Suasana pagi itu di Gubuk Tua, walaupun persekitarannya tampak tenang, menyimpan jejak malam hujan lebat yang menyelimuti hutan Semeru. Matahari baru saja naik, menciptakan pemandangan yang begitu indah dengan sinar emasnya yang menembus dedaunan yang masih basah oleh sisa-sisa hujan. Udara pagi terasa segar, dengan bau tanah yang basah dan suara gemericik air yang mengalir dari sungai kecil di dekatnya. Burung-burung mulai berkicau, dan embun pagi yang melekat pada dedaunan berkilauan seperti mutiara, memberikan kesan damai dan suci. Namun, di dalam Gubuk, suasana jauh dari tenang.
Sehari selepas keberadaan Wancil masih tidak ditemukan, Pak Tua Wali Jati secara batin telah meminta Pak Tua Wali Sani bersama dua orang tetua lainnya datang segera ke Gubuk Tua. Mereka bertiga dengan keampuhan Jurus Jari Kayangan Pelayangan Tubuh, mulai melayangkan tubuh saat selesai Semadi Fajar. Jurus Jari Kayangan Pelayangan Tubuh adalah bagian dari disiplin Jurus Jari Kayangan yang memungkinkan praktisinya untuk meringankan tubuh mereka sehingga bisa bergerak lebih cepat, hampir seperti melayang di udara. Mereka memanfaatkan teknik ini untuk mempercepat perjalanan yang biasanya memakan waktu lima hari lima malam jika berjalan kaki. Berhenti seketika di tepian sungai untuk Semadi Siang dan Semadi Petang, mereka tiba di Gubuk Tua ketika matahari telah hilang di kaki langit, menandakan akhir dari perjalanan yang panjang namun penuh disiplin.
Pagi itu, mereka berempat selesai kembali dari Ritual Mandi Embun, sambil menikmati sarapan gumpalan nasi dan sambal teri kegemaran Pak Tua Wali Jati serta kopi panas yang menggoda selera di atas pangkin tunggul kayu, duduk berkeliling. Bau harum kopi dan sambal teri menyatu dengan aroma alam pagi, menciptakan suasana yang hangat meskipun hati mereka sedang gelisah. Pak Tua Wali Sani memecah keheningan dengan suara lembut, "Kita harus segera mencari Wancil. Waktu semakin mendesak."
Malam tadi, selesai Semadi Malam, Pak Tua Wali Jati sekadar menceritakan segala perkara sehingga saat dia kehilangan jejak Wancil. Tidak diteruskan mencari penyelesaian, ini kerana mereka yang baru tiba harus istirehat setelah menggunakan Jurus Pelayangan Tubuh yang menguras tenaga.
"Saatnya untuk melepaskan jiwa, kerana sebentar lagi akan ada tamu," Pak Tua Wali Jati memberikan arahan. Serentak dengan itu, kesemua mereka duduk dalam posisi bersila meditasi sambil melafalkan bait-bait keramat. Udara di sekitar mereka mulai bergetar dengan energi yang tidak terlihat, dan perlahan-lahan, wujud Ratu Jin Bunian beserta Puteri Jin Bunian dan Tuan Panglima Jin muncul di hadapan mereka, membawa aura magis yang kuat.
Ratu Jin Bunian muncul dengan anggun, sosoknya tinggi dan elegan, mengenakan jubah putih bersulam emas yang memancar cahaya lembut. Wajahnya memancarkan ketenangan dan kebijaksanaan, dengan mata berkilau yang menyiratkan pengetahuan berabad-abad. Rambut panjangnya yang hitam mengalir bebas, dihiasi bunga-bunga kecil yang seolah hidup, memberikan kesan alam yang menyatu dengan dirinya.
Di sampingnya, Puteri Jin Bunian tampil dengan keanggunan yang mempesona. Dia mengenakan gaun kuning keemasan yang berkilauan, seolah terbuat dari sinar matahari sendiri. Wajahnya lembut dengan senyuman yang menenangkan, mata berbinar penuh rasa ingin tahu dan kelembutan. Rambutnya yang panjang dan ikal dihiasi bunga senduduk putih, memberikan kesan kemurnian dan keindahan alami.
Tuan Panglima Jin, dengan tubuh yang gagah dan penuh wibawa, berdiri di sisi mereka. Dia mengenakan baju zirah perak yang memancarkan kilauan cahaya, dengan jubah merah yang berkibar di belakangnya. Wajahnya tegas dengan mata tajam yang mencerminkan keberanian dan ketegasan seorang pemimpin. Pedang besar tergantung di pinggangnya, menandakan kekuatan dan keahliannya dalam pertempuran.
Ratu Jin Bunian membuka pembicaraan dengan suara yang lembut namun penuh wibawa, "Pak Tua Wali Jati, kami datang untuk membantu mencari Wancil. Lereng Gunung Semeru adalah tempat yang penuh misteri dan bahaya, kita harus berhati-hati."
Puteri Jin Bunian menambahkan, "Kami akan menggunakan semua daya dan pengetahuan kami untuk menemukan dia. Wancil adalah anak yang istimewa dan kami tidak bisa membiarkan dia tersesat di sana."
Tuan Panglima Jin mengangguk setuju, "Aku telah mengirim beberapa pasukan untuk menyusuri setiap sudut lereng gunung. Namun, kekuatan kami terbatas jika dibandingkan dengan kekuatan alam Semeru itu sendiri."
Pak Tua Wali Jati menatap dalam-dalam ke arah ketiga tamunya, "Terima kasih atas bantuan kalian. Kita harus berpikir lebih jauh. Apakah ada cara lain untuk melacak Wancil selain penyisiran fisik?"
Ratu Jin Bunian merenung sejenak sebelum menjawab, "Ada satu cara lagi, tapi ini membutuhkan kerjasama yang kuat antara kita semua. Kita bisa mendatangi Istana Wakil Penguasa Penjaga Semeru dan meminta petunjuknya. Namun, untuk ini memerlukan energi yang sangat besar dan beberapa persediaan khusus."
Pak Tua Wali Sani menyuarakan kekhawatirannya, "Apakah kita memiliki cukup kekuatan untuk melakukannya tanpa mengorbankan terlalu banyak dari diri kita?"
Pak Tua Wali Jati dengan penuh harapan dan kesediaan, "Baiklah, sila beritahu apa yang perlu kami sediakan. Demi menemukan Wancil."
"Sebelum itu ada baiknya kamu semua kenal dahulu akan Alam Semeru dan sosok Penguasa Penjaga Semeru," kata Ratu Bunian, membuat raut wajah empat manusia penuh tanda tanya.
"Untuk manusia, Gunung Semeru dan gunung lainnya hanya mungkin sebatas gunung. Di alam kami, alam jin, Semeru adalah alam yang lebih tinggi dari alam kami. Semeru adalah sebuah kekuasaan. Penguasa Penjaga Semeru adalah Penguasa kepada semua Penjaga Semeru atau Gunung manusia dan juga sebagai Penguasa Pintu antara alam bumi ini dan alam langit di atas. Tidak ada Raja, Ratu mahupun Penguasa alam bumi yang setanding akan kekuatan dan kesaktiannya," Ratu Jin Bunian mengungkapkan dengan penuh hati-hati dan kehormatan. Dia amat mengerti akan bahayanya jika nama Penguasa Semeru salah diungkap.
Wajah keempat-empat manusia mempamerkan raut yang semakin penuh pertanyaan dengan pengetahuan baru ini. Di benak Pak Tua Wali Sani, teringat kata-kata almarhum kakek, "Di atas bumi ada langit dan di atasnya masih ada langit." Kata-kata itu dulu hanya difahami sebagai isyarat berhati mulia, bahwa di atas kekuatan masih ada lagi kekuatan. Nyatanya, itu bukan sekadar ajaran tetapi kenyataan.
"Istana Wakil Penguasa adalah tempat yang mungkin bisa kita datangi. Wakil Penguasa Semeru di alam kita ini, walau keampuhannya di bawah Sang Penguasa, namun dia beberapa kali lebih tinggi dari kami berdua," lanjut Ratu Jin Bunian.
"Untuk manusia bisa masuk ke daerah Istana Wakil Penguasa, kamu harus punya kekuatan jiwa tingkat Jiwa Semesta. (Jiwa yang tidak terikat dengan keperluan tubuh seperti makan dan minum) juga cahaya lafal nama Daya Keabadian Semesta yang terpancar dari raut wajah." Ratu Jin Bunian menghentikan bicara. Seperti menunggu jawaban.
Pak Tua Wali Jati mengangguk, tanda memahami isi dari kata-kata itu. Untuk mereka berempat, pensyaratan Jiwa Semesta telah terpenuhkan.
"Bolehkah tuan Baginda Ratu atau Tuan Panglima beritahukan akan cahaya lafal nama Daya Keabadian Semesta? Mungkin sama mungkin berbeda dengan apa yang kami ketahui?" Ujar Pak Tua Wali Jati memecahkan keheningan suasana.
Ratu Jin Bunian menoleh Tuan Panglima Jin sambil menganggukkan kepala. Memberi isyarat untuk Tuan Panglima Jin menjawab. Memahami akan isyarat itu, Tuan Panglima Jin, menghulurkan tangan kanannya ingin bersalaman dengan Pak Tua Wali Jati. Tanpa bertanya dan dengan gerakkan spontan, salam itu di sambut. Perkara seperti itu sebenarnya bukan suatu yang asing. Mereka dari kalangan Jin yang berteman dengan Pak Tua wali Jati akan mengirim pengertian apa pun secara batin melalui ikatan tangan ketika bersalaman. Ada aliran energi dirasakan antara keduanya. Lamanya kedua tangan bergetar, tergantung dalamnya sebuah pengertian.
"Baiklah, akan kami lakukan ritual meditasi lafal nama ini selama 40 hari 40 malam seperti di ajarkan. Kami izin pulang ke desa dan akan kembali ke gubuk ini ketika saat bulan penuh di langit dan kita semua berkumpul 40 hari menyusul." Ujar Pak Tua Wali Jati selepas mengusap muka. "Seterusnya, kami mohon untuk menitip Wansar kepada Tuan Panglima." Sambung Pak Tua Wali Jati dengan penuh hormat.
"Wansar sudah menjadi satu-satunya muridku dari kalangan manusia. Kamu tidak perlu khawatir tentang dia." Sambut Tuan Panglima Jin sambil tersenyum.
"Baiklah, sekarang kami izin pamit dan akan terus berbuat semampu mungkin menemukan Wancil. Saat ada sesuatu, akan kami sampaikan kepada kamu. Jika tiada, maka dengan izin Daya Keabadian Semesta, kita akan berkumpul di sini bila tiba waktunya." Sehabis kalimat itu di ucapkan Ratu Jin Bunian, suasana kembali sepi. Empat bersaudara kembali sadar dari meditasi jiwa. Waktu itu matahari sudah melewati atas kepala. Saatnya mereka untuk melakukan ritual semadi siang.
"Selesai semadi ini kita berangkat pulang ke Wano Ciri". Pak Tua Wali Jati memberikan arahan sambil berjalan ke dalam gubuk.