꧁ A MARIONETTH'S STAIN ꧂
•
•
"Woah apa anda lihat berita ini?!"
Seorang perempuan muda berucap keras-keras di depan papan berita tengah kota. Dengan kipas di tangannya, ia melirik lawan bicaranya yang turut membuka kipas untuk menimpali ucapannya. Keduanya saling berbicara dengan mata. Penampilan mencolok dan suara kencang yang tidak seetisnya, menimbulkan rasa penasaran orang yang lewat di sekitar mereka.
"Oh perbuatan keji dan tercela! Bagaimana bila kekaisaran lain mendengarnya saat festival nanti?" Bisik wanita dengan gaun berpotongan dada rendah di sampingnya.
"Bangsawan yang terhormat tidak sepantasnya berbuat semena-mena terhadap rakyat. Terlebih dia darah kekaisaran!" Topi di kepalanya dihiasi bulu halus berwarna putih. Tampilan beberapa wanita ala bangsawan itu memeriksa surat kabar di depan papan. Entahlah apakah mereka benar seorang bangsawan atau para borjuis yang senang meniru tampilan bangsawan.
"Apakah yang tertulis disana, Nona?" Beberapa jelata mulai berkumpul, para miskin dan si kaya bercampur dalam satu tempat. Wanita modis yang tengah menyuarakan dukungannya untuk rakyat itu bahkan menyingkirkan tangannya ketika lengannya tanpa sengaja bersentuhan dengan beberapa jelata yang langsung berkumpul.
Wajahnya penuh akan rasa risih dan jijik begitu orang-orang itu berkumpul mengelilingi mereka di depan papan berita.
"Kema-tian...pe...layan?"
"Apakah itu benar?"
"Bukankah ini nama Yang Mulia Putri Seraphine? Suksesor kedua?"
"Apa yang sebenarnya terjadi?" Kebingungan dan rasa penasaran mulai merambah di segala tempat. Satu sama lain saling menyahut dan mencari jawaban sesuai persepsinya masing-masing. Di tengah gumaman yang terdengar, para wanita bangsawan tadi mulai menjauh dari sana dan tak lagi terlihat kehadirannya.
"Oh! sebagai bangsawan, kita perlu menjaga keselamatan para pekerja dan pelayan di Rowena!" Suara lelaki yang baru bergabung seiringan suara sepatu bootsnya yang mengetuk jalanan ikut terdengar keras. Tangannya terangkat di udara, menimbulkan atensi orang-orang akan kehadirannya.
"Mengerikan bila kejadian ini akan terus berulang!"
"Apakah tanah para dewa telah dikutuk singgasananya!" Lelaki lain dengan cerutu di tangannya turut bersuara kencang, menumbuhkan amarah para jelata yang sekedar bisa membaca dan menggabungkan huruf yang tercetak tebal di surat kabar.
Suara riuh mulai bersahutan dari segala tempat. Masing-masing bergumam dan menyuarakan ketidaksenangannya.
"Ini tidak boleh dibiarkan!"
"Biadab!"
"Oh lindungilah kekaisaran ini, Dewa!"
"Terkutuklah!"
"Tuan! Saya dengar dari pelayan manor, Yang Mulia Putri tak lebihnya orang yang kejam!" Suara perempuan dengan baju kusam yang berdiri di samping papan pengumuman membuat perhatian sebagian orang terdistrak.
"Oh saya juga mendengar rumor itu! Bukankah putri itu juga baru kembali dari pelatihannya?!" Sahut seseorang di sudut lainnya.
"Dia berbuat dosa dan hidup tenang di manornya!"
Beberapa pemuda berjubah yang turut mampir atas suara ribut di depan papan berita saling melirik. Salah satu dari mereka menaikkan sebelah alisnya begitu mendengar sahutan-sahutan riuh lain. Itu terdengar seperti massa yang tidak puas akan pemerintahan rajanya.
"Bukankah ini terdengar lucu? Siapa yang mereka katakan berdosa dan hidup tenang di manornya?"
Tidak ada jawaban dari teman-temannya. Mereka melirik pemuda yang bertanya sambil menundukkan kepalanya agar lebih tertutup rapat, mencegah orang lain mengetahui identitas mereka.
"Suksesor kedua." Jawaban itu membuat bibir sang pemuda terangkat. Seolah belum puas mendengarnya, ia kembali bertanya.
"Lagi?" pemuda yang hendak menjawabnya pun mengangguk ringan.
"Lagi."
Lalu seruan keras dari sudut lain terdengar nyaring memecah keriuhan di sekitar papan pengumuman itu.
"Tuan dan Nyonya. Bukankah dulu sempat ramai bahwa batuan surga itu telah berubah warna! Emperor tentu perwujudan Dewa yang murah hati dan penuh kasih hingga terus menempatkan kedua putrinya dalam kenyamanan!" Seorang pedagang yang sejak awal berdiam di sekitar sana mulai berseru.
"Itu benar-benar membuatku mengasihi Emperor kita..." gumam yang lain bersuara.
Dengan satu sahutan yang lebih keras, seseorang memecahkan keramaian. Membangkitkan api kecil yang berkobar dalam rasa ketakutan. Bagai mencoba mengobarkan amarah satu sama lain.
"Oh Rowena! Apakah kalian masih mengizinkan kehadiran pendosa di negara kalian!"
"Tidak!"
"Bukankah kita perlu membuat petisi untuk penghapusan nama Marionetth dari sang putri?!"
"Kita harus bergerak pada dewan bangsawan di Rowena!"
"Untuk Rowena!"
"Untuk Emasvico!"
"Bergeraklah untuk Kekaisaran ini!"
"Lindungilah Marionetth dari pendosa!"
"Dia harus diturunkan dari posisinya!"
"Putri jelas mengancam nyawa kita!"
Di riuhnya sahut-sahutan rakyat yang berkobar, empat dari lima pemuda disana saling berbisik tanpa menghadap satu sama lain.
Menyadari kejanggalannya, dua dari mereka mengamati sekitar dan menarik teman-temannya untuk menyingkir dari sana.
"Menyamakan seseorang dengan Dewa sama halnya melanggar hakikat seorang manusia. Itu agaknya... keterlaluan."
"Ini pergerakan yang aneh. Sejak awal mengapa kita diperintahkan berkeliling Emasvico? Dia tidak mengatakan apapun alasannya dan terus meminta kita membersihkan sesuatu. Akankah saat ini orang itu menikmati kesenangannya sendirian? Dan apakah dia membawa sesuatu yang berharga lainnya?" Pemuda itu bersuara kembali sambil berbisik ke salah satu pemuda bertudung lainnya.
Mereka berjalan menjauh sambil memantau sekeliling. Beberapa penduduk yang penasaran dengan keributan di papan pengumuman, patung-patung tinggi yang berdiri dengan wujud khas kesatria di segala penjuru seolah hidup sebagai pengaman, juga orang-orang yang tidak peduli dan hanya menikmati pembukaan festival yang akan dilangsungkan tiga minggu ke depan.
"Ah, terkadang juga Putri Kedua itu membuatku bertanya-tanya." Jawab salah satu diantara mereka terdengar sama ragunya.
"Diamlah. Aku tidak peduli arah rasa penasaranmu itu, hanya saja mengapa kita perlu mencari tahu seorang putri yang bahkan telah lama disembunyikan oleh Kaisar Emasvico? Bagaimana jadinya bila langkah kita diendus Morgenstern ataupun Maximillian?"
"Bahkan mungkin Maximillian telah mengetahuinya. Kita pun pernah berjumpa langsung dengan Escarlot Maximillian."
"Hahah... orang munafik itu. Anjing gila Marionetth kedua." Lalu pemuda lain mengalihkan pembicaraan kembali.
"Siapa sangka seorang penyihir murni justru menjadi kaki tangan Marionetth?"
"Kita tidak akan pernah tahu apa yang dipikirkan keluarga kekaisaran. Upacara kedewasaan yang harusnya telah dilakukan dua tahun lalu pun tidak terdengar kabarnya." Rekan di belakang menyahut dengan bisikannya, sesekali mereka menabrak penduduk yang bersuka cita di festival yang tengah dibuka.
"Namun kudengar desas-desusnya, Putra Mahkota Karsten tengah mempersiapkan pesta kedewasaan kedua putri usai penyelenggaraan kelahiran kekaisaran..."
"Dia seseorang yang mengerikan.... Namun apa hubungan saudara di kekaisaran selalu harmonis seperti itu? Dia hanya terlihat manusiawi ketika memperbincangkan tentang kedua putri seolah seluruh keluarga kekaisaran memiliki tali kuat diantara mereka."
"Pffttt..." salah satu dari mereka tiba-tiba saja tertawa.
"Apa kau pikir para pangeran dari Kekaisaran Esoteris akur? Pangeran Konstantine dan Pangeran Ellias telah berperang dalam senyap hingga memecah fraksi bangsawan. Ditambah Pangeran Vincente yang menginjak usia dewasa. Tentu dia akan mengikuti jejak kakak kandungnya."
"Atau kau lihat saja Pangeran kedua dan Pangeran ketiga Kekaisaran Eviden yang saling memperebutkan takhta berikutnya meski pengangkatan pangeran pertama baru saja dilakukan. Hanya di Emasvico kau bisa menjumpai hal aneh ini."
"Mengatakan itu seolah kau lupa bila Kaisar saat ini orang yang seperti apa..." Lalu seseorang yang paling tinggi diantara mereka menjawab dengan suara rendahnya, terdengar tidak begitu senang akan ucapannya.
"Kita di Emasvico, jaga ucapanmu."
"Hey. Aku lebih tidak percaya akan legenda omong kosong seolah kekaisaran sebesar ini akan runtuh bila para Marionetth tidak menjalankannya. Itu konyol. Kalian bukan anak kecil yang harus mempercayai dongeng sebelum tidur." Pemuda itu masih terkekeh kemudian, tidak mengindahkan peringatan dari temannya. Dia lalu terdiam, enggantungkan ucapannya ke udara.
Seorang teman yang berada paling depan dan sedari tadi terdiam kini menoleh belakang. Nampak tidak senang akan ucapannya. Wajahnya kental akan rasa risih dan kesal akan perkataan omong-kosong yang tidak memuaskan telinganya.
"Kita ini hanya tamu di tanah mereka. Kalian harusnya tidak boleh lupa bahwa memang benar Marionetth-lah yang membentuk Esoteris dan Eviden lewat perjanjian tiga negara. Jadi jaga ucapan amoral itu."
"Kalian yang bahkan tidak menguasai persebaran energi, tidak akan tahu bila angin dan patung bisa berbicara untuk Marionetth. Mereka menggenggam semuanya, bisa saja lidahmu itu terpotong ketika bangun besok pagi." Langkahnya besar dan meninggalkan keempat temannya yang masih berjalan lirih. Di festival yang ramai akan pengunjung, sekeliling mereka nampak penuh. Postur tinggi yang menonjol tentu menarik perhatian banyak orang. Tak jarang beberapa dari keempatnya melirik dengan waspada ke sekeliling dan sesekali melewatkan bila di sekitar mereka tersebar banyak mata entah dari tuan yang mana.
"Hanya karena dia bawahan setianya, dia selalu bersikap sombong."
"Eyy... dia tidak juga keliru. Kita ada di tempat mereka, jadi jangan asal berbicara tentang Marionetth." Salah satu dari mereka memukul temannya yang lain dengan bercanda untuk mencairkan suasana sambil melirik sekeliling dengan hati-hati dan terlihat segan entah pada siapa.
Lalu sekali lagi saja, seseorang berseru dengan lantangnya hingga suara dari kejauhan itu terdengar di tempat mereka.
"Dia mencela keagungan Marionetth! Turunkan dia dari posisinya!"
Satu manusia lain yang tidak menyayangi nyawanya. Si pemuda yang berjalan mendahului rekannya itu kemudian menghilang di balik gang yang padat akan riuhnya manusia.
꧁ ————————— ꧂