 Pengkhianatan

Korea 12 December

Chapter 14 The Silent

: Penghianatan Diatas Kenyataan

Mereka sampai di sebuah jembatan dan Silvax tampak terdiam bingung. "Kenapa kita kemari lagi?" ia menatap suasana yang sangat gelap, angin dingin yang membuat rambutnya terbang kecil. Suasana sepi yang tenang menambah kesan yang mendalam akan keadaan mereka yang bersama di sana.

"Apa kau bosan? Karena aku suka tempat ini... Oh, boleh aku jujur sesuatu," Alfavian menatap, nada bicara nya seolah olah dia telah merencanakan untuk mengatakan hal seperti itu, dia lalu mulai mengatakan sesuatu. "Sebenarnya, aku tertarik pada pandangan pertama, juga aku sangat suka gadis seperti mu, Silvax," tatap nya membuat Silvax berwajah tak percaya, tapi ia membuang wajah dengan rasa membosankan. "Maaf, tapi, aku tak bisa."

"Kenapa? Apa karena kau tak percaya cinta itu ada? Bukankah kau suka pada kata-kata yang aku ukir? Kau suka sekali garis yang aku gambar dan kau suka sekali pria seperti ku," tatap Alfavian.

"Dari mana kau berpikir seperti itu?" Silvax menatap tajam, tapi jauh di lubuk hatinya, dia ingin sekali menghabiskan waktu bersama Alfavian. "(Ini pertama kalinya aku merasa begitu nyaman dan tenang jika mendengar kalimat yang selalu dia ucapkan...)"

"Silvax, percayalah, aku tidak main-main, selama ini aku belum pernah merasa se tertarik ini padamu dan ini membuat ku ingin memeluk mu selamanya..." Alfavian membuka tangan nya berharap akan di peluk Silvax, tapi Silvax hanya tersenyum kecil dan menggeleng pelan.

"Kau tahu, mungkin kau berhasil mendapatkan ku, ketika pertama kali bertemu, aku juga berpikir kita memiliki banyak kesamaan..." tatapnya membuat Alfavian berwajah senang. "Sudah kuduga..."

Tapi mendadak ponsel Silvax berbunyi, kebetulan tempat di sana sepi jadi dia harus mengangkat nya. "Maaf, hanya sebentar."

"(Tak masalah.... Aku yakin, itu dari klien nya...)" pikir Alfavian, untuk sebentar dia langsung menatap sangat kecewa, mungkin dia kecewa karena akhirnya Silvax akan tahu siapa yang akan menjadi target yang akan ia bunuh.

Dan yang benar saja, ketka Silvax mendengar ponselnya, dia langsung berwajah sangat terkejut tak percaya, dan dari sinilah bagaimana sudah terlihat sekali bahwa dia telah mengetahui rahasia besar, ia lalu menatap ke Alfavian. "Kau!!" tatapan nya langsung tajam.

Alfavian sudah tahu apa yang terjadi. "(Aku tahu, klien nya pasti memberitahu Silvax bahwa aku adalah seorang pembunuh yang harus di bunuh oleh Silvax sendiri, pasti dia terkejut karena target ku sendiri adalah Silvax.)"

"Kau sialan!!" Tiba-tiba Silvax berteriak bahkan langsung menjauh selangkah.

Untuk sejenak, Alfavian mencoba untuk tenang, dia berwajah kecewa sekaligus putus asa. "Silvax, apa yang terjadi padamu? Kau sudah selesai menghubungi kan, jadi mari lanjutkan ini, mari kita habiskan waktu ini.... Sebelum, salah satu di antara kita mati...."

Silvax yang mendengar itu tentu saja semakin kesal. "Rupanya kau mempermainkan perasaan ku, kau membuang waktumu dan aku menyesal telah mempercayai mu!" Silvax mendadak mengeluarkan sebuah belati dan menodongkan ujung nya pada Alfavian yang mencoba tenang.

"Silvax, tidak kah wajah ku mengambarkan bahwa aku ingin membunuh mu? Tidak bukan? Jika saja aku tidak tertarik padamu, aku pasti sudah membunuh mu di saat kita pertama kali bertemu... Jujur, ketika aku bertemu dengan mu, aku tak memikirkan siapa yang harus aku habisi, saat aku tahu, bahwa yang harus aku habisi adalah kau, aku mencoba untuk membatalkan nya... Paling tidak dengarkan aku dulu, bagaimana jika kita membuat kesepakatan, di antara kita tak aka nada yang mati, dengan begitu, kitab isa mulai menghabiskan waktu lagi," Alfavian menatap sangat tulus, dia mencoba meyakinkan Silvax agar dia menurunkan belatinya. Dia bahkan juga tak segan-segan memberitahukan sebuah kesepakatan untuk mereka berdua.

Tapi Silvax yang sudah terlanjur merasa tertipu menjadi mengayunkan belatinya akan menebas leher Alfavian, dengan cepat Alfavian menghindar dan berlari.

"Pengecut! Kemarilah!!" Silvax menjadi sangat marah dan langsung mengejarnya.

Di wajah Alfavian, dia tampak sedih. "(Padahal aku hampir tertarik pada nya... Aku sangat ingin mencintai nya.... Maafkan aku!!)" Alfavian langsung masuk ke dalam gang.

Dari sana Silvax berhenti berjalan ketika sudah masuk ke gang, dia melihat sekitar dengan wajah yang serius. "(Sial... Sial... Sial... Kenapa ini harus terjadi... Kupikir kita memang memiliki rasa yang sama... Banyak persamaan di antara kita dan selama beberapa hari sebelumnya yang telah kita lewati, aku rela menghabiskan waktu dengan mu... Kenapa kau benar-benar sialan, seharusnya kau mengatakan nya dari dulu bahwa kau adalah seorang pembunuh, kau menutupi sikap mu yang pembunuh dengan kata-kata ukiran yang sampah....)" ia tampak putus asa.

Tapi tiba-tiba saja ada nyala sebuah lampu besar membuat Silvax langsung menatap ke arah sana dan siapa sangka, ada mobil sedan yang melaju ke arahnya menyatakan Silvac terkejut, dia tak ada jalan lari selain lari ke depan, tapi itu akan percuma. Belum dia lari, mobil itu menabrak nya dan Silvax benar-benar terlempar ke arah jalan lain.

Mobil itu berhenti, dan langsung di ketahui siapa yang mengemudikan nya yang rupanya adalah Alfavian yang saat ini terdiam menatap depan, wajahnya tampak biasa tapi tiba-tiba saja air mata jatuh. "Ini pertama kalinya aku benar-benar merasakan jatuh cinta.... Tapi, kenapa aku harus berakhir begini...." ia tampak meremas kemudinya lalu keluar perlahan dari mobilnya.

Suara yang tadi benar-benar sangat keras, pasti orang yang tertabrak akan langsung mati.

Dia berjalan perlahan ke arah Silvax yang terbaring hampir tak sadarkan diri, Silvax masih terlihat membuka mata sedikit tapi dia benar-benar akan mati.

Disaat itu juga, Alfavian menghubungi seseorang dan mengatakan nya di depan Silvax langsung. "Ya... Iya... Aku.... Sudah, membunuh nya..." kata Alfavian pada ponselnya lalu Silvax yang masih tersadar menjadi perlahan menutup mata. "Kau.... Sialan..."

Itu adalah akhir dari Silvax, sebenarnya, mereka memiliki rasa satu sama lain, rasa yang saling melengkapi apalagi Silvax yang suka menulis dan Alfavian yang suka menggambar, tapi mau bagaimana lagi, sebuah fakta harus menjelaskan siapa itu Alfavian.

"(Sebenarnya aku ingin sekali mencintainya.... Tetapi, kenapa sikap egois terus saja mengalahkan seluruh kejadian yang akan terjadi...?)"

***

Siapa yang menyangka bahwa Silvax berakhir terbangun di sebuah rumah sakit, setelah dia sadar bahwa dia terakhir kali tak sadarkan diri setelah itu dia bangun dan mendapati dirinya di rumah sakit yang bahkan tidak ia kenali sama sekali.

Dia mencoba memahami situasinya dengan melihat ke sekitar dan wajah yang sangat bingung, tapi setiap kali ia berpikir bagaimana ia terjatuh pingsan dan kemudian bangun di tempat yang tidak ia kenal dan dia langsung teringat pada Alfavian.

"(Kau benar-benar sialan, kupikir semua kalimatmu itu adalah Kalimat yang terukir dengan kenyataan yang sangat benar tapi itu semua hanyalah kejahatan dari seorang rubah sepertinya, mau bagaimana lagi aku sudah sangat percaya dengan kalimatnya bahkan sebelum aku menyukainya aku sudah sangat sekali menyukai kalimatnya, kata-kata yang terus dia katakan dan bagaimana caranya bercerita soal bagaimana dia menggambar, dia memang menggambar seseorang tapi dia tak pernah menggambar kehidupan melalui masa lalu juga masa depannya, sehingga dia hanya dibutakan oleh arah di mana pekerjaannya telah mengalahkan rasa cinta yang sangat tidak masuk akal. Apapun itu Ini benar-benar sialan....)" Silvax tampak sangat putus asa juga sangat kesal, dia bahkan bisa meremas selimut yang menutupi tubuhnya, di antara dia bangun duduk, dia mencoba untuk mengumpulkan tenaganya kembali kemudian berniat untuk turun dari ranjang dengan mendahulukan kedua kakinya terlebih dahulu.

Tapi siapa sangka dia tampak terdiam bingung ketika dia akan mengangkat kakinya. "(Tunggu… Apa yang terjadi, kenapa ku tak bisa merasakan kedua kakiku, apa ini patah tulang? Tapi jika patah tulang aku akan merasa kesakitan, tapi ini aku sama sekali tidak bisa merasakan kedua kakiku....)" karena kebingungan itu membuat Silvax langsung mengangkat selimutnya untuk melihat kedua kakinya yang rupanya masih utuh, ini masih baik-baik saja hanya saja, kedua kakinya itu terlapisi oleh perban putih dan itu hampir menutupi seluruh kakinya.

"(Apa yang terjadi, aku tak bisa merasakan apapun di kakiku!? Jangan bilang ini adalah suatu pertanda yang buruk?! Aku tak mau... Apa aku tak bisa berjalan nantinya...?!)" ia tambah sangat ketakutan bahkan dia hampir meremas kedua kakinya untuk merasakan rasa sakitnya bahkan sampai menghancurkan perban-perban yang telah rapi menutupi kakinya.

Dengan wajah yang tak percaya dia juga mengingat sesuatu soal bagaimana dia berakhir dengan rasa yang hilang di kakinya, yakni bagaimana dia mengingat seluruh kejadian di mana dia tertabrak oleh mobil Alfavian sendiri sampai dia terjatuh dan berakhir tak sadarkan diri.

Tapi diantara ia mengingat kesakitan yang telah terjadi, dia juga mencoba untuk mengingat apa yang telah dia dengar untuk terakhir kali sebelum ia pingsan. Yakni suara dari Alfavian sendiri, suara yang sangat menyesal dan juga diiringi dengan tangisan.

"Maafkan aku, maafkan aku, jika ini bukan karena apa yang ada di tubuhku, aku mungkin tak akan melakukan ini, aku sebenarnya sangat mencintaimu, tapi aku takut kamu akan terluka lebih parah lagi, aku harap ini hanya sebuah peringatan untukmu dan kedepannya aku harap kau bisa buka mata, sekali lagi maafkan aku,"

Itu mungkin adalah kalimat yang dilontarkan oleh Alfavian secara perlahan dan mencoba untuk mengangkat Silvax dari jalanan yang dingin dan mengantarnya ke rumah sakit, fakta bahwa dia diutus untuk membunuh Silvax itu memang sangat benar tapi kenapa dia membiarkan Silvax untuk tetap hidup, mengingat sekarang menjadi pertanyaan bagi siapa yang masih kesal, dia sekarang masih menganggap bagaimana Alfavian yang begitu menghianati cintanya.

"(Jadi selama ini cinta tanpa tanda sejati itu memang ada dan cinta sejati itu tidaklah ada, mulai dari sekarang aku tidak akan tertipu untuk hal itu, aku telah bodoh dan dibodohkan oleh cinta itu sendiri...)"