Gubernur Jenderal memandang pemuda itu dengan tatapan layaknya seorang ayah yang menyambut anaknya pulang dari perantauan.
"Kamu akhirnya kembali, Alpha" katanya sambil tersenyum.
Pemuda itu tidak menjawab, ia tetap dalam posisi berlutut.
"Oh ayolah, tinggalkan formalitas menjijikkan ini," kata gubernur jenderal dengan acuh tak acuh
Pemuda itu kembali berdiri dan menarik napas dalam-dalam sambil melepas topeng masquerade miliknya.
"Anda masih sama seperti terakhir kali kita bertemu kan, Paman Gilbert?"
Nama gubernur jenderal itu adalah Gilbert Alberto. Seorang pria paruh baya berambut coklat dengan mata hitam.
"Hoo...tentu saja, apa yang ingin kamu harapkan dariku? Kamu juga setuju kalau formalitas itu merepotkan, kan?" Gilbert bertanya
Pemuda itu memandang gubernur dengan sinis.
"Anda itu seorang gubernur jenderal, setidaknya bersikaplah sedikit bermartabat," jawab pemuda itu dengan kesal
"Hah, kamu kaku sekali, Alpha. Oh, perlukah aku memanggilmu Ren Kaito?" Jawab Gilbert sambil tersenyum jahat
Pemuda itu semakin memandang ke arah gubernur jenderal dengan tatapan penuh celaan.
"Senyumanmu menjijikkan, Paman," katanya
"Haha, ayolah, jangan kasar. Sekarang mari kita lanjutkan ke laporanmu, bagaimana hasil misimu kali ini?"
Gilbert mengabaikan tatapan kesal Ren dan mengubah topik pembicaraan.
Melihat Gilbert bertingkah sesuai posisinya, Ren langsung berganti posisi. Keduanya, dan mungkin banyak orang di dunia ini, setidaknya memiliki dua sisi yang bisa mereka manfaatkan.
"Sesuai dengan yang anda perintahkan, saya sudah menyeret sisa-sisa pasukan pemberontak ke penjara utama," jawab Ren
"Begitu..., itu memakan waktu yang cukup lama, kan? Tidak seperti biasanya."
Sepatah kata dari Gilbert yang penuh sindiran.
"Saya menanganinya dengan cara yang benar," jawab Ren, dia tidak bergeming mendengar sindiran Gilbert.
"Oh, menarik sekali, kamu tidak memenggal kepala mereka,memegang kepala mereka seperti bola lalu memajang kepala-kepala itu untuk mengusir binatang buas, kan?"
Gilbert memelototi Ren. Sedangkan Ren yang mendapat tatapan tajam hanya bisa menghela nafas dan mengeluh.
"Jangan bicara omong kosong seperti itu. Saat ini kita sedang diawasi oleh Dewan Hak Asasi Manusia PBB, kita tidak bisa bertindak gegabah," jawab Ren acuh tak acuh.
"Bukan "kita" tapi "kamu", raja naga pertama yang menyebabkan tragedi "itu" terjadi," Gilbert mengoreksinya.
Ren terdiam, dia muak dengan tatapan itu.
"Apakah Paman mau berdebat dengan saya sementara saya baru saja kembali setelah menjalankan misi selama setahun penuh? Saya lelah, jujur saja saya tidak ingin berdebat saat ini," ucap Ren dalam nada mencela.
Dia lelah jadi dia ingin meninggalkan ruangan tapi dia tertahan oleh kata-kata itu.
"Oh baiklah, tidak perlu marah, kamu juga tidak perlu formal begitu, sekarang mari kita bicarakan misimu selanjutnya," ucap Gilbert untuk menghentikan kepergian Ren.
"Ya baiklah, mari tinggalkan formalitas, tapi tadi anda menyebut misi? Ketika aku baru kembali seperti ini? Bukankah itu terlalu kejam, Paman?" Jawab Ren berbalik, tatapannya menunjukkan dia siap mengeluh sepanjang hari.
"Oh ayolah, aku tidak bilang misinya harus dilaksanakan hari ini kan? Mari kita duduk dan ngobrol baik-baik," ajak Gilbert sambil tersenyum lembut.
Ren ingin mengeluh namun ia sudah lelah dan memilih berbaring di sofa.
"Kamu mau teh? Biarkan aku menyeduhnya," Gilbert menawarkan.
"Terserah, lakukan saja sesukamu paman, biarpun itu racun aku tidak akan mati," jawab Ren acuh tak acuh, dia lebih mementingkan dirinya sendiri yang sedang bermalas-malasan di sofa.
Setelah selesai menyeduh dua gelas teh, Gilbert duduk di sofa.
"Ini tehmu, Ren," katanya sambil meletakkan cangkir itu di atas meja depan sofa.
Ren kemudian bangkit dari sofa dan mengambil gelas serta meminum tehnya.
Dia mencicipi teh itu tapi ada yang menganggu kenikmatannya.
"Tunggu sebentar… ini teh susu?" Ren bertanya
"Tentu, kamu masih awal remaja, kamu membutuhkan susu untuk pertumbuhan tubuhmu" jawab Gilbert dengan jelas
"Hah... umurku 15 tahun lho? Aku bukan anak kecil lagi," jawab Ren ketus
"Apanya yang bukan anak kecil lagi? Sudah kubilang umur 15 tahun masih remaja awal, jadi kamu harus minum susu!" Gilbert berkata dengan tegas
"Gehh..., baiklah"
Ren yang sudah muak berdebat memilih mengalah dan menghabiskan teh susunya. Setelah itu Ren membuka topik tentang misi yang telah disebutkan sebelumnya.
"Jadi, misi apa yang harus aku lakukan kali ini?" Dia bertanya
"Hah...kamu tidak bisa bersantai sedikit ya? Baiklah, jika kamu bersemangat begitu maka aku akan memberitahumu," jawab Gilbert sinis lalu melanjutkan perkataannya.
"Misimu kali ini adalah memata-matai Jepang," katanya dengan tegas
Ren yang mendengar itu langsung membetulkan posisi duduknya, ia merasa tertarik.
"Hoo...menarik, tolong jelaskan detailnya," jawabnya sambil tersenyum dingin.
"Fufu, aku tau kamu akan tertarik," balas Gilbert lalu dia berdiri untuk mengambil beberapa dokumen dan setelah itu dia kembali duduk.
"Kamu pasti sudah tau tentang situasi terkini Jepang kan?" tanyanya
Mendengar hal itu Ren mengeriyit.
"Situasi terkini? Apa maksudmu tentang memanasnya situasi di Jepang yang berujung akan ancaman pecahnya perang saudara?" balas Ren
"Tepat, tapi kamu mungkin belum mengetahui semuanya jadi aku akan memperjelasnya. Pertama, pasca tragedi "itu" terjadi mengakibatkan mundurnya Jepang dari perang saudara di negara kita. Kedua, karena keputusan itu membuat banyak politikus tidak suka sehingga Jepang pada akhirnya terpecah menjadi dua faksi, faksi royalis yang ingin kekuasaan tertinggi kembali ke tangan kaisar sementara faksi pemerintah yang tetap mempertahankan pemerintahan saat ini." kata Gilbert menjelaskan
"Lalu bagaimana dengan respon kaisar akan hal ini?" tanya Ren
"Kaisar telah menghubungi pihak kita secara rahasia seminggu lalu, mereka menyatakan bahwa keluarga kekaisaran tidak ingin kembali berkuasa, mereka sudah puas dengan Jepang saat ini" balas Gilbert
"Begitu..., Jadi alasan kenapa situasi ini terus berlanjut karena kaisar sendiri tidak mengatakan pemikirannya kan? Yah memang jika kaisar sendiri yang menolak keberadaan faksi royalis dapat membahayakan nyawa kaisar dan keluarganya, benar?" Kata Ren, dia berpikir sambil sedikit bersantai sambil memainkan rambutnya yang sedikit panjang.
"Tepat, makanya itu aku ingin mengirimmu ke sana sebagai mata-mata dan berjaga-jaga jika sesuatu yang membahayakan kaisar terjadi. Kita tidak bisa membiarkan Kekaisaran Jepang bangkit karena jika itu terjadi dapat memicu amarah seluruh negara di Asia Timur dan berpotensi menjadi konflik skala global. Jadi bagaimana menurutmu?" tanya Gilbert
"Yah, baiklah. Misi ini tidak terlalu buruk kurasa" jawab Ren datar
"Baiklah, berarti sudah diputuskan. Aku akan segera menyiapkan berkas-berkasnya, untuk sementara waktu jika kamu bosan lebih baik segera temui "mereka" " balas Gilbert lalu dia kembali ke meja kerjanya dan mulai sibuk mengurus dokumen
"Mereka kah? Yah baiklah. Kalau begitu aku pergi dulu" jawab Ren lalu dia beranjak dari sofa dan berjalan menuju pintu hingga dia dipanggil Gilbert.
"Oh ya Ren, aku lupa bilang sesuatu. Besok pihak militer akan mengadakan konferensi pers, tolong pastikan "mereka" datang. Ini sangat penting" jelas Gilbert
Ren yang mendengar itu hanya mengangguk lalu pergi dari ruangan itu.
Setelah itu...
"Kamu ada disana kan? Carmila"
Di ruangan yang hening itu Gilbert memanggil nama seseorang. Seharusnya tidak ada orang disana tapi—
"Jadi kamu menyadari keberadaanku ya, kak Gilbert?"
Seorang wanita dengan mata dan rambut berwarna hitam muncul. Namanya Carmila Alberto, adik perempuan Gilbert. Dia baru saja memasuki usia kepala tiga bulan lalu.
"Tentu saja, aku yakin Ren juga menyadari keberadaanmu tapi dia tidak mempedulikannya. Jadi, langsung saja ke intinya, apa yang kamu mau?" Tanya Gilbert
Carmila bergidik ngeri, inilah suasana serius seorang Jenderal. Sayangnya dia tidak bisa mundur jadi dia memantapkan diri.
"Apa yang sebenarnya kamu rencanakan, kak?" Balas Carmila
"Rencanaku?" Jawab Gilbert pura-pura tidak tau
"Jangan bersikap bodoh seperti itu, aku tau kamu memiliki niat tersembunyi dengan mengirim Ren ke Jepang" balas Carmila kesal
"Ahaha, yah aku tidak punya rencana buruk apapun, semuanya terkendali. Kamu tidak perlu mengkhawatirkan apapun, aku hanya ingin dia sedikit dekat dengan keluarga besarnya disana" jawab Gilbert acuh, dia melirik sebuah dokumen di atas meja.
Carmila yang menyadari itu lalu mengikuti arah mata Gilbert dan segera mengambil dokumen itu. Dia menatapnya sebentar lalu—
"Cih, jadi ini rencanamu kak? Kamu tidak berniat membahayakan republik kan?" tanya Carmila menuduh
"Tenang saja, aku sudah membicarakan rencana ini dengan para anggota dewan beserta presiden, jadi aku sudah mendapatkan izin. Kalau hanya itu yang mau kamu tanyakan lebih baik kamu segera pergi, kamu punya banyak pekerjaan kan?" Balas Gilbert
"Hah,baiklah. Aku harap kamu tidak gegabah, kak"
Carmila pun pergi dari ruangan, menyisakan Gilbert seorang diri.
"Aku sudah melaksanakan janjiku pada kalian berdua, aku akan memastikan kebahagiaan anak itu. Jadi, aku berharap kalian bisa tenang dan menyerahkan sisanya padaku." gumamnya
Dia melihat dokumen disebelah dokumen yang sebelumnya, terlihat dua foto yaitu seorang laki-laki dan perempuan dan nama mereka adalah—