Chereads / I’ll Run This Ruined Empire / Chapter 2 - { EP. 2 } A MARIONETTH’s STAIN II

Chapter 2 - { EP. 2 } A MARIONETTH’s STAIN II

꧁ A MARIONETTH'S STAIN II ꧂

» Horschtel Manor, Provinsi Alberg, Wilayah Kekuasaan Rowena «

» Sisi Timur Kekaisaran Emasvico «

» Tahun 1296 Kekaisaran Emasvico «

....

Kematian Pelayan Manor Horschtel

Seraphine Marionetth

Tangan Emasvico yang Hidup dari Darah Manusia

....

BRAK!!

Selepas koran terhempas keras ke meja, sang putri kini meremat judul besar yang tertera di halaman depan koran terbaru. Itu koran kemarin namun beritanya baru sampai di manor hari ini.

            "Persetan. Mereka mulai terbiasa menggabungkan namaku dengan petaka."

Namanya tercantum atas dosa yang sama sekali tidak diketahuinya. Berita palsu semacam inilah yang berulang kali menyeretnya dalam pengasingan tak beralasan.

Bahkan sang putri baru saja kembali dari pengasingannya dua bulan yang lalu. Namun berita aneh tiba-tiba menyebar tanpa tujuan yang pasti.

            "Ayo berpikir, Sera..."

            "Gunakan otakmu."

Siapa yang sekiranya paling diuntungkan dari berita ini. Para kakaknya? Tentu tidak. Mereka pun sama kasihannya dengan nasibnya.

Tok tok....

Ketukan nyaring memfokuskan matanya pada pintu kayu yang berdiri di depan meja kerjanya. Seseorang di seberang pintu mungkin meminta izin untuk masuk ke ruang kerjanya.

            "Butler Nolan izin menyampaikan kabar penting, Yang Mulia Putri Kedua."

Sejak usia 8 tahun dia dan para saudaranya dipisahkan dan butler(1) inilah yang telah melayaninya sejak belia. Pria itu bersama dengan pengasuhnya—Nyonya Boille adalah dua orang paling Seraphine percaya di manor ini.

———Butler(1) : kepala pelayan atau pelayan senior.

            "Masuk." Pria enam puluh tahunan itulah yang membawakan koran yang sedang ramai dibahas di ibukota Rowena ke meja sang putri pagi ini.

            "Saya memberi salam pada Yang Mulia Putri Kedua."

Dia menyampaikan salamnya dengan sopan. Butler Nolan berperawakan tinggi jangkung dengan kumis tertata dan rambut yang seluruhnya hampir memutih. Penampilannya selalu rapi dan sikapnya tenang. Orang ini hampir selalu menyelesaikan apapun yang Seraphine perintahkan dengan sempurna.

Mata coklatnya yang tenang menatap koran bekas rematan sang putri. Butler itu tidak berniat mengatakan apapun tentang apa yang dilihatnya.

Begitulah seharusnya.

Tanpa berbasa-basi seolah sangat terlatih dengan sikap profesionalnya, Butler Nolan mengeluarkan sesuatu dari balik saku dalam jasnya.

Undangan cantik khas kekaisaran serta emblem perunggu khusus penerus takhta yang tiap tahun selalu dikirimkan sebagai formalitas ke manornya. Seraphine rasanya tak pernah lelah mengembalikan emblem yang bergambar dua naga dengan banyak simbol kuno itu ke istana utama.

            "Untuk festival tahun ini..."

Belum selesai butlernya bersuara, tangan Seraphine telah naik ke udara—menghentikan ucapannya.

            "Dibandingkan dengan itu, bukankah ada yang lebih menggangguku, Tuan Nolan?"

Butler itu terdiam, segan menjawab sang putri yang tampak tidak dalam perasaan yang baik.

            "Pelayan yang pergi dari manor, Yang Mulia?"

Mengangguk, pria enam puluh tahunan itu memejamkan matanya dengan sopan seolah paham jika itu memang tugasnya dalam mencari tahu.

            "Saya telah lalai mengawasi bawahan saya."

            "Memang."

            "Dua pelayan masih hidup, sempat kabur ke perbatasan Kekaisaran Esoteris dan telah tertangkap. Untuk satu pelayan lain masih dalam pelacakan, Yang Mulia. Secepatnya akan saya laporkan kembali."

Tuk...

Tuk...

Tangan sang putri mengetukkan telunjuknya ke koran di depannya. Tiba-tiba saja asap keluar dari sana. Koran itu terbakar dengan sendirinya.

Api yang menyala di depan mereka, memantulkan kobaran merah di mata jernih sang putri. Wajah pucat yang selalu tersenyum itu terlihat tidak senang meski telah menampilkan senyuman yang jelas menipu.

Tuan Nolan yang masih berdiri di depan meja sang putri sama sekali tidak bergeming seakan mengerti situasi yang terjadi dan tidak mengucap sepatah kata pun.

Pria itu sudah terlihat terbiasa akan kemampuan sihir yang tiba-tiba keluar dari tangan sang putri.

            "Aku sungguh kesal ketika kita tidak mampu menangkap pemilik berita Nox itu, Tuan Nolan."

Butler itu sama sekali tidak tersinggung. Ucapan sang putri tidak ada salahnya. Mereka terlalu sering mencari pemilik surat kabar Nox, sebuah media besar yang sejak dulu sering menyeret Seraphine. Namun hasilnya selalu nihil. Mereka bagaikan ditelan bumi setelah menimbulkan bencana bagi putri kedua.

            "Ketika Escarlot memburunya, mereka juga lolos dengan mudah... Sungguh... membuatku lebih marah lagi."

            "Entah di sisi mana aku perlu percaya, Escarlot yang tidak becus atau pihak Nox yang cukup licin.... Atau bahkan memang ada pihak yang membuatnya tak terlacak? Seperti memutus jalan di tengah hutan." Wajah cantik itu masih tersenyum manis, sesekali tertawa riang. Siapapun yang melihatnya tidak akan mengira ucapan sang putri akan berbanding terbalik dengan wajah yang ditampilkannya.

Itu selalu terjadi. Seorang putri yang kesulitan menunjukkan emosinya.

Kobaran yang menyusut dan menyisakan api kecil dan abu bekas pembakaran, sang putri menatap bekas koran di depannya dengan rendah.

            "Hahahah.... Memalukan. Apa kita tidak lebih baik dari Nox itu?"

            "Saya akan berusaha lebih baik lagi."

Justru gelengan sebagai jawabannya, sang putri menjentikkan telunjuknya ke salah satu lilin di depannya. Seraphine terdiam cukup lama, menyisakkan keheningan diantara keduanya.

            "Dibandingkan itu.... Bagaimana kabar Putri Caroline dan Putra Mahkota Karsten?"

Topik yang tiba-tiba berubah membuat Tuan Nolan mulai berhati-hati. Lelaki itu lagi-lagi mengeluarkan secarik kertas dari saku lainnya.

            "Di minggu-minggu ini, Yang Mulia Putra Mahkota tengah disibukkan dengan penemuan persenjataan militer terbaru."

            "Dan berdasarkan informasi prajurit Morgenstern di perbatasan, ada pergerakan perjalanan melewati portal Kerajaan Morellios dari Yang Mulia Putri Pertama."

Mata sang putri kedua kembali terfokus pada pria itu. Tanpa keraguan seolah diminta penjelasan lebih lanjutnya, Tuan Nolan kembali bersuara.

            "Teridentifikasi rombongan berjumlah 20 orang, melewati portal kemarin siang."

            "Untuk apa Caroline membawa banyak orang?"

            "Rombongan itu termasuk jumlah kesatria Morgenstern dan Tuan Muda Morgenstern yang turut serta mengawal Yang Mulia Putri Pertama, Yang Mulia."

Seraphine kembali terdiam. Saudaranya melakukan perjalanan mungkin hendak menuju ibukota dalam rangka perayaan pembentukan kekaisaran. Namun membawa orang dengan jumlah besar rasanya sungguh aneh baginya.

Itu mengartikan bila Putri Caroline berencana tinggal lebih lama di ibukota.

            "Yang Mulia Putri Caroline melewati portal menuju perbatasan Wilayah Rowena, Yang Mulia. Bukan portal menuju Kerajaan Licotheas."

Itu lebih aneh lagi. Seraphine tambah mengerutkan alisnya. Dengan kata lain, Caroline kembarannya itu hendak menuju ke manornya, bukan malah menuju ibukota. Entah apa tujuannya yang bahkan tidak memberikan pemberitahuan padanya.

            "Jika benar menuju manor, pemberitahuan dari Yang Mulia Putri Pertama pasti akan datang sebentar lagi untuk kedatangan di waktu sore."

Perkiraan Tuan Nolan sejauh ini tepat sasaran dan Seraphine setuju untuk pengamatannya.

Kembali menampilkan senyum yang lebih cerah, sang putri menoleh pemandangan di seberang jendela yang tepat terpasang di belakangnya. Gadis itu memejamkan mata sejenak menyadari bila ini bahkan belum tengah hari ketika banyak hal telah terjadi dalam sehari.

            "Lalu perlu menunggu apa lagi? Segera beritahukan koki untuk menyambut tamuku yang berharga. Dua orang penting akan hadir di manor ini."

            "Baik Yang Mulia."

            "Bersihkan kamar utama lantai satu dan kamar tamu. Siapkan paviliun barat untuk beristirahat para kesatria dan pelayan dari saudaraku."

            "Tentu, Yang Mulia." Dan dengan gestur tangan yang sekali mendorong kehadiran sang butler dengan jari-jarinya, pria itu undur diri untuk segera menyiapkan permintaan dari tuannya.

Perasaannya begitu buruk hari ini, namun berita kedatangan Caroline sungguh memberi hiburan tersendiri bagi Seraphine.

Sudah lebih dari setengah tahun Seraphine tidak menjumpai batang hidung saudari kembarnya itu.

Memutuskan untuk beranjak dari ruangannya, sang putri kedua keluar menuju rumah kacanya.

Bunga-bunga yang belum sempat tumbuh bahkan ketika musim gugur sebentar lagi hendak pergi. Tanaman herbalnya yang selalu dirawatnya setiap hari. Rasanya berat bila Seraphine melepaskan kedudukannya hanya karena rumor tidak benar tentangnya.

Pikirannya jelas berkecamuk. Gelar yang sewaktu-waktu bisa lepas dari tangannya. Posisi yang selama ini digenggamnya erat bisa saja dicabut dengan mudahnya atas kesalahan yang sama sekali tidak ia lakukan.

Pemberitaan semacam itu cukup berbahaya bagi gelar dan kedudukannya. Bisa saja karena berita asal itu, Seraphine akan dilepas dari posisi suksesor kedua ataupun bahkan dilepaskan dari nama Marionetth. Itu jelas tidak bisa diterimanya.

Dia telah mengorbankan banyak hal untuk kedudukannya ini. Seraphine jelas tidak terima bila gelar itu akan dicabut dari tangannya. Itu seperti hidup matinya.

            "Bahkan setiap tahun Kaisar terus meminta Putri untuk hadir juga di perayaan tahun ini."

Lamunannya terbuyarkan. Seraphine yang tengah berjongkok mengamati pertumbuhan herbalnya, mendengar suara pelayan yang sedang asyik membicarakannya.

Menyeret seorang Kaisar dalam percakapan, mungkin para pelayan itu tengah berbicara tentang perayaan hari kekaisaran.

            "Namun apakah aman bagi Yang Mulia Putri untuk melakukan perjalanan ketika surat kabar itu memberitakannya? Bagaimana jika berita itu tidak hanya ramai di Rowena? Aku mengkhawatirkan keselamatan Yang Mulia."

            "Semua karena berita palsu dari surat kabar Clinox itu.... Bukankah namanya mirip berita Nox? Apa mereka berkaitan sebab sejak dulu mereka selalu menyebarkan berita buruk tentang Yang Mulia?"

            "Kurasa begitu."

            "Lagipula siapa pelayan yang melakukan omong kosong dengan cerita receh seperti itu? Yang Mulia Putri bahkan tidak pernah meminta siapapun menyeduh tehnya."

Bahkan para pelayannya juga terdengar geram akan pengakuan pelayan palsu di koran itu.

            "Itu benar. Saat ini aku merasa begitu marah akan rumornya. Bagaimana bila dewan bangsawan Rowena justru bergerak untuk menuntut?"

Sebenarnya itulah yang Seraphine khawatirkan juga.

Suara yang ragu terdengar bersahutan disana. Sang putri memejamkan mata sejenak sebelum menguping kembali pembicaraan para pelayan yang mungkin tidak ia hafalkan masing-masing namanya.

            "Jangan cemas, Baginda Kaisar mungkin meminta Maximillian membereskannya lagi."

            'Hahahahah!'  Sang putri ingin tertawa saja, merasa lucu, geli, dan menyedihkan di waktu yang bersamaan. Kaisar melakukan sesuatu untuknya? Pun satu hal lain yang mengganngunya. Bagi Seraphine, kata-kata barusan tak lebihnya hinaan bahwa suksesor kedua tidak mampu melakukan apapun tanpa pengaruh dari Maximillian.

Dulu ketika usianya 8 tahun dan Seraphine masih belum menguasai sihir dengan baik, Maximillian penuh keyakinan menunjuknya sebagai suksesor kedua.

Penerus hebat lain dari Marionetth telah hadir.

Perkembangan sihir yang dikatakan sebagai potensi hebat ternyata lebih lamban dibandingkan Caroline. Kembarannya itu bahkan mampu mengendalikan pergerakan benda dan mendeteksi pergerakan sihir orang lain.

Namun Seraphine yang jelas ditunjuk sebagai suksesor kedua bahkan tidak mampu melakukannya. Jelas sang putri berpikir itu sebuah aib memalukan bagi dirinya sendiri. Cemoohan dari seorang kaisar yang menyatakan putri keduanya adalah noda Marionetth tak lebihnya dari 'sebanyak apapun anggur berkualitas dituangkan, cawan retak tidak akan mampu terisi sepenuhnya.'

Jelas kaisar mengatakan secara gamblang bila Seraphine adalah kegagalannya.

Seraphine, putri kedua yang penuh lubang di segala sisi. Terlebih adanya fragmen yang menggelap begitu menyentuh darahnya ditambah ramalan yang diyakini oleh Kaisar semakin mengarahkan seluruh asumsi buruk padanya.

Hingga saat ini Seraphine masih merasa bila dirinya hanyalah suksesor tergagal yang pernah dinyatakan oleh Maximillian dan bahkan terlanjur disetujui oleh Kuil Agung Mitterand. Itu bagai penghinaan yang tidak sengaja dilakukannya pada dua wajah pilar kekaisaran. Hingga saat ini pun Seraphine merasa malu untuk menghadap dua wajah itu.

Kembali ke masa kini, memang benar diantara para pilar dia hanya dekat dengan para Maximillian terlebih Maximillian juga berperan dalam melatih kemampuan sihirnya selama di pengasingan. Namun saat ini apakah para pelayan justru memandangnya terlalu bergantung pada Maximillian?

Memikirkannya saja membuat perasaannya kesal tak terkendali. Bisa-bisanya mereka menilai Maximillian bagaikan seorang penolong paling berjasa baginya. Itu memuakkan sekaligus lucu baginya

꧁ ————————— ꧂