Wansar dengan hati-hati menyimpan bunga yang telah dipetik ke dalam kantongnya, menghargai nilai spiritual yang diwakilinya. Sementara itu, Wancil, yang memegang sejambak bunga yang dipetiknya lebih awal, terpaku pada keunikan dan keindahan bunga tersebut. Ada sesuatu yang sangat menarik perhatiannya, seolah-olah bunga-bunga itu berkomunikasi dengan dia pada tingkat yang lebih dalam, menyampaikan pesan-pesan yang hanya dapat dimengerti melalui kontemplasi mendalam.
Ketika mereka tiba kembali di Gubuk Tua, kehidupan sehari-hari yang rutin dan penuh makna segera berlangsung kembali. Setelah semadi malam, yang merupakan waktu untuk refleksi dan ketenangan, Wansar dan Wancil menyiapkan diri untuk sesi meditasi malam mereka. Ini adalah kesempatan untuk menenangkan pikiran dan menyelaraskan diri dengan energi alam semesta, sebuah praktik yang telah menjadi dasar dari pelajaran spiritual mereka di bawah bimbingan Pak Tua Wali Jati.
Selama meditasi malam itu, Wancil mengalami sesuatu yang tidak biasa. Meskipun tubuhnya tetap dalam posisi duduk yang stabil dan tenang, secara mental dan spiritual, ia merasa seakan diarahkan oleh suatu kekuatan tak terlihat. Dalam keheningan meditasi, dia merasakan seolah ada tangan tak kasat mata yang mengajak jiwanya untuk mengikuti suatu perjalanan.
Wancil tiba di suatu tempat yang sangat indah, sebuah pemandangan yang jauh lebih menakjubkan dari apa pun yang pernah dilihat atau didengarnya sebelumnya. Dia berdiri di tepi sebuah danau, yang dikelilingi oleh pohon-pohon bunga beraneka warna dengan aroma yang sangat memikat. Di antara rimbunan pohon bunga tersebut, Wancil melihat deretan Pohon Senduduk Putih dengan bunga yang sangat lebat.
Tiba-tiba, dari samping deretan itu, muncul seorang gadis muda berbaju kuning keemasan, ditemani oleh dua wanita di sisi kiri dan kanan yang berjalan mendekati Wancil.
Mata Wancil memandang takjub pada sosok yang muncul dari balik deretan Pohon Senduduk Putih. Gadis itu berjalan dengan anggun, langkahnya ringan dan penuh karisma, seolah setiap gerakannya mengikuti irama alam sekitar. Baju kuning keemasan yang dipakainya berkilauan, memancarkan cahaya yang lembut namun menawan, mencerminkan sinar matahari yang menembus pepohonan.
Wancil terpaku, terpesona tidak hanya oleh kecantikan visual gadis itu tetapi juga oleh aura magis yang tidak bisa dijelaskan. Aroma bunga-bunga di sekitarnya menjadi lebih intens, dan udara di sekitarnya terasa menghanyutkan, seolah memeluk seluruh keberadaannya.
Gadis berbaju kuning itu menghampiri Wancil, dan kedua wanita yang mendampinginya berdiri sedikit di belakang, menunjukkan rasa hormat yang mendalam. Wajah gadis itu serius namun ada kelembutan dalam tatapannya, membuat Wancil merasa tenang namun penasaran.
"Salam sejahtera, Saudara Muda," ucap gadis itu dengan suara yang merdu, seolah melantunkan nyanyian. "Saya adalah Puteri Jin Bunian, dan tanah yang Anda injak ini adalah bagian dari kerajaan kami."
Wancil, meskipun terkesima, mengumpulkan keberaniannya untuk menjawab, "Salam sejahtera, Puteri. Saya merasa sangat terhormat berada di sini. Saya hanya seorang murid yang sedang belajar tentang alam dan keharmoniannya. Izinkan saya bertanya, apa yang membawa saya ke tempat ini?"
Puteri Jin Bunian tersenyum, mengangguk pelan. "Anda di sini karena Anda terbuka untuk belajar tentang lebih dari sekadar dunia fisik Anda. Anda memiliki hati yang ingin memahami misteri yang lebih dalam. Kehadiran Anda di sini, bersama bunga Senduduk Putih, telah membukakan pintu antara dunia kita."
Wancil mendengarkan dengan asyik, setiap kata yang diucapkan Puteri menambah rasa ingin tahunya. "Apa yang bisa saya pelajari di sini, Puteri?" tanyanya, penuh antusiasme.
Puteri itu melangkah lebih dekat, tangannya mengambil satu bunga dari deretan pohon di sekitarnya, lalu memberikannya kepada Wancil. "Pertama, pelajarilah tentang keseimbangan dan penghormatan. Setiap elemen alam, setiap makhluk, setiap keberadaan memiliki peranannya dalam alam semesta. Kedua, pelajari untuk mendengarkan lebih dalam. Dunia di sekitar Anda berbicara, dan Anda harus belajar bagaimana mendengar."
Saat Wancil menerima bunga itu, dia merasakan energi yang mengalir ke dalam dirinya, sebuah pengalaman yang mengubah persepsi dan pemahamannya. "Terima kasih, Puteri," kata Wancil, rasa syukur memenuhi suaranya.
Puteri Jin Bunian tersenyum lagi, kemudian berkata, "Gunakan pelajaran ini dengan bijak, Wancil. Dunia Anda membutuhkan lebih banyak orang yang memahami kebijaksanaan lama dan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan kini."
Dengan itu, sosok Puteri dan pendampingnya perlahan menghilang, meninggalkan Wancil sendirian di tepi danau, dikelilingi oleh keindahan yang tidak hanya dapat dilihat tetapi juga dirasakan. Wancil tahu, saat dia kembali ke realitas fisiknya, dia tidak akan sama. Pengalaman ini telah memberinya wawasan dan misi baru untuk membagikan dan menerapkan kebijaksanaan yang telah dia terima.