Chereads / Cinta Untuk Renjana / Chapter 3 - Bab 3

Chapter 3 - Bab 3

Gema Putra Segara. Nama yang tertulis di sebuah nisan yang Renjana bersama orang tuanya serta Bi Asri datangi. Tempat yang selalu mereka kunjungi ketika rindu kepada sang pemilik nama.

Banyak hal yang diceritakan di tempat itu seolah Gema ikut hadir di tengah-tengah mereka.

Dengan senyum getir Renjana menyapa kakaknya. "Hai kak. Apa kabar? Maaf baru bisa jenguk. Akhir-akhir ini kerjaan aku banyak. Ditambah lagi urusan pernikahan aku yang udah mendekati hari H."

Renjana merasa bersalah karena beberapa minggu ini tidak datang kemari. Padahal biasanya seminggu sekali bahkan 3 hari sekali selalu datang mengunjungi kakaknya.

Sambil menghambuskan nafas berat dia kembali berucap. "Hmm ... kakak tau nggak, aku bahagia banget sekarang. Aku masih nggak nyangka sebentar lagi menyandang sebagai seorang istri. Padahal dulu kakak suka ejek aku cengeng, tukang ngadu, cerewet."

Kalimatnya kembali terhenti untuk sekedar mengatur nafasnya yang mulai memburu. Serta matanya yang sudah berkaca-kaca.

"I really miss you, kak. Aku berhasil bahagia kak. Aku berhasil."

Yang tadinya masih bisa menahan genangan air di pelupuk mata, akhirnya tumpah juga.

Perempuan itu menangis sesenggukan sambil menutup wajah dengan kedua tangan.

Kemala yang berada di sampingnya segera memeluk serta mengusap-usap bahu putrinya. Menguatkan Renjana meski dia sendiri sama rapuhnya.

Sementara Gara yang di seberang Renjana menunduk diam. Dalam hati dia terus berdoa untuk almarhum putranya.

Sama seperti majikannya, Bi Asri pun begitu. Dia berdoa untuk almarhum.

Bi Asri juga sama merasa kehilangan. Lantaran semasa hidup, almarhum adalah sosok yang sangat baik. Tidak pernah sekalipun Gema memperlakukan dirinya buruk.

Bahkan ketika Bi Asri melakukan kesalahan, Gema tidak semena-mena memarahinya. Gema lebih dulu meredakan emosi sebelum memberitahukan jika Bi Asri salah, ataupun tidak sesuai keinginannya.

Gema adalah laki-laki yang baik. Gema sangat menyayangi keluarganya. Dia selalu punya cara sendiri untuk membuat adiknya senang.

Meski terkadang suka jahil, tapi Gema begitu menyayangi Renjana.

Sampai kurang lebih 20 menit, mereka pulang ke rumah. Dengan suasana yang masih sedih, tak ada yang berkata banyak selama perjalanan. Kemala, Gara serta Bi Asri berinteraksi hanya sepatah dua patah untuk mencairkan suasana. Sedangkan Renjana hanya diam menatap langit lewat jendela. Helaan nafa pelan berulang kali keluar untuk meredam kesedihannya yang mendalam.

Kehilangan membuatnya belajar untuk tidak menyia-nyiakan waktu. Kehilangan membuatnya tau begitu berartinya sebuah kebersamaan.

***

Sore sudah berganti malam, rencananya malam ini Renjana dan Agam akan makan di restoran yang sedang viral dengan pemandangan malamnya.

Tempatnya memang sedikit jauh, sekitar 20 menit dari rumah Renjana.

Tapi meski begitu, mereka tetap berangkat karena ingin tau sebagus apa tempatnya. Apalagi yang merekomendasikan adalah seorang Nara yang hobi cari tempat bagus untuk diposting di Instagram ataupun Tiktok.

Hal tersebut juga membuat Renjana cukup exaited karena penasaran bagaimana tempatnya.

Apalagi makan malam kali ini terasa berbeda. Entah kenapa dia merasa gugup. Padahal dia sudah sering makan bersama Agam.

Kini Renjana sedang duduk di depan cermin sambil merapikan rambutnya untuk kesekian kali.

Dia juga mengatur nafasnya agar rasa gugup yang tiba-tiba datang bisa menghilang. Tapi bukannya hilang, justru semakin menyebar ke seluruh tubuh karena teringat bagaimama dulu dia secara diam-diam memandang Agam di setiap kegiatan di sekolah.

Apalagi Agam adalah sosok yang sangat diidolakan oleh para siswi di sekolah. Seorang kapten basket yang selalu menjadi pusat perhatian.

Ketua osis yang selalu di dambakan para siswi. Bahkan sampai sekarang pun laki-laki itu masih tetap dikagumi oleh banyak perempuan. Dan mungkin juga lebih banyak dibandingkan dulu.

Jika ditanya apakah cemburu? Iya, pasti. Tapi dia percaya Agam orang yang setia. Dia percaya Agam sepenuhnya. Agam orang yang baik dan bertanggung jawab. Terbukti dari informasi akurat yang dia dapat.

Laki-laki itu belum pernah sekalipun pacaran. Dekat dengan perempuan pernah, hanya sekali. Setelah itu tak terlihat ataupun terdengar jika laki-laki itu dekat dengan perempuan lagi.

Meski terlihat sedikit dingin, tapi Agam orang yang selalu membantu.

"Renjana. Mama boleh masuk nggak?" Suara itu terdengar disertai ketukan pintu.

Renjana menoleh ke belakang. "Boleh ma. Masuk aja."

"Anak mama cantik banget." Puji Kemala begitu masuk dan menghampiri putrinya.

Renjana tentu saja tersenyum malu. Dia bahkan menunduk menyembunyikan rona merah di pipinya.

Kemala ikut tersenyum lalu memegang kedua bahu Renjana saat sudah berdiri di belakang putrinya. "Nanti jangan lupa chat mama kalau udah sampai."

Renjana mendongak lalu menangguk. "Iya."

Keduanya saling memandang lewat cermin. Dari tatapan keduanya terlihat seberapa besar mereka saling menyayangi.

"Dulu mama sering banget sisirin rambut kamu sambil dengerin kamu cerita apapun."

"Sekarang juga masih kok ma." Balas Renjana dengan mengusap tangan Kemala di bahunya.

Perempuan yang sudah berusia kepala 5 itu tersenyum tipis. "Sekarang anak mama udah dewasa. Cantiknya juga nambah. Apalagi manisnya, bikin klepek-klepek."

"Ih, mama lebay." Lagi-lagi Renjana dibuat malu dengan ucapan mamanya.

"Mama nggak lebay. Karena anak mama emang cantik."

Bibir Renjana otomatis tersenyum manis. "Baju aku bagus nggak? Ini bajunya Kak Nara yang siapin."

"Cantik. Banget."

Renjana semakin salah tingkah mendengar ucapan mamanya. Dia mengamati penampilannya sendiri lewat cermin, memakai a line dress polos di bawah lutut dengan model V neck tanpa lengan berwarna navy. Kemudian rambutnya yang digerai dengan sedikit bergelombang. Serta make up yang tidak terlalu tebal membuat kecantikannya terpancar sempurna.

"Non Renjana, Mas Agam udah dateng." Panggil Bi Asri sambil mengetuk pintu.

"Iya bi, bentar lagi Renjana turun." Sahutnya.

Selepas itu, Bi Asri kembali meneruskan pekerjaannya. Sedangkan Renjana dan mamanya keluar kamar menuju ruang tamu.

***

Ketika sudah di ruang tamu, kedua laki-laki yang sedang duduk berseberangan di sofa menatap ke arah Renjana dengan kagum.

"Anak papa emang nggak pernah jelek ya." Celetuk Gara.

"Apa sih papa." Ucap Renjana dengan tersipu malu.

"Papa ikut aja ya?"

"Papa ..." Cicit Renjana.

Gara lantas menatap laki-laki di depannya. "Jagain putri saya. Jangan sampai ada laki-laki hidung belang natap Renjana."

"Siap om." Jawab Agam dengan mantap.

"Papa lebay deh. Kebiasaan nih." Renjana semakin kesal dengan ucapan papanya. Kemudian dia menghampiri Gara untuk pamit.

"Papa nggak lebay." Gara bangkit dari duduknya lalu menangkup sebelah pipi putrinya. Mengusapnya sayang sembari menatap lembut. "Nggak ada yang boleh jahatin princess nya papa."

Kemala tersenyum. Melihat betapa besar kasih sayang Gara untuk Renjana. Bukan hanya suami yang baik, Gara juga ayah terbaik di mata Kemala.

Pertemuannya dengan Gara di yayasan ayahnya memang tidak salah. Berawal dari pertemuan yang sangat tidak menyenangkan menjadi sebuah anugerah tersendiri untuknya. Tuhan memang selalu punya rencana terbaik untuk makhluk—Nya. Dan Kemala sangat bersyukur untuk itu.

"Udah yuk. Biar Renjana berangkat. Pulangnya kemaleman nanti." Kemala mendekati suami dan anaknya.

"Yaudah kalau gitu Renjana berangkat." Perempuan itu mencium tangan papa mamanya begitu juga Agam.

"Assalamualaikum." Pamit keduanya sebelum pergi.

"Waalaikumsalam."

"Ngelihat mereka jadi keinget waktu awal-awal kita nikah. Beda banget saat pertama kita ketemu. Berantem ... terus kerjaannya." Celetuk Gara yang masih memandang kepergian putrinya.

"Kamu tuh yang suka ngajak ribut." Sahut Kemala sedikit tak terima. "Yang suka ngeledek aku." Dia menatap kesal suaminya.

"Enggak. Kamu kok yang suka ngerjai aku." Elak Gara.

Padahal dulu sebenarnya mereka memang suka saling jahil. Dari awal bertemu sampai akhirnya waktu membuat mereka saling mencintai satu sama lain.

"Ya itu karena kamu nyebelin. Kata-kata kamu tuh, yang suka bikin kesel."

"Oh ya? Masa sih?" Tanya Gara pura-pura tidak tau.

"Iyalah." Sahut Kemala dengan ketus.

"Oke deh, aku minta maaf kalau bikin kamu kesel." Gara memeluk istrinya karena tak tega melihat ekspresi Kemala yang kesal. "Mau itu dulu, sekarang atau nanti. Maaf udah buat kamu marah-marah. Tapi sebenarnya dulu tuh, taktik aku biar menarik perhatian kamu."

Kemala membuang muka agar tak terlihat jika dia sedang menahan senyum. "Hm. Aku maafkan." Singkatnya.

"Yaudah, kalau gitu gimana kalau kita nonton aja? Mumpung Renjana lagi keluar." Gara mengecup pipi istrinya.

"Tapi ada Bi Asri." Kemala menoleh, dan dikagetkan dengan wajah Gara yang sangat dekat dengannya. Yang selalu membuatnya gugup meski sudah puluhan tahun menikah. Suaminya itu selalu membuatnya senam jantung.

Berbeda dengan Gara yang justru menikmati istrinya yang tersipu malu. "Nggak pa pa. Bi Asri juga pasti ngerti." Ucapnya lalu mengedipkan mata sebelah. Serta senyum manisnya yang mampu melelehkan hati Kemala.

"Ih, genit."

"Nggak pa pa. Genitnya kan cuma ke kamu." Sekali lagi bibir Gara mengecup istrinya. Namun kali ini di bibir.

Kemala kaget bukan main. Matanya langsung mengamati sekitar, memastikan Bi Asri tidak ada. "Mas Gara. Nanti kalau Bi Asri lihat gimana?"

"Lihat apa? Ini." Gara kembali mengecup bibir istrinya. Bahkan dua kali.

"Mas Gara ih. Malu tau." Tangannya langsung terangkat untuk membungkam bibir Gara. Takut jika suaminya itu berulah lagi.

Tapi meski terbungkam, Kemala mendengar jelas jika suaminya itu tertawa puas. Membuat dirinya ikut hanyut dalam tawa kebahagiaan kecil itu.

Dari semua peristiwa yang mereka alami. Ada beberapa hal yang selalu kita tau, bahwa sebanyak apapun hal buruk yang dialami, pasti akan ada kebahagiaan yang datang meski itu dari sesuatu yang paling sederhana.