Kini masuk hari ke tujuh kedua-dua murid Pak Tua Wali Jati menempuh cobaan dari Sang Guru.
Di lereng Gunung Semeru yang semakin terjal, Wancil melangkah dengan hati-hati. Nafasnya terengah-engah akibat udara yang semakin tipis dan dingin yang menusuk kulit. Semangatnya yang semula berkobar mulai diuji oleh kondisi alam yang semakin berat. Namun, tekadnya untuk mencapai puncak tidak surut. Dia tahu bahwa kristal hitam tua, Abu Api Semeru, menanti di sana, menjadi tujuan akhir dari perjalanan berat ini.
Ketika matahari naik lebih tinggi, suasana di lereng gunung berubah drastis. Udara menjadi lebih hangat dan terik, namun tetap ada kesejukan yang datang dari bayang-bayang pepohonan. Tanah di bawah kaki terasa lebih keras dan berbatu, menantang setiap langkah. Di beberapa tempat, tanah menjadi licin oleh aliran air yang mengalir turun dari puncak gunung. Vegetasi mulai bervariasi, dengan semak-semak dan bunga liar yang tumbuh subur, menambahkan warna-warna cerah ke dalam pemandangan yang dominan hijau.
Angin gunung yang kadang-kadang bertiup kencang membawa aroma segar dari pepohonan dan bunga-bunga liar, menciptakan suasana yang magis. Burung-burung berkicau riang, seakan-akan memberi semangat kepada para pendaki. Namun, semakin tinggi mereka mendaki, semakin jarang suara-suara alam ini terdengar, digantikan oleh keheningan yang mendalam dan gema langkah kaki mereka sendiri.
Saat Wancil mencapai sepertiga akhir menuju puncak, dia merasakan kehadiran yang aneh di sekelilingnya. Angin yang berhembus membawa bisikan yang samar namun memikat. Dia mempercepat langkahnya, tetapi tiba-tiba langkahnya terhenti ketika dua sosok muncul dari balik kabut tebal. Kedua sosok Jin dengan keampuhan mereka, menyembunyikan dengan rapi keujudan Jin. Mereka menampilkan diri sebagai manusia dengan pakaian rapi para pendita. Sekali pandang, mereka seperti Pak Tua Wali Jati dua saudara. Mereka berperwatakan lembut dan bijaksana.
"Selamat datang, anak muda," kata salah satu Jin dengan suara yang dalam dan memikat. "Kami sudah menantimu."
Wancil memandang mereka dengan waspada, tetapi dia tidak bisa mengabaikan rasa penasaran yang mulai mengusik pikirannya. "Siapa kalian?" tanyanya, mencoba menjaga suaranya tetap tegar.
Pendita kedua tersenyum, memperlihatkan wajah yang penuh kelembutan dan kebijaksanaan. "Kami adalah dua pendita yang sedang menjalani Meditasi Pertapaan Jiwa Naluri Abadi. Panggil saya Pak Tua Meru Merah dan ini saudara muda saya Pak Tua Meru Jingga. Kami sudah bertapa di lereng Semeru ini lebih dari 100 tahun. Daya Keabadian Semesta juga menempatkan kami di sini sebagai penunggu Semeru. Makanya kami keluar menyapa kamu."
Mereka menawarkan Wancil untuk ke gua pertapaan yang hanya beberapa langkah dari tempat mereka berdiri. Mereka juga mengingatkan Wancil akan tibanya saat untuk ritual Semadi Siang. Dia bisa melakukan itu di gua mereka.
Melihat perwatakan dan mendengar kata-kata mereka, Wancil percaya bahwa mereka adalah pendita yang baik. Itu kerana mereka juga ahli Ritual Semadi seperti dia dan gurunya. Dalam hati, Wancil merasakan ini adalah sebuah keberuntungan untuk dia menambahkan lagi ilmu dari kedua pendita yang telah hidup lebih dari 100 tahun.
Di dalam gua, setelah Wancil selesai Ritual Semadi Siang, Wancil melihat kedua pendita masih dalam posisi ritual semadi tetapi dengan lafal yang berbeda. Wancil penasaran. Sebaik pendita selesai, Wancil terus bertanya tentang perbedaan itu.
Pendita Meru Merah menjelaskan, "Ritual Semadi kami adalah titipan langsung Daya Keabadian Semesta. Nama yang kami seru dalam semadi adalah nama istimewa puja puji Daya Keabadian Semesta. Dengan Puja Puji Nama itulah yang membolehkan kami hidup lama dan memiliki keampuhan tinggi.
Sementara itu di Gubuk Tua, Pak Tua Wali Jati yang tetap mengawasi perjalanan muridnya dari awal, kini cemas. Dia telah kehilangan jejak Wancil. Sebentar tadi Wancil dilihatnya berdiri di lereng gunung seperti menghilangkan lelah mengambil napas. Tetapi kini jejaknya telah tidak lagi ada.
Sementara Wancil mulai terpikat dengan ajaran dua pendita dan setuju dengan masukan mereka untuk sementara menangguhkan tujuan mendapatkan Abu Api Semeru. Tugas itu akan sangat mudah dilaksanakan dengan keterampilan baru yang akan Wancil pelajari dan waktunya hanya beberapa hari.
Tanpa Wancil sadar, sebenarnya tubuh kasarnya sudah terhipnotis dan terbaring di dalam gua yang sudah diselubungi dengan kabut pemisah alam. Makanya Pak Tua Wali Jati tidak bisa menemukan walaupun dengan bantuan Ratu Jin Bunian.
Masa terus berlalu. Wancil tanpa sadar terus berada di alam Jin. Dia mempelajari dari kedua Jin yang diterimanya sebagai Pendita.
Masa terus berlalu.