Lalu gadis itu menatapnya sambil menjilat lidahnya sendiri dan di saat itu juga terlihat darah yang dia telan. Ia menjadi terkejut melihat mata Matthew.
". . . Ah, aku salah tentangmu, sepertinya kau punya mata hijau yang sangat bagus dengan kacamata itu. Apa mata itu asli?"
". . . Aku.... Tidak tahu..." Matthew malah mengalihkan pandangannya. Dia benar benar lelaki yang begitu tertutup.
"Ada apa? Sepertinya kau tidak menyukaiku, kalau begitu turunkan aku dan kita tak akan menganggap ini semua terjadi."
"A...Tidak, Aku.. Suka ini!"
". . . Semua lelaki mengatakan itu padaku, tapi aku hanya percaya pada wanita saja."
"Apa maksudmu jadi kau tidak percaya padaku?" Matthew menatap.
"Ya, kau mungkin bisa menunjukan sesuatu agar aku percaya padamu," gadis itu menatapnya.
"(Suara Gadis ini... Seperti suara yang tenang dan agak serak, apa dia kurang tidur?)"
"Hei... Aku bicara padamu."
"Aku bisa membuatmu percaya padaku."
"Tunjukan padaku," kata gadis itu. Seketika Matthew mencium bibirnya.
Yang terkejut bukan gadis itu, melainkan Matthew sendiri. "(Bi... Bibirnya manis, apa Dia memakan permen?)" Matthew terkejut dan terus mencium nya.
Lalu ia menatapnya. "Mata milikmu, berwarna merah..."
"Hm? Ada apa, apa ini mengganggu?" gadis itu tampak menjilat bibirnya kembali dari ciuman itu layaknya dia seperti menggoda nya.
"Itu akan memberikan kesan menyeramkan untuk wajahmu yang imut."
"Yah, aku juga berpikir begitu, sungguh jangan katakan itu lagi didepanku..." gadis itu langsung menatap tajam.
"Maksudku... Apa yang baru saja kau lakukan tadi di leherku?"
"Hm... Tidak ada, bukannya aku sudah bilang hanya menggigitmu..." gadis itu menatap dengan senyuman yang sangat kecil.
"(Bibirnya begitu merah, sangat cantik,)" Matthew terdiam.
"Baiklah, kita sudah selesai. (Tapi ini adalah rasa yang aneh, aku baru saja merasakan rasa darah nya, kenapa rasanya benar benar berbeda, ini mungkin hanya perasaan ku.) ... Sekarang turunkan aku...."
"Maaf... Tidak bisa..." Matthew tersadar dan langsung membalik memojok nya dan seketika mencium gadis itu.
"Bwah..." gadis itu mendorongnya untuk berhenti menciumnya. "Hei, aku juga tidak mengharapkan kau melakukan lebih dari ini!!"
"Maafkan aku, katakan namamu tolong..."
". . . " gadis itu terdiam lalu menghela napas. "Panggil saja aku Neko."
"(Neko, ini pertama kalinya aku mendengar nama nya...)"
*Neko= Dalam bahasa jepang itu artinya Kucing.
--
Paginya terlihat di sebuah departemen kampus seni, ada Matthew yang melamun saat jam pelajaran di kampus. Rupanya benar, dia seorang mahasiswa di departemen kampus seni.
Ia terdiam dan sepertinya memikirkan kejadian semalam.
--
"Bisa kita bertemu lagi lain kali?" Matthew menatap.
Lalu Neko memakai mantel nya di pundak dan berjalan pergi sambil berkata. "Kita lihat saja nanti."
Matthew terdiam melihat nya pergi, ia lalu menatap tubuh nya sendiri di kaca wastafel itu.
Dia terdiam ketika melihat leher nya bekas gigitan gadis tadi.
Ada dua bekas gigitan taring di sana. Ia lalu menyentuh nya pelan. "(Gigitan yang kecil... Gigitan ular tapi dalam nya seperti gigitan harimau...)" pikirnya.
"(Kenapa aku terus memikirkannya, aku hanya ingat dia memakai kemeja putih dan celana hitam panjang, dengan sebuah mantel yang terpakaikan di pundaknya, pupil mata miliknya begitu merah sama seperti bibirnya yang manis. . . . Mata merah? Dia memiliki mata berwarna merah.)"
Dosen yang sedang mengajar atau menerangkan di kelas nya tahu salah satu mahasiswa sedang ngalamun dan menjadi kesal. "Matthew, kau tidak mendengarkan aku..?!"
Seketika suasana terdiam, semua pandangan menuju ke Matthew yang tak mengangangkat pandangan nya, hanya menatap ke pena yang di pegang jarinya di atas meja.
". . .Maafkan aku..." Matthew membalas dengan tatapan kesepian dan membosankan nya.
Hingga akhirnya dipanggil di ruangan dosen. "Sepertinya kau sama sekali tidak bisa konsentrasi, apa ini karena tugas yang kuberikan? Bagaimana dengan tugas itu, kau sudah dapat modelnya?"
"Aku, akan mengerjakannya, aku bisa mengerjakannya," Matthew berkata sambil menatap ke arah yang tidak fokus.
"Kau yakin? Tugas memahat tubuh itu sesuatu yang sangat susah," Dosen nya menatap.
Matthew menjadi terdiam menatap bawah, dia duduk di sofa dengan dosen yang dari tadi berdiri sambil bicara.
"Aku tidak akan memaksa. (Dia mahasiswa paling hebat dalam hal seni.) Apa kau tahu museum seni yang akan di perbaiki?" Dosen nya menatap.
".... (Itu dekat dengan kafe tempat aku bekerja dan, bertemu dengan gadis itu...)" Matthew mengingat ketika dia bertemu dengan gadis itu di museum ketika dia benar benar ingin menemuinya.
"Museum itu akan menjadi serah terima pemilik, ada seseorang yang membelinya dan sekarang itu akan menjadi sebuah proyek museum yang masih di perebutkan," tambah Dosen, mungkin dia berbicara soal Neko.
Siapa lagi jika bukan Neko yang membeli museum itu, dari awal dia sudah di perlihatkan bicara dengan Direktur Hao dan mampir di museum itu.
"... Kau benar benar sudah dapat model nya bukan?" tatap dosen yang memanggilnya itu.
Lalu Matthew terdiam sebentar, ketika dosen menanyakan kalimat itu, ia jadi teringat dengan Neko semalam. ".... Aku sudah menemukan nya..." balasnya.
Sementara itu di kantor projek museum. "Selamat datang Neko," Direktur Hao menyambutnya tapi gadis itu tak acuh padanya.
"Ehehe, maafkan aku memintamu pagi pagi begini, silahkan duduk terlebih dahulu... Aku tahu dirimu ingin segera memiliki museum ini bukan? Tapi sayangnya aku ingin menambah jasa belinya, jika kamu tidak sanggup maka museum ini akan aku ambil kembali...." kata Direktur Hao dengan senyuman polosnya. Di sini ada bau bau korupsi sebentar lagi.
Neko menatapnya biasa dan memberikan isyarat tangan pada pengawal nya yang ada di belakangnya.
"(Tikus mana yang berani mengatakannya, Direktur Hao benar benar ingin sebuah uang sogokan.) Jangan khawatir Direktur Hao, aku punya yang kau minta..." kata Neko.
Pengawalnya meletakan sebuah tas besar di meja Direktur Hao lalu membukanya, dan terlihat banyak sekali uang didalamnya. Direktur Hao langsung terkejut.
"Direktur Hao..." Neko lalu berdiri dan memberikan isyarat tangan untuk Direktur mendekat, lalu Direktur Hao menundukkan badan dan Neko membisikan sesuatu.
"Museum ini harus menjadi milikku, jangan membebani pikiranku hanya karena kau ingin uang lagi. Jika uangnya kurang maka aku bisa membuat mantel yang aku pakai ini berlumur darahmu," kata Neko membuat Direktur berkeringat dingin.
"Baiklah, aku harap itu cukup untuk menutupi mulutmu itu," Neko berbalik dan berjalan keluar dari ruangan itu. Jun menutup pintunya dan Neko langsung melepas kancing kemeja bagian atas, hanya satu saja yang dia buka, karena dia memakai kemeja putih yang ketat di lehernya.
Direktur Hao terdiam memegang dada nya.
"(Mereka benar, dia bukan gadis biasa.)"
"Cih..." Neko berjalan melewati penjaganya.
"Bos, Anda terlihat tidak baik, apa ada sesuatu?" Jun mendekat dan memberikan sebuah permen tusuk berwarna merah.
"(Aku hanya memikirkan mata hijau itu. Dia tak ada basa basinya menciumku begitu saja,)" Neko langsung memakan permen itu dari tangan Jun sambil melepas mantel hitam yang ia pakai dan melemparkannya pada Hyun.
Sehingga dia hanya terlihat memakai kemeja putih yang dimasukan di celana panjang nya itu.
"Kemudikan mobilnya, aku ingin minum kopi lagi..." ia menatap lalu berjalan duluan.
"Apa kopi di sebelah barat?"
"Tidak, aku ingin kopi yang dekat museum."
"(. . . Kenapa bos ingin kopi itu lagi setelah dia membuangnya?)" dua penjaganya menjadi bingung.
"... Kau tidak mau mengantar ku?... Bengong saja...!!" Neko berteriak marah membuat mereka terkejut dan langsung masuk ke mobil.
--
"Ha... Benar benar tidak ada pelanggan sama sekali," Manajer kopi yang bernama Jin merasa putus asa.
"Mereka mungkin sedang tidak butuh kopi," kata Matthew sambil menyapu kafe.
"Apakah itu benar, tapi kupikir tempat ini memang memiliki kriminalisasi tinggi..." Manajer menatap kaca kafe untuk melihat luar.
Matthew ikut terdiam, lalu meletakan sapunya dan memakai apron nya, menyiapkan kopi kopi yang akan di buat, bisa di bilang dia yang membuat dan melayani kopi.
"(Aku terlalu banyak berpikir soal dia... Andai saja dia datang sekarang... Tapi setelah dia mengatakan kopi yang aku buat tidak enak, apakah dia mau datang kemari, kecuali dia kemari bukan untuk meminum kopi,)" pikirnya.
Lalu tak di sangka sangka datang Neko dikawal 2 penjaganya masuk ke kafe. Seketika Matthew terkejut melihatnya.
"(Neko..!)"
"Aku pesan kopi late.." kata Neko sambil berdiri di depan meja pemesanan.
"Kalian berdua pesanlah sesuatu juga," dia menatap dua penjaganya.
"E... Bos kami baik baik saja, ini hanya order untukmu..."
"Kita sedang ada disini, jadi pesan saja minuman," Neko memberikan buku menu pada mereka.
"Ah, aku bingung, mungkin cherry parfait..." mereka berdua menjadi bingung memesan.
"Kalian kemari kesini kemarin bukan, silahkan duduk dulu disini," Manajer Jin menunjukan tempat duduk.
Neko terdiam melirik tubuh manajer Jin, dan itu membuat Manajer Jin terdiam.
"(Tidak ada wajah yang menunjukan bahwa darah wanita ini enak, aku tidak tertarik...)" Neko mengabaikan nya membuat Manajer Jin terkejut.
"E... Anda harus sering kemari..." dia mencoba menatap.
"Yeah, aku akan kesini sering sering, untuk ke kafe ini..." Neko membalas sambil melirik ke Matthew yang sedang membuat pemesanan.
Setelah selesai, Neko melihat kopinya yang ada di meja pemesanan lalu meminumnya didepan Matthew. Sementara dua pengawal nya itu ada di kursi meja lain.
"Kau memintaku untuk bertemu lagi bukan?"
"(Apa yang dia pikirkan? Dia kemari hanya untuk bertemu denganku, apakah pemikiran ku benar, dia datang kemari bukan sekedar untuk membeli kopi... Aku mungkin harus bicara langsung saja,)" Matthew menatap lalu memegang tangan Neko membuat Neko bingung.
"Kumohon, jadilah model ku," Matthew menatap, tatapan nya sangat dalam dengan wajah yang begitu bisa di bilang normal untuk nya.
Neko terdiam sebentar lalu tersenyum kecil.
"Model~?"
"Ya, ini akan baik baik saja untuk mu, aku hanya sedang butuh model."
". . Bagaimana jika aku tidak suka ini."
"Aku akan memberikan apapun padamu--
"Berhentilah omong kosong," Neko menyela dengan biasa.
"Aku mengerti itu, tapi yang aku lihat kau sudah dewasa, maksudku kau seperti terjebak di sebuah tubuh yang tidak bisa berkembang, tubuhmu sangat menarik untuk semua orang karena kau memiliki kulit yang bersih dan sangat putih... Seperti porselin."
Mendengar itu tentu saja membuat Neko terdiam sebentar.
"Ha... Kata kata apa itu, kau tampak seperti sedang mendeskripsikan ku langsung."
"Kau belum mengerti pada dirimu sendiri, orang orang menginginkan mu dengan wajah yang manis bukan wajah yang dingin."
"Huh... Apa yang kau bilang?" Neko menatap marah dan melepas tangannya.
Matthew terdiam dengan wajah yang sama dari tadi, dia seperti bermaksud memohon pada Neko dan Neko menjadi terdiam menatap nya.