Setelah beberapa hari membantu penduduk Willowbrook membangun kembali desa mereka yang porak poranda, Kael dan Elara memutuskan untuk melanjutkan perjalanan mereka. Mereka merasa bahwa mereka perlu mencari tahu lebih banyak tentang kemampuan Kael dan batu misterius yang ia temukan di hutan. Elara, dengan pengetahuan luasnya tentang Eterra, menyarankan agar mereka pergi ke Silverstream, sebuah kota besar yang terletak di tepi Sungai Silvermoon yang berkilauan. Kota itu dikenal sebagai pusat perdagangan dan informasi, tempat berbagai ras dan budaya bertemu dan bertukar pengetahuan. Pasarnya yang ramai dipenuhi dengan pedagang dari seluruh penjuru Eterra, menjajakan barang-barang eksotis seperti rempah-rempah dari Kepulauan Rempah, sutra dari Kerajaan Timur, dan permata dari Pegunungan Kristal."Di Silverstream, kita mungkin bisa menemukan seseorang yang tahu tentang batu itu," kata Elara sambil menunjuk ke batu yang tergantung di leher Kael. Batu itu, yang dulunya hanya sepotong batu biasa, kini tampak memancarkan cahaya samar yang misterius. "Mungkin ada perpustakaan atau arsip yang menyimpan catatan tentang artefak kuno atau kekuatan misterius seperti yang kamu miliki."Kael mengangguk setuju. Ia merasa bahwa Silverstream adalah tempat yang tepat untuk memulai penyelidikan mereka. Ia juga ingin melihat dunia luar, menjelajahi tempat-tempat baru, dan bertemu dengan orang-orang yang berbeda. Ia membayangkan jalan-jalan kota yang ramai, dipenuhi dengan bangunan-bangunan megah yang terbuat dari batu putih dan marmer, serta kuil-kuil kuno yang dihiasi ukiran rumit. Ia membayangkan dirinya bertemu dengan para penyihir berjubah, ksatria berbaju zirah, dan pedagang dari berbagai ras, masing-masing dengan cerita dan pengalaman unik mereka sendiri.Penduduk Willowbrook merasa sedih melihat Kael dan Elara pergi, tetapi mereka mengerti bahwa mereka memiliki tujuan yang lebih besar untuk dicapai. Mereka mengadakan perpisahan yang mengharukan di alun-alun desa yang baru saja dibangun kembali. Anak-anak kecil memberikan Kael dan Elara karangan bunga yang mereka buat sendiri dari bunga-bunga liar yang tumbuh di sekitar desa. Para wanita membawakan mereka roti hangat yang baru dipanggang, keju yang diasinkan, dan buah-buahan kering yang manis dan asam. Para pria memberikan mereka kantong kulit berisi air bersih dari mata air pegunungan, serta beberapa koin perak sebagai tanda terima kasih. Kepala desa, dengan mata berkaca-kaca, memberikan Kael sebuah peta yang menunjukkan jalan menuju Silverstream, serta beberapa tips tentang tempat-tempat menarik yang bisa mereka kunjungi di sepanjang jalan."Hati-hati di jalan, anak muda," kata kepala desa sambil menepuk bahu Kael. "Dunia ini penuh dengan keajaiban, tetapi juga penuh dengan bahaya. Jangan pernah lupa untuk saling menjaga satu sama lain."Kael dan Elara mengucapkan selamat tinggal pada penduduk desa Willowbrook dengan perasaan haru. Mereka berjanji akan kembali suatu hari nanti untuk melihat bagaimana desa itu pulih dan berkembang. Mereka melambaikan tangan terakhir kali sebelum berbalik dan melangkah menuju jalan setapak yang mengarah ke luar desa, meninggalkan Willowbrook yang perlahan-lahan menghilang di balik pepohonan.Perjalanan mereka menuju Silverstream memakan waktu beberapa hari. Mereka berjalan kaki, menyusuri jalan setapak yang berkelok-kelok melalui hutan lebat yang dihuni oleh berbagai macam makhluk, mulai dari burung-burung berwarna-warni yang berkicau riang hingga serangga raksasa yang berdengung mengancam. Mereka melewati padang rumput yang luas, tempat kawanan kuda liar berlari bebas, dan perbukitan yang bergelombang, dari puncaknya mereka bisa melihat pemandangan Eterra yang menakjubkan. Di malam hari, mereka berkemah di bawah langit yang dipenuhi bintang, menikmati kehangatan api unggun yang mereka buat dari ranting-ranting kering dan daun-daun gugur. Suara jangkrik dan kodok bersahutan, menciptakan melodi alam yang menenangkan jiwa.Selama perjalanan, Kael dan Elara banyak berbincang tentang berbagai hal. Mereka berbicara tentang masa lalu mereka, tentang harapan dan impian mereka, tentang dunia Eterra yang luas dan misterius. Kael menceritakan tentang kehidupannya di Bumi, tentang bagaimana ia merasa kesepian dan terasing, tentang bagaimana ia selalu mencari sesuatu yang lebih dari sekadar rutinitas sehari-hari. Elara mendengarkan dengan penuh perhatian, memberikan dukungan dan semangat. Ia menceritakan tentang kehidupannya di hutan, tentang bagaimana ia belajar sihir dari neneknya, tentang bagaimana ia ingin menggunakan kemampuannya untuk membantu orang lain.Kael merasa semakin dekat dengan Elara. Ia mengagumi kecerdasan, keberanian, dan kebaikan hatinya. Ia merasa beruntung memiliki teman seperti Elara di sisinya. Suatu malam, saat mereka sedang duduk di dekat api unggun, menatap bintang-bintang yang berkelap-kelip di langit, Kael memberanikan diri untuk bertanya, "Elara, apakah kamu pernah berpikir untuk meninggalkan hutan dan menjelajahi dunia?"Elara tersenyum lembut. "Tentu saja, Kael," jawabnya. "Aku selalu ingin melihat dunia, belajar tentang berbagai budaya dan tradisi, dan bertemu dengan orang-orang yang berbeda. Tapi aku juga mencintai hutan ini. Ini adalah rumahku, tempat aku dilahirkan dan dibesarkan. Aku tidak bisa membayangkan hidup di tempat lain."Kael mengangguk mengerti. Ia bisa merasakan ikatan kuat antara Elara dan hutan. Ia juga bisa merasakan kerinduan Elara untuk menjelajahi dunia. "Mungkin suatu hari nanti, kita bisa menjelajahi dunia bersama-sama," kata Kael dengan suara penuh harapan.Elara menatap Kael dengan mata berbinar. "Itu akan menjadi petualangan yang luar biasa, Kael," katanya.Mereka melanjutkan perjalanan mereka, hati mereka dipenuhi harapan dan impian. Mereka tidak tahu apa yang akan mereka temukan di Silverstream, tapi mereka siap untuk menghadapi apa pun yang menghadang mereka. Mereka adalah dua jiwa petualang, terikat oleh takdir dan persahabatan, siap untuk menaklukkan dunia bersama-sama.
tunesharemore_vert