Chereads / The Status Seeker / Chapter 24 - Ujian Keberanian

Chapter 24 - Ujian Keberanian

Suasana di dalam kuil kuno menjadi semakin khidmat. Cahaya obor Elara berkedip-kedip, menciptakan bayangan yang menari-nari di dinding-dinding berukir, seolah-olah roh-roh kuno Eterra sedang menyaksikan peristiwa penting yang akan terjadi. Ukiran-ukiran itu, yang menggambarkan adegan-adegan pertempuran epik antara dewa-dewi dan raksasa, tampak hidup, seolah-olah mereka bisa melompat keluar dari dinding dan bergabung dalam ujian yang akan dihadapi Kael. Aroma dupa cendana yang harum memenuhi udara, bercampur dengan bau lembap batu kuno dan aroma logam samar dari pedang dan belati yang tergantung di dinding.Pendeta Agung, dengan jubah putihnya yang berkibar lembut seperti awan di langit, melangkah menuju altar batu dengan langkah yang anggun dan penuh wibawa. Ia meletakkan tongkat kayunya yang berukir simbol suci di atas altar, lalu mengangkat tangannya ke arah langit-langit kuil yang tinggi. Sebuah cahaya putih terang memancar dari ujung jarinya, menerangi ruangan dengan cahaya yang menyilaukan, seolah-olah matahari tiba-tiba muncul di tengah malam."Ujian pertama adalah ujian keberanian," suara Pendeta Agung bergema di seluruh ruangan, menggetarkan setiap sudut kuil. Suaranya yang dalam dan berwibawa terdengar seperti suara dewa yang berbicara dari surga, menggetarkan hati Kael hingga ke intinya. "Kael, kamu akan menjadi yang pertama."Kael melangkah maju, jantungnya berdebar kencang seperti genderang perang. Ia merasakan keringat dingin mengalir di punggungnya, namun ia berusaha untuk tetap tenang dan fokus. Ia telah membuktikan keberaniannya dalam pertempuran melawan goblin dan Malak, tetapi ia tahu bahwa ujian ini akan berbeda. Ini bukan ujian fisik, tetapi ujian mental, ujian yang akan menguji kekuatan tekad dan keteguhan hatinya.Pendeta Agung menatap Kael dengan mata yang penuh pengertian, seolah-olah ia bisa melihat ke dalam jiwa Kael yang terdalam. "Keberanian bukan hanya tentang tidak takut," katanya dengan lembut, suaranya seperti angin sepoi-sepoi yang menenangkan jiwa yang gelisah. "Keberanian sejati adalah tentang menghadapi ketakutanmu yang terdalam dan mengatasinya. Kamu harus berani melihat ke dalam dirimu sendiri dan menerima apa yang kamu temukan di sana, baik itu kegelapan maupun cahaya."Tiba-tiba, lantai marmer putih di bawah kaki Kael bergetar hebat, menciptakan retakan-retakan kecil yang menyebar dengan cepat seperti jaring laba-laba. Sebuah lubang hitam menganga terbuka di tengah ruangan, menggantikan lantai yang tadinya kokoh. Lubang itu tampak seperti jurang tak berdasar yang mengarah ke kegelapan abadi, seolah-olah bisa menelan seluruh kuil dan semua isinya. Suara-suara bisikan yang menakutkan terdengar dari dalam lubang itu, seperti suara-suara roh-roh jahat yang tersiksa, meratap dan mengerang, memohon untuk dibebaskan dari penderitaan mereka."Kael," suara Pendeta Agung terdengar seperti gema dari kejauhan, "lompatlah ke dalam lubang itu. Hadapi ketakutanmu yang terdalam. Hanya dengan begitu kamu bisa membuktikan keberanianmu dan melanjutkan perjalananmu."Kael menatap lubang hitam itu dengan perasaan takut yang luar biasa. Ia merasa kakinya menjadi lemah dan tangannya gemetar. Ia bisa merasakan kegelapan yang dingin dan jahat memancar dari lubang itu, seolah-olah ingin menariknya masuk dan menghancurkannya. Ia teringat akan semua kegagalan dan kesalahan yang pernah ia lakukan dalam hidupnya, semua rasa sakit dan penderitaan yang pernah ia alami. Ia teringat akan rasa kesepian dan ketidakberdayaan yang ia rasakan saat ia pertama kali terbangun di hutan Eterra tanpa ingatan.Namun, ia juga teringat akan kata-kata Elara dan Profesor Alistair, yang percaya padanya dan melihat potensi besar dalam dirinya. Ia teringat akan penduduk desa Willowbrook yang telah ia selamatkan, yang melihatnya sebagai pahlawan. Ia teringat akan ramalan kuno yang mengatakan bahwa ia adalah Penjaga Mata Dewa yang ditakdirkan untuk menyelamatkan Eterra.Dengan tekad yang membara, Kael memejamkan mata dan melompat ke dalam lubang itu. Ia jatuh bebas dalam kegelapan, angin dingin menampar wajahnya dan suara-suara bisikan jahat semakin keras di telinganya. Ia merasa seolah-olah ia sedang jatuh ke dalam jurang maut, tidak akan pernah mencapai dasar.Tiba-tiba, ia merasakan tubuhnya menyentuh tanah. Ia membuka mata dan menemukan dirinya berada di sebuah ruangan yang gelap gulita. Satu-satunya sumber cahaya adalah Mata Dewa yang tergantung di lehernya, memancarkan cahaya samar yang cukup untuk menerangi ruangan itu. Dinding-dindingnya terbuat dari batu kasar yang lembap, dan lantai yang dingin terbuat dari tanah yang bercampur dengan kerikil.Kael melihat sekeliling dengan hati-hati, berusaha menemukan jalan keluar. Namun, ia tidak melihat apa pun selain kegelapan yang pekat. Tiba-tiba, ia mendengar suara langkah kaki di belakangnya. Ia berbalik dan melihat sesosok tinggi dan kurus muncul dari kegelapan. Sosok itu mengenakan jubah hitam yang menutupi seluruh tubuhnya, hanya menyisakan wajahnya yang pucat dan mata merah menyala yang terlihat."Siapa kau?" tanya Kael dengan suara yang gemetar.Sosok itu tidak menjawab. Ia hanya menatap Kael dengan mata yang penuh kebencian dan kemarahan. Kael merasakan hawa dingin yang menusuk tulang, seolah-olah ia sedang berada di hadapan makhluk jahat yang sangat kuat.Sosok itu mulai berubah bentuk, tubuhnya memanjang dan melengkung, kulitnya berubah menjadi sisik hitam yang berkilauan, dan tangannya berubah menjadi cakar yang tajam. Dalam sekejap, sosok itu berubah menjadi seekor naga hitam raksasa, sayapnya yang besar membentang lebar, menutupi seluruh ruangan.Naga itu membuka mulutnya yang besar, memperlihatkan gigi-giginya yang tajam dan lidahnya yang bercabang. Ia mengeluarkan raungan yang menggelegar, membuat dinding-dinding ruangan bergetar. Kael merasakan jantungnya berdetak lebih cepat dari sebelumnya, dan ia tahu bahwa ia harus bertarung untuk hidupnya.Ia menghunus pedangnya dan bersiap untuk menyerang. Namun, sebelum ia bisa bergerak, naga itu menyemburkan api hitam yang panas ke arahnya. Kael berguling ke samping, menghindari semburan api itu. Ia kemudian melompat ke arah naga itu, mengayunkan pedangnya dengan sekuat tenaga.Naga itu menangkis serangan Kael dengan cakarnya yang tajam. Pertempuran berlangsung sengit, Kael terus menyerang dengan berani, sementara naga itu membalas dengan semburan api dan cakarnya yang mematikan.Kael terluka parah, tetapi ia tidak menyerah. Ia terus bertarung, didorong oleh tekad yang membara untuk mengalahkan naga itu dan membuktikan keberaniannya. Ia menggunakan Mata Dewa untuk melihat titik lemah naga itu, lalu memfokuskan serangannya ke sana.Akhirnya, setelah pertempuran yang panjang dan melelahkan, Kael berhasil menusukkan pedangnya ke jantung naga itu. Naga itu meraung kesakitan, lalu tubuhnya perlahan-lahan menghilang menjadi asap hitam.Ruangan itu kembali gelap gulita. Kael berdiri sendirian, tubuhnya penuh luka dan darah. Ia merasa kelelahan, tetapi ia juga merasa lega dan bangga. Ia telah menghadapi ketakutan terbesarnya dan mengatasinya. Ia telah membuktikan bahwa ia memiliki keberanian yang dibutuhkan untuk menjadi Penjaga Mata Dewa.Tiba-tiba, cahaya terang memenuhi ruangan, dan Kael menemukan dirinya kembali berada di kuil kuno. Pendeta Agung berdiri di depannya, senyum hangat terpancar di wajahnya. "Selamat, Kael," katanya. "Kamu telah lulus ujian keberanian. Kamu telah membuktikan bahwa kamu memiliki hati yang berani dan tekad yang kuat. Kamu siap untuk menghadapi tantangan selanjutnya."Kael tersenyum lemah, lalu pingsan karena kelelahan. Elara dan Lyra bergegas mendekatinya, membantu mengangkatnya dan membaringkannya di lantai kuil. Elara menggunakan sihir penyembuhannya untuk mengobati luka-luka Kael, sementara Lyra menyelimuti tubuhnya dengan jubahnya yang hangat.Mereka berdua menatap Kael dengan kagum dan bangga. Mereka tahu bahwa Kael telah melewati ujian yang sangat berat, dan mereka yakin bahwa ia akan menjadi pahlawan yang hebat.