Chereads / The Status Seeker / Chapter 23 - Penjaga Kuil yang Misterius

Chapter 23 - Penjaga Kuil yang Misterius

Keheningan mencekam memenuhi ruangan besar kuil kuno itu, hanya dipecahkan oleh suara napas Kael, Elara, dan Lyra yang terengah-engah. Cahaya obor Elara yang berkedip-kedip menerangi dinding-dinding yang dipenuhi ukiran kuno, bayangan-bayangan menari-nari seperti roh-roh yang terbangun dari tidur panjangnya. Ukiran-ukiran itu menggambarkan adegan-adegan pertempuran epik antara dewa-dewi dan raksasa, makhluk-makhluk mitos dengan tubuh manusia dan kepala binatang, seperti Minotaur yang berkepala banteng, Centaur yang berbadan kuda, dan Medusa yang berambut ular. Simbol-simbol misterius lainnya, seperti lingkaran yang melambangkan keabadian, segitiga yang mewakili keseimbangan, dan spiral yang menggambarkan perjalanan jiwa, juga terukir di dinding-dinding kuil, seolah-olah menceritakan sebuah kisah yang hanya bisa dipahami oleh mereka yang memiliki pengetahuan yang cukup.Buku ramalan yang terbuka di atas altar batu memancarkan aura mistis yang kuat, seolah-olah menyimpan rahasia-rahasia yang tersembunyi selama berabad-abad. Halaman-halamannya yang terbuat dari kulit binatang yang diawetkan dengan teliti, dipenuhi dengan tulisan-tulisan kuno dalam tinta merah tua yang memudar, namun masih terbaca jelas bagi mata yang terlatih. Tulisan-tulisan itu tampak hidup, setiap goresan pena seolah-olah berdenyut dengan energi magis yang kuat."Jadi, kita adalah pahlawan yang dimaksud dalam ramalan itu?" tanya Elara, suaranya bergetar karena campuran rasa takjub dan ketakutan. Ia menatap Kael dan Lyra dengan mata penuh pertanyaan, mencari kepastian dan dukungan dari teman-temannya. Ia merasakan jantungnya berdebar kencang, seolah-olah ada kekuatan yang lebih besar sedang bekerja di dalam dirinya, memanggilnya untuk memenuhi takdir yang telah lama dinantikan.Kael mengangguk perlahan, masih terpaku pada tulisan-tulisan kuno di buku ramalan. "Sepertinya begitu," jawabnya dengan suara yang terdengar berat dan penuh tanggung jawab. Ia merasakan beban yang berat di pundaknya, beban yang ia tidak pernah bayangkan sebelumnya. Ia hanya seorang pemuda biasa dari Bumi, seorang gamer yang tiba-tiba terlempar ke dunia fantasi ini. Bagaimana mungkin ia bisa menjadi pahlawan yang ditakdirkan untuk menyelamatkan dunia? Pikirannya berputar-putar, mencoba memahami makna dari semua ini, mencoba menghubungkan titik-titik antara masa lalunya dan masa depannya yang tak terduga.Lyra, dengan sikapnya yang biasanya santai dan sinis, tampak serius dan fokus. Ia melangkah mendekati altar, mengamati buku ramalan dengan mata elangnya yang tajam. Jemarinya yang lentik menyentuh halaman-halaman buku itu dengan hati-hati, merasakan teksturnya yang kasar dan aroma kuno yang menguar darinya, seperti aroma waktu yang telah lama berlalu. "Ramalan ini tidak main-main," katanya dengan suara yang rendah dan tegas, setiap kata diucapkan dengan keyakinan yang tak tergoyahkan. "Jika kita adalah pahlawan yang dimaksud, maka kita harus bersiap untuk menghadapi bahaya yang besar. Morgoth tidak akan tinggal diam dan membiarkan kita menghalangi rencananya. Kita harus lebih kuat, lebih pintar, dan lebih berani dari sebelumnya."Tiba-tiba, suara gemuruh yang dalam mengguncang kuil, membuat mereka bertiga tersentak kaget. Dinding-dinding kuil bergetar, dan debu berjatuhan dari langit-langit seperti hujan abu. Cahaya obor Elara berkedip-kedip, seolah-olah sedang berjuang melawan kekuatan yang tak terlihat. Lantai batu di bawah kaki mereka bergetar, menciptakan retakan-retakan kecil yang menyebar seperti jaring laba-laba, seolah-olah kuil itu sendiri sedang terbangun dari tidur panjangnya.Dari balik altar, muncul sesosok tinggi dan kurus, berjubah putih bersih yang berkilauan di bawah cahaya obor. Ia memiliki wajah yang tenang dan bijaksana, dengan mata biru yang memancarkan cahaya kebijaksanaan dan kedamaian, seperti mata seorang guru yang telah melihat banyak hal dalam hidupnya. Rambutnya yang putih panjang terurai hingga ke bahunya, seperti air terjun perak yang mengalir di atas batu. Janggutnya yang putih lebat menutupi sebagian dadanya, memberikan kesan bahwa ia adalah seorang yang bijaksana dan berpengalaman. Di tangannya, ia memegang tongkat kayu yang diukir dengan simbol-simbol suci. Tongkat itu tampak memancarkan cahaya samar, seolah-olah memiliki kekuatan magis yang besar, kekuatan yang berasal dari sumber yang murni dan suci.Kael melihat status sosok itu:

Pendeta Agung Kuil Kuno Level 35

HP: 250/250

MP: 300/300

Kelas: Pendeta

Kemampuan: Sihir Suci, Penyembuhan, Perlindungan, Kebijaksanaan, Pengetahuan Ramalan

"Selamat datang di Kuil Kuno, para pencari kebenaran," sapa Pendeta Agung dengan suara yang dalam dan menenangkan, seperti aliran air yang mengalir di sungai yang tenang. "Aku telah menunggu kedatangan kalian."Kael, Elara, dan Lyra saling berpandangan, bingung dan kagum. Mereka tidak menyangka akan bertemu dengan penjaga kuil, apalagi seorang Pendeta Agung yang begitu kuat dan bijaksana. Pendeta Agung itu memancarkan aura ketenangan dan kedamaian yang membuat mereka merasa nyaman dan terlindungi, seolah-olah mereka berada di hadapan seorang ayah yang penuh kasih sayang."Siapa Anda?" tanya Kael, suaranya dipenuhi rasa hormat dan keingintahuan. Ia merasakan getaran energi yang kuat dari Pendeta Agung, energi yang berbeda dari energi sihir yang biasa ia rasakan dari Elara. Energi ini terasa lebih murni, lebih suci, dan lebih kuat, seolah-olah berasal dari sumber yang lebih tinggi."Aku adalah penjaga Kuil Kuno ini," jawab Pendeta Agung dengan tenang, suaranya bergema di seluruh ruangan. "Namaku tidak penting. Yang penting adalah tujuan kalian datang ke sini." Matanya yang biru menatap mereka bertiga dengan lembut, namun penuh dengan ketegasan dan kebijaksanaan."Kami mencari jawaban," kata Elara, melangkah maju dengan berani. Ia merasakan jantungnya berdebar kencang, tetapi ia berusaha untuk tetap tenang dan percaya diri. "Kami ingin tahu lebih banyak tentang Mata Dewa dan ramalan tentang kegelapan yang akan datang." Ia merasakan tanggung jawab yang besar di pundaknya, tanggung jawab untuk melindungi dunia ini dari ancaman yang mengerikan.Pendeta Agung mengangguk perlahan, senyum tipis tersungging di bibirnya. "Kalian telah datang ke tempat yang tepat," katanya. "Kuil ini adalah tempat di mana pengetahuan dan kebijaksanaan disimpan. Di sini, kalian akan menemukan jawaban yang kalian cari. Tetapi sebelum itu, kalian harus membuktikan bahwa kalian layak untuk menerima pengetahuan ini.""Bagaimana caranya?" tanya Lyra, suaranya dipenuhi rasa penasaran dan tantangan. Ia melipat tangannya di depan dada, menatap Pendeta Agung dengan tatapan tajam dan penuh rasa ingin tahu. Ia tidak sabar untuk menghadapi tantangan apa pun yang akan diberikan oleh Pendeta Agung."Kalian harus melewati tiga ujian," jawab Pendeta Agung. "Ujian keberanian, ujian kebijaksanaan, dan ujian kekuatan. Hanya mereka yang lulus ketiga ujian ini yang akan diberikan akses ke pengetahuan kuil ini." Ia menjeda sejenak, membiarkan kata-katanya meresap ke dalam pikiran mereka. "Ujian ini tidak akan mudah, tetapi jika kalian berhasil, kalian akan mendapatkan kekuatan dan pengetahuan yang kalian butuhkan untuk menghadapi Morgoth dan menyelamatkan Eterra."