Di malam yang tenang, di Gubuk Tua, bawah cahaya bulan yang lembut dan ditemani suara alam yang syahdu, Pak Tua Wali Jati merenung dalam keheningan. Guru yang bijaksana ini, selalu mendampingi murid-muridnya tidak hanya dalam praktik fisik tetapi juga dalam perjalanan spiritual mereka.
Pada malam itu, ia merasakan perubahan penting dalam meditasi kedua muridnya, Wansar dan Wancil, yang telah memasuki tingkat meditasi yang mendalam dan sangat penting: Pelepasan Jiwa.
Selama bertahun-tahun, Pak Tua Wali Jati telah mengarahkan mereka melalui lima tingkat meditasi dalam Jurus Jari Kayangan, sebuah metode yang ia wariskan dari generasi ke generasi. Masing-masing tingkat meditasi memiliki fokus dan tujuan khusus yang mendidik murid-muridnya untuk memahami dan mengintegrasikan kekuatan alam semesta:
Meditasi Tubuh: Membangun ketahanan untuk duduk dalam meditasi selama periode yang lama. Meditasi Nafas: Latihan mengatur dan menyadari ritme pernapasan. Meditasi Rasa: Mengidentifikasi dan mengelola sensasi serta emosi. Meditasi Alam: Meningkatkan kesadaran dan integrasi dengan energi alam semesta. Meditasi Daya Semesta: Pelatihan menyerap dan memanipulasi energi kosmik, yang baru saja mereka lalui di air terjun.
Pengalaman di air terjun merupakan sebuah ujian yang tidak hanya fisik tetapi juga spiritual, mempersiapkan mereka untuk tingkat selanjutnya yang lebih menantang.
Meditasi Pelepasan Jiwa, tingkat keenam, adalah sebuah fase kritis dan penuh risiko, di mana jiwa seseorang diajarkan untuk melepaskan diri dari ikatan fisiknya dan menjelajah alam semesta. Masuk dan keluar di alam yang tidak bisa dilewati tubuh fisik. Proses ini menawarkan kebebasan mutlak yang bisa berakhir pada pencerahan atau kesesatan jiwa.
Menyadari bahaya yang ada, Pak Tua dengan hati-hati sebelum ini telah mempersiapkan murid-muridnya, tidak hanya secara fisik dan mental tetapi juga spiritual, untuk memastikan mereka mampu menjaga koneksi antara jiwa dan tubuh, yang krusial untuk kembali ke wujud fisik tanpa cedera.
Malam itu, dalam suasana yang penuh ketenangan dan penghormatan, Pak Tua telahpun memulai sesi meditasi dengan membimbing Wansar dan Wancil untuk menenangkan pikiran dan perlahan-lahan melepaskan ikatan jiwa mereka. Ia secara intensif mengawasi setiap gerakan spiritual mereka, siap untuk segera mengintervensi jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Saat kedua muridnya semakin mendalam dalam meditasi dan memasuki keadaan transenden, Pak Tua mengamati dengan cermat, mencari tanda-tanda ketidakstabilan atau ketidakharmonisan dalam perjalanan spiritual mereka. Proses ini merupakan inti dari pelatihan Jurus Jari Kayangan dan akan menentukan kemampuan mereka untuk beranjak ke tingkat terakhir: Meditasi Penyatuan Jiwa Sempurna, di mana mereka akan diajarkan untuk menggunakan energi alam semesta dalam mengubah ruang dan waktu.
Pak Tua Wali Jati, seorang yang telah melepasi tingkat Meditasi Penyatuan Jiwa, telah bisa melepaskan jiwanya dalam keadaan sadar – di luar meditasi – secara sembunyi sentiasa berada dekat mengikuti setiap pergerakan jiwa kedua muridnya. Saat Wancil bertemu Puteri Jin Bunian, dia ada di situ memperhati. Di samping Pak Tua saat itu ada Ratu Jin Bunian sama memerhatikan. Pak Tua hanya akan bertindak jika ada bahaya kepada muridnya.
Di saat bersamaan, Wansar juga seperti Wancil, jiwanya dilambai oleh sesuatu. Bezanya, Wancil dipimpin oleh Puteri Jin Bunian untuk masuk ke daerah mereka. Wansar pula, dipimpin oleh Pendekar Jin Penjaga Air Terjun. Situasi itu sedikit mengejutkan Pak Tua yang memerhati namun membiarkannya.
Wansar dibawa ke sebuah lembah yang dikelilingi oleh air terjun yang megah, walaupun situasi itu terasa asing, namun Wansar tidak panik. Semua pesan Pak Tua gurunya dicermati dan dituruti.
"Salam Saudara Muda, selamat datang ke Lembah Air Terjun Tujuh Tingkatan. Saya, Panglima kerajaan Jin Lembah Air Terjun ini. Sedari mula kami telah memperhatikan anda bertiga di sini," suara Panglima Jin mengetarkan suasana.
Wansar menyahut dengan sopan, "Salam kembali. Maafkan kami sekiranya kehadiran kami telah sedikit melanggar kesopanan dan adab Lembah Air Terjun." Pak Tua tersenyum mendengarkan dengan rasa bangga.
"Saudara muda terlalu sopan. Sebenarnya, saya mengundang saudara muda untuk suatu tujuan," Panglima Jin mendekat ke arah Wansar. Dari ajaran Pak Tua, para Jin tidak memiliki tubuh seperti manusia. Hanya mereka bisa menunjukkan ujud mereka dalam bentuk manusia, hewan atau bentuk lainnya. Di depan Wansar sekarang, Panglima Jin tampak seperti Panglima Perang Majapahit, bertubuh perkasa dengan keris di pinggang.
Wansar tetap tidak beralih dari tempatnya. Dia tetap tenang sambil secara diam melafalkan bait-bait keramat mantra pelindung. Dari tubuh jiwanya terpancar cahaya kuning kemilau yang menyilaukan mata. "Saya sedia mendengar tujuan Anda, sila katakan," sahut Wansar.
"Alam Semesta Jin, jauh berbeda dari alam manusia. Alam Jin punya tujuh lapisan. Tiga di bawah bumi. Satu di atas bumi. Di tempat kita berpijak sekarang. Ada tiga lagi di atas langit. Kamu saya undang untuk menjadi murid manusia pertama saya," sambung Panglima Jin disertai wajah penuh senyum tawa yang menghantar isyarat bangga dan percaya diri.
Mendengar itu, Pak Tua segera ingin bertindak, namun niat itu terhenti. "Terima kasih atas tujuan Tuan Panglima, saya sungguh menghormati. Tetapi izinkan saya untuk kembali memberitahukan hal ini kepada Guru saya dan membincangkannya. Saya juga turut mengundang Tuan Panglima untuk bertemu dengan Guru Saya," jawapan Wansar begitu teguh dan penuh kesopanan. Sekali lagi Pak Tua amat berbangga dengan muridnya itu.
Panglima Jin tersenyum dan sedikit tertawa. "Wahai Pak Tua Wali Jati, muridmu ini sangat menarik. Saya akan datang ke tempatmu, menyusul," kata-kata itu ditangkap oleh Pak Tua Wali Jati sambil menganggukkan kepala. Manakala Wansar, hanya bisa menebak, pasti Panglima Jin ini punya Daya Jiwa yang amat tinggi, mampu berkomunikasi begitu dengan gurunya. Sekedip mata, Panglima Jin lenyap dan Wansar kembali ke tubuh fisiknya.