"Sayang, aku mencarimu dari tadi," seru Saras merapatkan tubuhnya pada seorang pria yang sedang bersandar di tembok sambil mainkan ponselnya.
Pria itu sangat kaget tapi spontan menatap Saras karena apa yang ia dengar. Gadis itu sudah majukan wajahnya sambil berbisik penuh paksaan, "Tolong cium aku sekarang!"
Pria itu langsung menyambar bibir Saras dua lumatan, lalu dilepas sejenak untuk balas berbisik, "Rasanya manis, aku suka." Lalu pagutan itu terjadi lagi dan pria itu bahkan sudah lingkarkan lengannya di pinggang Saras dan menariknya rapat.
'Harusnya ia cium di pipi bukan seperti ini. Hilang sudah keperawanan bibirku. Tapi, aku suka. Dia wangi mint. Nanti saja baru aku pikirkan akibatnya. Sudah terlanjur,' batin Saras di tengah asyiknya bercuumbu dengan pria tanpa nama.
"Sudah cukup? Aku bisa lanjutkan lagi kalau kamu ijinkan," kata si pria yang dengan enggan lepaskan lumatan panjangnya.
"Cukup, terima kasih," balas Saras tapi sambil menarik lengan pria itu agar ikut keluar dengannya.
Saras lakukan semua aksi tanpa rencana itu agar tampak meyakinkan bagi Natan, pria yang pasti sedang menatapnya dari jauh.
"Aku tidak bisa ikut denganmu, aku ada janji dengan kekasihku, dia dalam perjalanan ke sini," kata si pria asing, tapi tetap berjalan di samping Saras.
"Jangan khawatir, kamu hanya tameng. Terima kasih banyak karena sudah bantu aku."
"Oke."
Saras bicara bahkan tanpa menatap pria tersebut. Ia lepaskan pegangannya dan bergegas keluar
dari lobi. Ia langsung loncat ke dalam taksi yang pintunya terbuka karena penumpangnya baru saja turun.
'Gadis aneh! Tapi, labiumnya memang sangat manis. Mungkin karena tanpa gincu atau pengilap bibir. Sungguh berbeda dengan wanita lainnya yang pernah kucicipi,' batin Wira.
Dia adalah seorang dosen muda yang baru saja rampung ikuti seminar di gedung yang sama.
Kekasihnya adalah seorang mahasiswa tingkat akhir yang sedang ada janji konsultasi dengan dosen pembimbing.
Kekasih Wira janji untuk menemuinya di sana, karena jarak tempuhnya sudah dekat.
Dia berjalan lenggang kembali ke tempatnya semula tanpa hiraukan lagi Saras yang sudah ada di atas taksi.
Wira lebih santai dari Saras, ternyata. Mudah lupakan kejadian yang di luar nalar.
Sedang Saras sendiri belum bisa enyahkan apa yang ada di kepalanya. Perbuatannya itu sungguh memalukan. Gadis itu duduk di taksi dengan perasaan yang masih tidak tenang. Ada degupan kencang yang belum reda sama sekali karena tingkah spontannya.
Betapa tebal mukanya ia tadi minta tolong pada orang asing, tapi sudah terlanjur. Kalau ia tidak berani seperti tadi maka Natan akan seperti bayangan baginya.
Untung pria tanpa nama tadi tidak terlalu menuntut saat Saras pamit begitu saja. Dan untung juga ada taksi kosong yang melintas di depan lobi dari gedung pencakar langit, di mana mereka berada, jadi pelarian Saras semakin sempurna.
Saras pejamkan matanya agar napasnya yang memburu bisa kembali normal. Ia sungguh tidak mengira kalau rencana awal untuk nikmati makan siang bersama orang tuanya, berakhir tidak mulus.
Semua kejadian itu dimulai dari beberapa jam sebelumnya.
Suasana di dalam ruang perjamuan siang ini terasa sangat panas bagi Saras meski pendingin ruangan sudah ada di setiap sudut, bahkan terpasang di atas kepala para tamu undangan.
Semuanya karena percakapan di sekitarnya, antara mami dan papinya tersayang dengan pria tampan yang memang cocok untuk jadi suami idaman, kalau hanya diam saja.
"Ternyata Saras sudah semakin dewasa dan sangat cantik. Saya jadi pangling."
Natan mencuri pandang ke arah Saras yang terlihat tanpa ekspresi.
'Kenapa papi ajak duduk bergabung dengan keluarga ini? Pria itu miliki tatapan yang tidak sopan sama sekali,' batin Saras memilih untuk tunduk, hindari bersitatap dengan Natan.
"Kamu tahu kalau saya sudah punya daftar khusus untuk calon mantu saya. Istri saya paling tahu apa yang saya bicarakan."
"Saya sangat paham. Pasti semuanya sudah direncanakan. Kalau memang ingin dibuat seperti sayembara, anak saya orang pertama yang akan melamar. Benar 'kan Natan?"
"Iya, Papa. Dari dulu, sejak awal diperkenalkan, Natan tidak bisa lupa kecantikan dari Saras."
Ibu dari Saras tersipu-sipu dengar perkataan dari Natan, putra kedua dari salah satu pebisnis terkenal di kota mereka.
"Jangan khawatir Tuan Natan, dari latar belakang keluarga dan pendidikan, tentu saja Tuan ada di dalam daftar yang dibicarakan suami saya tadi."
Pria muda yang duduk di antara papa dan mamanya, sudah tersenyum bangga karena perkataan ibu diplomat dan suaminya.
Ayah dari Saras dan Natan adalah teman sekolah waktu masih berusia enam belas tahun dan masing-masing telah sukses dalam bidangnya.
"Jangan seperti itu, saya belum begitu berumur. Panggil saja Natan."
Semua yang ada di meja tertawa dengar tanggapan dari Natan.
"Papi, apakah Saras bisa dapatkan sedikit saja rasa hormat dalam topik yang sedang dibahas ini? Permisi!" sela Saras agak sedikit menunduk, lalu ia tarik gaunnya agar tidak ia injak dan ia ambil tasnya lalu bergegas menuju kamar kecil.
"Saras! Kamu mau ke mana? Biar kuantar!" seru Natan yang sudah berdiri dan berjalan cepat untuk mengekori langkah Saras.
'Pria ini memang menyebalkan. Kenapa malahan ia sekarang mengikutiku. Aku mau ke kamar mandi. Apa dia ingin temani aku buang hajat? Keterlaluan! Aku harus pikirkan cara untuk bungkam mulutnya!' gerutu Saras dalam diam sekalian mempercepat langkahnya.
Saras melangkah lebar menuju toilet. Itulah rencana dalam benaknya karena cocok sebagai tempat pelarian yang tidak bisa dimasuki oleh Natan kalau pria itu nekad.
Ia belum tahu di mana letaknya tapi ia susuri saja lorong yang ia lewati.
Suara Natan yang menggema di belakangnya masih ia dengar dengan jelas.
Tapi, pikiran dan tindakan Saras tidak sejalan.
Belum juga temukan ruang yang ia cari, matanya menangkap sesosok pria yang sedang berdiri santai sendirian tapi dengan pakaian yang semi resmi.
'Tampilannya tunjukkan kalau ia masih muda dan terpelajar jadi harusnya bisa diajak kerja sama,' batin Saras.
Tanpa pikir panjang lagi, Saras menghampiri pria itu dan menyapanya seperti Saras adalah wanita yang pria itu sedang nantikan.
"Saras! Apa yang kamu lakukan?" teriak Natan yang syok dengan apa yang ia lihat.
"Dia kekasihku. Kamu paham sekarang kenapa aku tidak nyaman dijadikan topik diskusi!" balas Saraswati ketus sambil menarik tangan dari pria asing yang baru saja bercumbu singkat dengannya penuh gairah tersebut, untuk menjauh dari Natan.
Lamunan Saras buyar karena sopir taksi rem mendadak. Belum sampai tujuan sebenarnya tapi kali ini Saras ingin lupakan apa sudah terlanjur terjadi.
Ia hanya perlu jelaskan pada orang tuanya saat jumpa nanti, karena ia sudah bersikap tidak sopan tadi.
Sementara itu, lain halnya dengan Natan. Setelah melihat ulah Saras, Natan mengeraskan rahangnya dan berbalik. Tidak pernah ada seorang pun yang mempermalukan dirinya seperti yang telah dilakukan Saras padanya.
Wanita muda yang masih belum paham apa pun tapi termashyur karena nama besar dan kesuksesan orang tuanya.
Natan sudah dijanjikan untuk dijodohkan dengan Saras. Begitulah informasi yang Natan terima dari kedua orang tuanya.
Entahlah dari pihak Saras. Sayangnya, Natan tidak siap kalau apa yang sudah di atur oleh kedua orang tua, tidak berhasil.
Natan sudah punya angan-angan bahwa ia akan ada dalam sebuah pernikahan yang sudah disepakati oleh para orang tua. Seperti pernikahan bisnis. Ada banyak cerita beredar di lingkaran pertemanan dan kalangan pebisnis kalau model pernikahan yang demikian bisa jadi salah satu strategi untuk pertahankan kuasa dan capai kemakmuran tertinggi.
Ego Natan terusik. Dia bertekad untuk tidak biarkan Saras lepas dari genggamannya.