Chereads / Suami Terbaikku / Chapter 4 - Ulah Mbak Jelita

Chapter 4 - Ulah Mbak Jelita

Shafa merasa seluruh tubuhnya seperti remuk. Pinggul dan kakinya terasa sangat sakit. Kepalanya pusing dan tenggorokannya perih. Entahlah, hanya dia yang merasakannya atau Alby juga merasakan hal yang sama. Untuk bangun pun, rasanya Shafa tidak sanggup. Dia membangunkan Alby yang masih tidur bertelanjang dada. Mulai saat itu, Shafa sangat menyukai tubuh kekar suaminya.

"Mas, bangun. Nanti kamu terlambat, loh?"

"5 menit lagi," jawab Alby dengan mata yang masih tertutup.

"Ayo, bangun!"

"5 menit lagi, Sayang." Suaranya terdengar serak dan berat. Bagi Shafa, Alby terlihat sangat seksi.

"Kalau terlambat, jangan salahin aku, ya?"

"Iya, deh!" Alby mulai bangun. Walau posisinya sudah duduk, tapi, matanya masih terpejam.

"Cepet, ke kamar mandi! Kalau masih di kasur, kantuknya enggak bakal hilang," ucap Shafa yang masih bersandar di sandaran kasur.

"Cium." Alby memanyunkan bibirnya.

"Enggak! Udah cukup tadi malem!"

"Cium dulu!"

"Enggak!"

Matanya melotot dan menatap Shafa dengan tajam. "Shafa?"

Bibir Shafa yang lembut, menabrak bibir Alby yang sedikit kering. Iya, Shafa akhirnya menuruti mau suaminya yang manja itu.

"Kenapa kamu masih di kasur? Biasanya udah sibuk di dapur?"

"E-enggak apa-apa, kok."

"Sakit, ya, karena semalem?" Shafa malu untuk mengakuinya. "Maaf, ya, kalau semalem aku terlalu kasar?" Alby mengelus perut Shafa dengan lembut. "Kamu bakal segera hamil, 'kan?"

"Semoga aja, Mas."

"Semalem, aku gagah, enggak?" Shafa hanya mengangguk malu. "Kamu suka?" Shafa mengangguk lagi, dengan senyuman di bibirnya. "Kalau kamu suka, pasti Mbak Jelita juga suka, 'kan?" Shafa langsung memukul Alby yang tidak berhenti meledeknya.

***

Sepertinya, Alby masih terbayang akan wajah Shafa saat mereka melakukannya semalam. Senyuman tidak pudar dari mulut Alby. Guru seniornya menyadari hal itu.

"Al, kamu kenapa senyam-senyum gitu?"

Alby terkejut dan langsung menyadari keberadaan mereka. "E-enggak apa-apa, Pak."

"Kamu udah lakuin, 'kan?"

"Lakuin apa, Pak?" Alby pura-pura tidak tahu dan langsung pergi keluar ruang guru.

"Berapa lama, Al? 3 jam? 5 jam?" bisik seorang guru bernama Hendra, yang 11 tahun lebih tua darinya.

"Enggak usah bahas itu, Pak." Mereka tertawa bersama.

Sesampainya di kantin, Alby yang sedang duduk bersama Hendra, didatangi oleh beberapa murid mereka. "Pak Alby udah nikah, ya? Kok, enggak ngundang kita, Pak?"

"Iya, kita mau tau, kaya apa, sih, cewe yang Pak Alby suka?"

"Lebih cantik saya atau dia, Pak?"

"Kenalin istrinya ke kita, dong, Pak!"

"Iya! Bener, tuh, Pak!"

"Souvernirnya masih ada, Pak? Saya minta, dong!"

Alby hanya tersenyum mendengar apa yang muridnya katakan. Dia merupakan guru favorit di sekolah itu. Selain baik dan ramah, wajah tampannya membuat siswi di sana terpanah.

"Saya nikah di Jakarta. Dia cantik dan baik, makannya saya mau nikah sama dia. Kalau ada waktu, saya bakal undang kalian dateng ke rumah untuk ketemu sama istri saya," jawab Alby dengan ramah.

"Serius, Pak?"

"Pak Alby bakal segera punya anak, loh!" Hendra berbisik pada muridnya.

Respon cepat dari salah satu siswi itu. "Pak Alby udah bikin anak?!"

***

Pekerjaan rumah sudah beres. Shafa hanya menonton televisi dan bermain ponsel. Karena bosan, Shafa memutuskan untuk pergi ke suatu tempat dan pulang lebih awal. Kafe paling dekat berjarak sekitar 200 meter dari rumahnya. Segera Shafa memesan ojek online yang datang dengan cepat.

Kafe bernuansa alam, dikelilingi bunga tulip yang harum itu akan menjadi kafe favorit Shafa. Hidangan yang disajikan, tidak kalah enaknya dengan sajian di restoran mahal. Shafa mengambil posisi tengah, dekat dengan kolam ikan.

"Kenapa aku tiba-tiba teringat Sonya, ya?" Saat melihat bunga tulip, Shafa teringat sahabatnya yang sangat menyukai bunga tersebut.

"Sonya dimana, ya, sekarang?" Shafa kembali menelpon Sonya dan mengecek sosial media sahabatnya itu. Tapi, tidak ada respon atau balasan apapun dari Sonya.

Baru sekitar 30 menit Shafa di kafe tersebut, Alby sudah menelponnya dan menyuruhnya segera pulang. Shafa tidak tahu kalau Alby akan pulang secepat itu. Dia segera meninggalkan kafe dan mendatangi taxi online yang sudah dia pesan sebelumnya.

"Kamu di mana, Sayang?"

"Aku pulang sekarang, nih."

"Mau aku jemput?"

"Enggak usah. Udah dulu, ya? Aku mau jalan, nih."

Seorang wanita yang wajahnya sangat familiar, membuat Shafa kembali menutup pintu taxi dan berlari mendekati wanita itu. Tapi, wanita yang dia kejar tiba-tiba menghilang diantara kerumunan orang.

"Itu kayak Sonya? Apa jangan-jangan, Sonya tinggal di sekitaran sini, ya?"

Walau wanita itu sudah tidak terlihat, Shafa terus berjalan mencarinya. Benar saja, dia melihat wanita itu masuk ke dalam mobil. Shafa segera menghentikan taxi kosong yang lewat untuk mengejar mobil yang ditumpangi wanita itu.

"Sonya, apa itu kamu?"

Lagi-lagi, Shafa kehilangan jejak wanita itu. Entah ke mana mobil yang sedari tadi dia ikuti. Karena Alby berkali-kali menelponnya, Shafa kembali pulang ke rumah dengan rasa penasaran yang menyelimuti pikirannya.

"Aku berharap, itu beneran Sonya."

***

Jelita yang tahu kalau Shafa tidak ada di rumah, dengan sengaja bertamu ke rumah Alby. Dia membawa camilan keripik kentang balado kesukaan Alby. Alby sendiri bingung, dari mana Jelita bisa tahu segala hal yang dia sukai? Berkali-kali Alby menyuruh Jelita pulang, namun wanita itu terus saja mengajak ngobrol.

Tiba saat Shafa pulang dengan raut wajah tak semangat, Alby langsung membuka pintu dan memeluk juga mencium kening istrinya itu. "Kamu dari mana, sayang?"

"Aku bosen di rumah. Jadi, aku pergi ke kafe dekat sini."

"Oh, ke kafe, ya? Kalau cuma ke kafe, kok, penampilannya sebagus itu?" sosor Jelita dengan cepat. Shafa baru sadar kalau Jelita ada di dalam rumahnya, hanya berdua dengan Alby.

"Mbak Jelita?" Raut wajah Shafa berubah menjadi resah. Dia menarik tangan Alby, untuk berdiri di belakangnya. "Maksud Mbak Jelita apa, ya? Emangnya Mbak Jelita pikir, saya pergi ke mana?"

"Ya, mana saya tau."

"Mbak Jelita sendiri, kenapa berpenampilan kayak mau pergi kondangan, padahal cuma belanja di tukang sayur komplek?" balas Shafa.

"Loh, saya ini janda yang lagi cari suami. Wajar aja kalau penampilan saya selalu menarik. Kalau Mbak Shafa kan, udah punya suami."

"Lebih baik, sekarang Mbak Jelita keluar dari rumah saya! Jangan ganggu suami saya lagi, paham?!"

"Kamu enggak usah marah-marah. Saya datang dengan niat baik, kok."

"Niat baik? Sejak kapan menggoda suami orang itu adalah niat baik?!"

"Menggoda? Saya enggak pernah menggoda Mas Alby, kok."

"Kalau gitu, jauhin suami saya!"

"Kenapa kamu sewot? Mas Alby aja selama ini enggak pernah larang saya buat datang."

"Pergi dari sini!"

Jelita tidak terima dibentak seperti itu. Alby menutup pintu saat Jelita sudah keluar dan Shafa langsung pergi ke kamar. Dia mengunci pintu kamar dan menangis dibawah bantal.

"Sayang, buka pintunya, dong?"

"Enggak!"

"Aku enggak ngapa-ngapain sama dia, Sayang."

"Kenapa kamu biarin dia masuk ke rumah disaat aku enggak ada?!"

"Dia maksa masuk dan enggak mau pulang, Shaf. Percaya, dong, sama aku."

"Kamu suka sama dia, 'kan?"

"Aku enggak pernah suka sama Mbak Jelita. Aku enggak pernah tertarik sama dia."

"Aku enggak mau ngomong sama kamu!"

***