Chereads / The Status Seeker / Chapter 22 - Kuil Kuno di Balik Kabut

Chapter 22 - Kuil Kuno di Balik Kabut

Fajar menyingsing di Pegunungan Bayangan, menerobos kabut tebal yang menyelimuti puncak-puncaknya yang menjulang. Sinar mentari pagi yang pertama menyentuh wajah Kael, Elara, dan Lyra, menghangatkan kulit mereka yang dingin setelah bermalam di gua yang lembap. Udara pagi yang segar terasa seperti ramuan kehidupan, mengisi paru-paru mereka dengan energi baru. Aroma pinus dan lumut basah, bercampur dengan wangi bunga-bunga liar yang tumbuh di sela-sela bebatuan, menciptakan simfoni aroma yang menyegarkan.Mereka meninggalkan gua peristirahatan mereka, semangat mereka berkobar untuk melanjutkan perjalanan menuju Kuil Kuno yang misterius. Lyra, dengan langkah lincahnya yang terlatih, memimpin jalan. Ia bergerak dengan keanggunan seekor kucing hutan, matanya yang tajam mengamati setiap detail medan. Sesekali, ia berhenti untuk memeriksa jejak kaki di tanah yang lunak, atau tanda-tanda lain yang mungkin menunjukkan adanya bahaya. Ia mengenali jejak-jejak kelinci salju, serigala gunung, dan bahkan jejak samar seekor yeti yang besar dan berbulu.Pegunungan Bayangan adalah dunia yang kontras dengan Hutan Berkabut. Di sini, pohon-pohon pinus yang tinggi menjulang ke langit, cabang-cabangnya yang berlumut tampak seperti tangan-tangan raksasa yang menjangkau ke arah mereka. Batang-batang pohon yang kokoh, beberapa di antaranya memiliki diameter lebih dari dua meter, ditumbuhi lumut hijau zamrud dan lumut kerak yang berwarna-warni seperti lukisan abstrak alam. Batu-batu besar yang berserakan di sepanjang jalan setapak tampak seperti raksasa yang sedang tidur, permukaannya yang kasar dan berlekuk-lekuk dipenuhi dengan retakan-retakan kecil yang menjadi rumah bagi berbagai macam serangga dan tumbuhan kecil.Suara angin yang menderu-deru di antara pepohonan terdengar seperti bisikan-bisikan roh gunung, menciptakan suasana yang megah sekaligus mencekam. Gemuruh air terjun yang jauh, yang terdengar seperti detak jantung gunung, menambah kesan dramatis pada pemandangan yang sudah menakjubkan ini. Kael, dengan Mata Dewa yang aktif, terus memindai lingkungan sekitar mereka. Ia melihat status batu-batu besar, pohon-pohon tua, dan bahkan awan-awan yang berarak di langit. Namun, tidak ada yang menunjukkan keberadaan kuil yang mereka cari."Mungkin kita harus mencoba mendaki lebih tinggi," saran Elara, sambil menyeka keringat di dahinya dengan lengan bajunya. "Kuil Kuno mungkin terletak di salah satu puncak gunung."Mereka melanjutkan perjalanan mereka, mendaki lereng gunung yang terjal dan berbatu. Jalan setapak yang mereka ikuti semakin sempit dan licin, dan mereka harus berpegangan pada akar-akar pohon dan batu-batu besar untuk menjaga keseimbangan. Udara semakin tipis dan dingin, membuat mereka menggigil meskipun matahari bersinar terang.Setelah beberapa jam mendaki, mereka tiba di sebuah dataran tinggi yang luas dan terbuka. Dari sana, mereka bisa melihat pemandangan Pegunungan Bayangan yang menakjubkan. Puncak-puncak gunung yang tertutup salju berkilauan di bawah sinar matahari, lembah-lembah hijau yang subur terbentang di bawah mereka, dan sungai-sungai yang berkelok-kelok seperti ular perak di kejauhan.Di tengah dataran tinggi itu, mereka melihat sebuah bangunan kuno yang terbuat dari batu putih yang telah termakan usia. Bangunan itu tampak megah dan misterius, dengan ukiran-ukiran rumit yang menggambarkan dewa-dewi kuno Eterra, seperti Dewi Bulan Elune, Dewa Matahari Solus, dan Dewa Petir Thoran. Simbol-simbol misterius lainnya, seperti lingkaran, segitiga, dan spiral, juga terukir di dinding-dinding kuil, seolah-olah menceritakan sebuah kisah yang hanya bisa dipahami oleh mereka yang memiliki pengetahuan yang cukup."Itu dia!" seru Kael, menunjuk ke arah bangunan itu dengan penuh semangat. "Itu pasti Kuil Kuno!"Mereka berlari menuju kuil, hati mereka dipenuhi harapan dan kegembiraan. Namun, saat mereka semakin dekat, mereka menyadari bahwa kuil itu tampak terbengkalai dan tidak terawat. Pintu masuknya, sebuah pintu kayu besar yang diukir dengan simbol-simbol kuno, tampak tertutup rapat dan ditumbuhi lumut. Jendela-jendelanya yang tinggi dan sempit ditutupi oleh jaring laba-laba yang tebal, dan dinding-dindingnya dipenuhi dengan retakan-retakan kecil yang menjadi sarang bagi serangga-serangga kecil."Apakah ada cara lain untuk masuk?" tanya Elara, sambil memeriksa pintu kuil dengan seksama.Lyra, dengan keahliannya dalam membuka kunci, mengeluarkan seperangkat alat kecil dari sakunya. Ia mulai mengotak-atik lubang kunci pintu kuil, jarinya yang lentik bergerak dengan cepat dan terampil. Setelah beberapa saat, terdengar bunyi klik yang pelan, dan pintu kuil terbuka dengan suara berderit yang menyeramkan.Mereka memasuki kuil, disambut oleh kegelapan yang pekat dan udara yang pengap. Elara menyalakan sebuah obor yang ia bawa, dan cahaya obor itu menerangi ruangan yang luas dan tinggi. Dinding-dindingnya dipenuhi dengan ukiran-ukiran kuno yang menggambarkan dewa-dewi Eterra, serta simbol-simbol misterius yang tidak mereka mengerti. Di tengah ruangan, terdapat sebuah altar batu yang besar, di atasnya terdapat sebuah buku besar yang terbuat dari kulit binatang. Buku itu tampak sangat tua dan usang, sampulnya dihiasi dengan ukiran yang rumit dan permata-permata yang sudah kusam.Kael mendekati altar dan membuka buku itu dengan hati-hati. Halaman-halamannya yang terbuat dari perkamen tipis dan rapuh dipenuhi dengan tulisan-tulisan kuno dalam bahasa yang asing namun terasa familiar. Kael merasakan getaran aneh di dadanya saat ia membaca tulisan-tulisan itu, seolah-olah ia sedang membaca pikirannya sendiri.Tulisan-tulisan itu menceritakan tentang sejarah Eterra, tentang penciptaan dunia, tentang perang antara dewa-dewi dan raksasa, dan tentang ramalan tentang kegelapan yang akan datang. Ramalan itu menyebutkan tentang seorang pahlawan yang akan bangkit untuk melawan kegelapan dan menyelamatkan Eterra dari kehancuran. Pahlawan itu akan memiliki kekuatan Mata Dewa, dan ia akan dibantu oleh seorang penyihir dan seorang rogue.Kael, Elara, dan Lyra saling berpandangan, mata mereka membelalak karena terkejut. Mereka menyadari bahwa ramalan itu sedang berbicara tentang mereka. Mereka adalah pahlawan yang ditakdirkan untuk menyelamatkan Eterra.