Setelah Kael menyelesaikan ujian keberaniannya, Pendeta Agung mengalihkan perhatiannya pada Elara. Sang penyihir muda merasakan jantungnya berdebar lebih cepat, campuran antara antisipasi dan kegugupan memenuhi dirinya. Ia tahu bahwa Pendeta Agung tidak akan memberikan ujian yang mudah, terutama untuk menguji kebijaksanaan seseorang yang telah mempelajari sihir selama bertahun-tahun di bawah bimbingan neneknya yang bijaksana."Elara," suara Pendeta Agung bergema di dalam kuil, setiap suku kata diucapkan dengan jelas dan penuh makna. "Ujianmu akan menguji pemahamanmu tentang pengetahuan kuno, logika, dan kemampuanmu untuk memecahkan teka-teki yang telah membingungkan banyak orang selama berabad-abad. Ini bukan hanya tentang mengingat fakta, tetapi tentang memahami makna yang lebih dalam, tentang menghubungkan titik-titik yang tampaknya terpisah, dan tentang melihat pola yang tersembunyi di balik kekacauan."Elara mengangguk, matanya memancarkan tekad dan rasa ingin tahu yang tak tergoyahkan. Ia selalu menyukai tantangan, terutama yang berhubungan dengan pengetahuan dan sihir. Ia merasa siap untuk menghadapi ujian ini, siap untuk membuktikan bahwa ia layak menjadi bagian dari ramalan kuno yang telah mereka temukan.Pendeta Agung mengangkat tongkat kayunya yang berukir simbol suci, dan dengan gerakan lembut, ia menunjuk ke sebuah pintu batu besar yang sebelumnya tidak terlihat di dinding kuil. Pintu itu tampak kuno dan kokoh, dihiasi dengan ukiran rumit yang menggambarkan simbol-simbol astrologi, seperti zodiak, planet, dan bintang. Ukiran-ukiran itu tampak hidup, bergerak dan berputar seperti konstelasi di langit malam."Di balik pintu itu," kata Pendeta Agung, suaranya bergema di ruangan yang sunyi, "terdapat Ruang Teka-Teki Kuno. Di dalamnya, kamu akan menemukan tiga teka-teki yang harus kamu pecahkan. Setiap teka-teki mewakili aspek yang berbeda dari kebijaksanaan: pengetahuan, logika, dan intuisi. Kamu harus menggunakan semua yang telah kamu pelajari dalam hidupmu, semua pengalaman dan pengetahuanmu, untuk memecahkan teka-teki ini." Pendeta Agung berhenti sejenak, lalu menatap Elara dengan tatapan penuh arti. "Ingat, Elara, kebijaksanaan bukan hanya tentang mengetahui jawabannya, tetapi tentang mengajukan pertanyaan yang tepat. Dan terkadang," ia menambahkan dengan senyum tipis, "jawabannya tidak selalu terlihat dengan mata telanjang."Elara mengangguk, memahami pesan tersirat dalam kata-kata Pendeta Agung. Ia mengaktifkan Mata Dewa yang diberikan Lilith kepadanya, dan seketika, pintu batu itu tampak berbeda. Selain ukiran-ukiran yang indah, Elara juga melihat status pintu itu:Pintu Ruang Teka-Teki Kuno Level: 30 HP: 200/200 Status: Terkunci, Membutuhkan Kunci KhususElara menyadari bahwa pintu ini tidak bisa dibuka dengan cara biasa. Ia harus mencari kunci khusus untuk membukanya. Ia menyampaikan informasi ini kepada Pendeta Agung, yang mengangguk setuju."Benar, Elara," kata Pendeta Agung. "Pintu itu memang terkunci, dan kuncinya adalah pengetahuanmu sendiri. Kamu harus menggunakan kebijaksanaanmu untuk menemukan cara membukanya."Elara mendekati pintu itu dengan hati-hati, mengamati ukiran-ukiran di permukaannya dengan seksama. Ia melihat simbol-simbol zodiak, planet, dan bintang yang saling terkait, membentuk pola yang rumit dan indah. Ia menyentuh salah satu simbol itu, dan tiba-tiba, ia merasakan getaran energi magis yang mengalir ke tubuhnya. Ia melihat serangkaian gambar di benaknya, gambar-gambar yang menggambarkan peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah Eterra. Ia melihat penciptaan dunia, perang antara dewa-dewi dan raksasa, dan munculnya manusia pertama.Elara menyadari bahwa ukiran-ukiran di pintu itu adalah petunjuk untuk membuka pintu. Ia harus menyentuh simbol-simbol itu dalam urutan yang benar, sesuai dengan urutan peristiwa dalam sejarah Eterra. Dengan hati-hati, ia mulai menyentuh simbol-simbol itu satu per satu, mengikuti urutan yang ia lihat di benaknya.Saat ia menyentuh simbol terakhir, pintu itu bergetar hebat, lalu perlahan-lahan terbuka, mengeluarkan suara berderit yang panjang dan menyeramkan. Di balik pintu itu, terdapat sebuah ruangan yang remang-remang, diterangi oleh cahaya samar yang berasal dari beberapa obor yang tergantung di dinding. Ruangan itu berbentuk persegi panjang, dengan lantai batu yang dingin dan dinding-dinding yang dipenuhi dengan ukiran-ukiran kuno. Ukiran-ukiran itu menggambarkan berbagai macam makhluk mitos, seperti sphinx, griffin, dan chimera, serta simbol-simbol matematika dan astronomi yang rumit.Di tengah ruangan, terdapat sebuah meja batu yang besar, di atasnya terdapat tiga benda: sebuah bola kristal yang bercahaya, sebuah gulungan perkamen yang diikat dengan pita sutra merah, dan sebuah kotak kayu yang diukir dengan simbol-simbol misterius.Elara mendekati meja itu dengan hati-hati, mengamati ketiga benda itu dengan seksama. Ia bisa merasakan energi magis yang kuat memancar dari masing-masing benda itu, menarik perhatiannya dan membangkitkan rasa ingin tahunya. Bola kristal itu tampak berdenyut dengan cahaya lembut, seolah-olah memiliki kehidupan sendiri. Gulungan perkamen itu tampak rapuh dan kuno, seolah-olah menyimpan rahasia-rahasia yang telah lama terlupakan. Kotak kayu itu tampak kokoh dan misterius, seolah-olah menyembunyikan sesuatu yang berharga di dalamnya."Teka-teki pertama," suara Pendeta Agung terdengar dari balik pintu, "adalah teka-teki pengetahuan. Bola kristal itu akan menunjukkan kepadamu serangkaian gambar. Kamu harus mengidentifikasi setiap gambar dan menjelaskan maknanya. Jika kamu salah, kamu akan gagal."Elara menyentuh bola kristal itu, dan tiba-tiba, ruangan itu dipenuhi dengan cahaya yang menyilaukan. Gambar-gambar mulai muncul di dalam bola kristal, berganti-ganti dengan cepat, seolah-olah sedang menceritakan sebuah kisah. Elara melihat gambar seorang wanita cantik dengan rambut panjang yang terurai, memegang sebuah apel emas di tangannya. Ia melihat gambar seorang pria tampan dengan busur dan anak panah, membidik seekor naga yang sedang terbang di langit. Ia melihat gambar sebuah pohon besar dengan akar yang menjulang tinggi dan cabang-cabang yang lebat, di bawahnya terdapat seorang anak kecil yang sedang tidur.Elara mengerutkan kening, mencoba memahami makna dari setiap gambar. Ia mengingat semua yang telah ia pelajari tentang sejarah, mitologi, dan simbolisme Eterra. Ia mengingat cerita-cerita tentang dewa-dewi, pahlawan, dan makhluk-makhluk mitos yang pernah menghuni dunia ini. Ia mencoba menghubungkan setiap gambar dengan pengetahuan yang ia miliki, mencari benang merah yang menghubungkan mereka semua.Setelah beberapa saat, Elara mulai memahami makna dari gambar-gambar itu. Ia menyadari bahwa gambar-gambar itu mewakili tiga tokoh penting dalam mitologi Eterra: Dewi Eris, yang dikenal sebagai dewi perselisihan dan kekacauan, Dewa Apollo, yang dikenal sebagai dewa matahari, musik, dan puisi, dan Dewi Gaia, yang dikenal sebagai dewi bumi dan kesuburan. Ia juga menyadari bahwa gambar-gambar itu mewakili tiga konsep penting dalam kehidupan: godaan, ambisi, dan perlindungan.Elara menjelaskan makna dari setiap gambar kepada Pendeta Agung, dengan detail dan keyakinan yang mengesankan. Ia menjelaskan bagaimana Dewi Eris, dengan apel emasnya, melambangkan godaan yang bisa menyesatkan manusia dari jalan yang benar. Ia menjelaskan bagaimana Dewa Apollo, dengan busur dan anak panahnya, melambangkan ambisi yang bisa mendorong manusia untuk mencapai hal-hal yang besar, tetapi juga bisa membutakan mereka dari kebenaran. Ia menjelaskan bagaimana Dewi Gaia, dengan pohon besar dan anak kecil yang tidur di bawahnya, melambangkan perlindungan yang diberikan oleh alam kepada semua makhluk hidup.Pendeta Agung mendengarkan dengan seksama, mengangguk-angguk setuju dengan setiap penjelasan Elara. Ia terkesan dengan pengetahuan dan kebijaksanaan Elara, serta kemampuannya untuk melihat makna yang lebih dalam dari gambar-gambar yang tampaknya sederhana."Bagus sekali, Elara," kata Pendeta Agung dengan suara yang penuh pujian. "Kamu telah lulus ujian pengetahuan. Kamu telah menunjukkan bahwa kamu memiliki pemahaman yang mendalam tentang sejarah dan mitologi Eterra, serta kemampuan untuk menghubungkan pengetahuan itu dengan situasi dunia nyata. Sekarang, lanjutkan ke teka-teki berikutnya."