Chereads / MENUJU ABADI - LANGKAH TANPA NOKTAH / Chapter 15 - Murid Panglima Jin

Chapter 15 - Murid Panglima Jin

Saat matahari mulai naik tinggi di langit, Wansar mendengar suara gemuruh yang tidak biasa. Di depan matanya, seekor harimau besar muncul dari balik semak-semak, mata tajamnya menatap langsung ke arah Wansar. Harimau Semeru, makhluk buas yang menjaga hutan ini, siap menyerang.

Tanpa rasa takut, Wansar berdiri tegak, mengingat ajaran Pak Tua tentang menghadapi bahaya dengan tenang. Dia melafalkan mantra pelindung, membiarkan energi Daya Keabadian Semesta mengalir melalui tubuhnya. Harimau itu menerjang dengan kekuatan luar biasa, namun Wansar berhasil menghindar dan menangkis serangan dengan jurus-jurus yang telah dia pelajari.

Suara gemuruh semakin mendekat, memekakkan telinga, seolah-olah bumi itu sendiri merasakan kemarahan harimau tersebut. Wansar mengambil kuda-kuda, siap menghadapi serangan selanjutnya. Harimau itu mengeluarkan raungan yang menggetarkan jiwa, cakar-cakarnya yang tajam siap mencabik apa pun yang menghalangi jalannya. Setiap gerakan harimau itu tampak seperti kilat, cepat dan mematikan.

Dengan napas yang teratur dan pikiran yang tenang, Wansar menunggu serangan berikutnya. Harimau itu melompat dengan kekuatan penuh, cakar-cakarnya siap menancap di tubuh Wansar. Dengan kelincahan yang luar biasa, Wansar menghindar ke samping, membuat harimau itu melompat ke udara kosong. Dia membalas dengan sebuah pukulan kuat ke rusuk harimau, menggunakan Jurus Jari Kayangan yang telah dia pelajari dengan tekun.

Harimau itu mendarat dengan keras, tanah di sekitarnya bergetar. Tapi serangan Wansar hanya membuat harimau itu semakin marah. Dengan geraman yang lebih keras, harimau itu kembali menyerang. Wansar tahu bahwa ini akan menjadi pertarungan yang panjang dan melelahkan. Dia harus memanfaatkan semua ilmu yang telah dia pelajari untuk bertahan hidup.

Dengan setiap serangan dan hindaran, Wansar mulai merasakan ritme pertarungan. Dia mulai memahami pola serangan harimau itu, dan dengan setiap gerakan, dia semakin yakin akan kemampuannya. Harimau itu melompat lagi, cakar-cakarnya mengarah ke leher Wansar. Dengan gerakan yang halus namun kuat, Wansar menangkis serangan itu dan membalas dengan tendangan ke kepala harimau.

Harimau itu terhuyung ke belakang, tetapi tidak menyerah. Dalam sekejap mata, ia kembali berdiri dan melompat dengan kecepatan yang mengagumkan. Wansar, yang telah memfokuskan seluruh indranya, melompat ke atas dan menghindari serangan cakar harimau yang mematikan. Dia mendarat dengan lembut di belakang harimau, segera melancarkan serangan dengan kedua tangannya, menargetkan titik lemah di punggung harimau itu.

Dengan teriakan keras, Wansar memukul dengan segenap kekuatannya. Harimau itu jatuh tersungkur, mencoba bangkit kembali namun kekuatannya mulai berkurang. Wansar tahu ini adalah saat yang krusial. Dia tidak boleh lengah sedikitpun. Harimau itu berusaha bangkit sekali lagi, namun dengan sebuah serangan terakhir, Wansar berhasil membuatnya terkapar di tanah.

Dengan napas yang terengah-engah dan tubuh yang basah oleh keringat, Wansar berdiri tegak di atas harimau yang akhirnya menyerah. Dia tidak membunuh makhluk itu, tetapi menunjukkan bahwa dia adalah lawan yang tidak bisa dianggap remeh. Dalam hati, dia berterima kasih kepada Pak Tua Wali Jati atas semua pelajaran dan bimbingannya.

Saat Wansar berdiri di sana, merasakan kemenangan dan kelegaan, kesadarannya tiba-tiba berubah. Dia menemukan dirinya berdiri di depan Tuan Panglima Jin, yang memandangnya dengan tatapan bangga.

"Selamat datang, Wansar," kata Tuan Panglima Jin dengan suara yang menggema. "Kamu telah menunjukkan keberanian yang luar biasa. Sekarang, ikutlah denganku."

Wansar mengikuti Tuan Panglima Jin masuk ke dalam sebuah gua yang tersembunyi. Di dalam gua itu, tubuh fisiknya dijaga oleh bawahan Tuan Panglima Jin, sementara jiwanya dibawa ke medan perang di alam Jin. Di medan perang itu, Wansar melihat pertempuran yang dahsyat antara dua kekuatan. Sebuah pemandangan yang mengajarkan banyak hal tentang keberanian, kekuatan, dan kebijaksanaan.

Mata Wansar membelalak melihat pemandangan yang luar biasa itu. Pertarungan sengit antara kelompok Jin berlangsung dengan kekuatan dahsyat yang belum pernah dia saksikan sebelumnya. Sinar dan kilatan energi memancar di udara, mengguncang tanah dan langit.

"Tuan Panglima Jin, mengapa saya dibawa ke sini?" tanya Wansar, suaranya terdengar gugup namun penuh rasa ingin tahu. "Siapa mereka yang sedang berperang?"

Tuan Panglima Jin menatap Wansar dengan tatapan dalam, lalu berkata, "Perbedaan antara Manusia dan Jin hanyalah pada tubuh. Manusia dari Sari Pati Tanah dan Jin dari Pucuk Nyala Api. Namun, selain itu, semua sama. Manusia dan Jin punya Jiwa yang makanya kamu bisa masuk ke Alam Jin dan sebaliknya. Jika di kalangan Manusia ada mereka yang mulia pekerti dan ada yang penuh kebejatan, begitu juga Jin."

Wansar menyimak dengan seksama, menyerap setiap kata yang diucapkan.

"Keserakahan jiwa adalah sebab kepada perang di depan kita," lanjut Tuan Panglima Jin. "Kumpulan Jin yang bermata merah adalah Penunggu Lembah Gunung Berapi, tempat di mana kelompok Jin Pengamal Ilmu Rasuk Jiwa berkampung. Mereka ingin menakluki lembah-lembah sekitar. Selama berkurun lamanya, telah ada perjanjian bahwa tiada kumpulan yang dibenarkan menceroboh atau menakluki daerah lain. Namun, kelompok ini melanggar perjanjian demi kekuasaan."

Wansar mengangguk, memahami betapa seriusnya situasi ini. "Apa tujuan saya dibawa melihat pertempuran ini, Tuan Panglima?" tanyanya lagi.

Panglima Jin menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Tujuannya, sebagai murid pertama dari kalangan Manusia, kamu punya tugas besar. Kelompok Jin Pengamal Ilmu Rasuk Jiwa telah mulai menjadikan Manusia pengikut mereka. Maka untuk melawan itu, mesti ada manusia yang setanding."

Wansar terkejut mendengar hal itu. "Maksud Tuan, saya harus melawan mereka?" tanyanya dengan suara penuh ketidakpercayaan.

Panglima Jin mengangguk tegas. "Benar, Wansar. Kamu harus melawan mereka. Kamu harus mempersiapkan diri dengan baik, belajar dari pertempuran ini. Perhatikan dengan baik akan segala jurus mereka, kenali kelemahan dan kekuatan mereka. Kamu akan menjadi perantara antara dunia manusia dan dunia Jin, menjaga keseimbangan dan keharmonisan antara kedua alam."

Wansar merasa beban yang berat di pundaknya, namun dia juga merasakan kebanggaan dan tanggung jawab yang besar. Dia tahu bahwa ini adalah ujian yang akan menentukan masa depannya dan juga masa depan kedua dunia.

Tuan Panglima Jin menepuk-nepuk bahu Wansar yang sedang kerisauan sambil berkata, "Kebejatan tidak akan sesekali mampu mengalahkan kebenaran. Itu adalah hukum Daya Keabadian Semesta. Kamu akan belajar Jurus Jiwa Sukma Semesta sebagai pelengkap dari apa yang sudah kamu pelajari dari Pak Tua Wali Jati."

Setelah mengucapkan itu, Tuan Panglima Jin meletakkan telapak tangan kanannya di kepala Wansar. Seketika, Wansar merasakan aliran energi yang kuat, seperti aliran listrik yang mengalir ke seluruh tubuh jiwanya. Sensasi itu begitu intens namun menenangkan, mengisi dirinya dengan kekuatan dan pengetahuan baru.

Saat Wansar tersadar, dia telah kembali ke dalam gua. Tubuh fisiknya masih dijaga oleh bawahan Tuan Panglima Jin, namun kini dia merasa berbeda. Ada kekuatan baru dalam dirinya, sebuah pemahaman yang lebih dalam tentang Daya Keabadian Semesta dan perannya dalam menjaga keseimbangan antara dunia manusia dan dunia Jin.