Tidakkah sangat beruntung hidup Renjana sekarang begitu bahagia? Bahkan mungkin seperti Happy Ending dari sebuah cerita novel. Yang pada akhirnya sang tokoh utama bisa menikmati hidupnya bersama orang-orang yang dicintainya. Setelah kehilangan orang yang sangat berarti dalam hidupnya, dia mendapatkan semua hal yang diimpikan. Dan merasa bahwa ini akhir yang mengharukan untuknya.
Tapi sayangnya dia belum menyadari bahwa selama kita hidup di dunia, maka belum ada kata akhir. Masih begitu banyak hal yang akan kita hadapi. Selama hidup masih tetap berjalan, maka akan ada banyak kejutan-kejutan yang tak pernah terduga. Apapun itu, tak akan pernah ada yang tau.
Meski ada rasa ketidakadilan, tapi nyatanya itu yang terbaik. Karena pada akhirnya, kita harus tau jika yang terasa pahit belum tentu tidak baik. Dan yang terasa manis, belum tentu baik. Bahkan seperti obat yang rasanya pahit pun adalah cara untuk meredakan sakit.
Semua sudah ada porsinya. Karena Tuhan tau mana yang terbaik.
"Sayang, kamu mau bantuin mama buat kue nggak? Temen-temen mama mau ke sini." Ujar Kemala setelah menerima telepon.
Renjana mengangguk. "Mama mau bikin kue apa?" Tanyanya sambil memakan camilan dari toples di pangkuannya.
Selepas dari cafe Renjana langsung pulang dan sekarang sedang duduk santai bersama Kemala di ruang keluarga tanpa Gara. Karena papanya itu sudah berangkat ke kantor setelah sarapan tadi. Sementara Bi Asri sedang mencuci pakaian di balik ruang dapur. Yang tentu menggunakan mesin cuci.
"Eum, bolu kukus coklat. Karena bahannya yang udah ada, terus sekarang udah jam 11.00. Jadi kayaknya bikin itu aja."
"Oke." Renjana lantas bangkit dari sofa setelah menaruh toplesnya ke atas meja. "Ayo bikin."
Kemala tersenyum. Dia pun juga ikut bangkit. Dan keduanya pergi ke dapur untuk membuat bolu kukus coklatnya.
Sembari membuat keduanya juga mengobrol tentang apa saja. Renjana banyak menanyakan kehidupan setelah pernikahan. Bagaimana menjaga keharmonisan keluarga, menjaga hubungan dengan mertua. Serta bagaimana membuat rumah menjadi tempat ternyaman untuk dirinya dan keluarga kecilnya kelak.
"Mama nggak bisa kasih masukan banyak, karena mama sendiri juga masih perlu banyak belajar sampai sekarang. Jadi intinya apapun itu, selalu berpedoman sama agama. Papa selalu bilang sama mama, pernikahan itu bukan hanya hubungan antar manusia. Tapi juga kepada Allah Subhanahu wa ta'ala. Selama kita menjalankan semuanya sesuai perintah Allah, maka Insya Allah akan baik-baik aja." Jelasnya diakhiri senyuman lembut.
Renjana yang sedari tadi menyimak dengan seksama merasa tersentil dengan kalimat terakhir. Karena nyatanya dia masih banyak melakukan kesalahan. Seperti contoh jelasnya, berpacaran. Menjalin hubungan dengan laki-laki bukan mahram tanpa pernikahan.
Renjana menghela nafas panjang. Rasanya seperti ada beban di kedua pundaknya. Sedikit ada penyesalan. Andaikan dia tidak melakukan itu dan bisa mencontoh kedua orang tuanya.
Menyadari keterdiaman putrinya membuat Kemala menoleh memperhatikan Renjana yang sedang mengolesi kertas roti di loyang dengan margarin.
"Renjana, sudah ngolesin margarinnya?" Tanya Kemala saat Renjana tidak berhenti memutar-mutar kuas di atas loyang.
Sadar akan yang dilakukannya, Renjana menghentikan tangannya dan menoleh. "Ah, iya. Udah ma."
Reflek Kemala tersenyum hangat. "Setiap orang berproses sayang. Nggak ada yang langsung." Ucapnya seolah mengerti apa yang dipikirkan putrinya.
Mendengar itu, Renjana merasa bersyukur. Dia memiliki ibu yang sangat baik dan pengertian. Bagi Renjana, hanya Kemala dan Gara yang paling memahaminya.
***
Waktu sudah menunjukkan pukul 12.30, tepat setelah bolu kukus coklatnya sudah matang dan siap disajikan. Kemala tadi membuat bolunya sengaja 2 loyang karena satu loyang ingin dia berikan pada Sukma, mama dari Agam. Calon besannya. Kemudian Renjana yang akan mengantarkannya sendiri setelah sholat dhuhur.
Setelah beberapa menit, Renjana selesai sholat dan siap untuk pergi. Dengan overall hitam dipadukan sweater turtle neck lengan panjang. Serta rambut yang dia ikat ke belakang.
"Ma, Renjana berangkat dulu ya." Perempuan itu mencium tangan Kemala dengan paper bag di tangan kirinya.
"Iya, hati-hati di jalan."
"Iya. Assalamualaikum." Ujarnya berjalan ke mobil yang berada di halaman rumah.
"Waalaikumsalam." Jawab Kemala menatap punggung sang anak.
Selepas mobil Renjana keluar gerbang dan berlalu, barulah Kemala masuk ke dalam rumah. Sementara Renjana, dia tak bisa menahan senyumnya selama perjalanan. Lantaran dia sengaja tidak memberitahukan Agam jika akan ke rumah. Dia ingin mengejutkan laki-Laki itu sekaligus ingin tau bagaimana reaksinya.
Kurang lebih 20 menit Renjana sampai di rumah kekasihnya itu. Tiba di sana, dia langsung memakirkan mobil di depan gerbang. Setelah itu keluar mobil sembari membawa paper bag berisi bolu kukus coklat tadi.
Dengan senyum yang merekah, Renjana berjalan memasuki gerbang. Dia berjalan begitu semangat memasuki halaman rumah. Sampai beberapa langkah lagi mencapai pintu rumah, samar-samar dia mendengar suara dua orang sedang berdebat cukup serius. Renjana secara langsung mengenal suara dua orang itu. Jelas itu suara Agam dengan mamanya, Sukma.
Renjana tanpa sadar melambatkan langkahnya. Antara takut akan mengganggu atau memang dia ingin tau apa yang dibicarakan.
Sampai di detik berikutnya, tubuh Renjana mendadak mematung dan langkahnya terhenti saat itu juga. Tepat di depan pintu rumah Agam yang sedikit terbuka, dia mendengar dengan sangat jelas jika Agam berkata, "Oke! Agam akui kalau terpaksa deketin Renjana karena mama. Dari awal emang Agam nggak pernah suka sama Renjana."
Renjana yang semula mematung tiba-tiba limbung dan hampir terjatuh kalau saja tidak berpegangan pada ganggang pintu.
Dengan perasaan yang sudah tak bisa berkecamuk, dia membalikkan tubuh dan berlari menuju mobilnya. Meninggalkan paper bag yang sudah terjatuh mengenaskan di lantai.
Renjana pergi tanpa ingin tau apa yang sebenarnya terjadi. Bukan karena dia egois tak ingin mendengarkan penjelasan laki-laki itu. Tapi sekarang hatinya sangat tidak siap untuk mendengarkan apapun dari bibir laki-laki yang sangat dia percaya.
Dia masuk ke mobil dengan air mata yang sudah menggenang dipelupuk mata. Seperti sebuah rekaman yang diputar berkali-kali, ucapan Agam masih teringang-ngiang ditelinga.
Kata yang terucap membuat Renjana kecewa. Menimbulkan tanya besar kenapa mereka dengan teganya melakukan itu. Terlepas dari alasan yang sebenarnya nanti, apa yang mereka lakukan tetap salah. Renjana merasa seperti seorang badut yang dipermalukan di tengah-tengah kerumunan. Rasanya sakit, kecewa, marah, dan entah apa lagi kata yang bisa menggambarkan.
Dengan kekuatan yang masih tersisa, tangannya bergerak menyalakan mobil. Berulang kali menghembuskan nafas guna menenangkan diri. Tetap saja rasanya begitu menyesakkan. Sampai akhirnya mobil menyala dan siap melaju, terdengar teriakan seseorang dari halaman rumah.
"Renjana!" Teriak Agam dengan wajah keterkejutannya. Dia berlari mengejar Renjana, tapi sayangnya mobil perempuan itu sudah melaju lebih dulu.
Agam dengan perasaan kacau segera masuk ke dalam rumah untuk mengambil kunci mobil. Lalu dengan langkah tergesa, dia masuk ke dalam mobil guna menyusul kekasihnya.
Selama perjalanan, Renjana berusaha untuk menahan diri dan fokus menyetir meski kenyataannya sangat sulit. Perjalanan yang sebelumnya hanya 20 menit, sekarang terasa begitu lama.
Kemudian tepat di lampu merah, mobilnya berhenti. Lalu ucapan yang masih saja tidak pergi dari pikirannya, membuat air mata Renjana mengalir semakin deras. Bahkan sekarang sesenggukannya semakin menjadi-jadi. Tangannya mencengkram stir kuat-kuat. Dia benar-benar tidak habis pikir, seseorang yang sangat dia percaya ternyata tidak pernah tulus padanya.
Dengan begitu bodohnya Renjana memepercayai Agam sepenuhnya. Tanpa menyadari bahwa laki-laki itu selama ini hanya bersandiwara. Dan hanya memanfaatkan dirinya untuk kepentingan pribadi.
Yang Renjana pikir Agam mendekatinya kerena hati, tapi ternyata karena paksaan dari mamanya. Rasanya sekarang seakan dunia sedang menertawakan dirinya.
Sampai suara klakson menggema membuat Renjana tersadar dan segera melajukan kembali mobilnya. Kemudian beberapa saat mobil Agam muncul dari kejauhan mengikuti.
Masih dengan perasaan gelisah, Agam berulang kali mengutuk dirinya sendiri. Andai saja dia mengatakan yang sebenarnya dari awal mungkin ini tidak akan terjadi. Dia benar-benar menyesal. Dan saat ini dia berharap tidak akan terjadi apa-apa pada Renjana mengingat kondisi perempuan itu sekarang.
Agam masih terus mengejar Renjana, tapi ternyata mobil Renjana melaju cukup kencang. Dan dia pun kehilangan jejak.
Sampai saat Agam menyadari jika mobil Renjana tidak mengarah ke jalan pulang. Dia merasa jika mobil Renjana berjalan sudah terlalu jauh.
Spontan Agam melajukan kecepatan dan mencari keberadaan kekasihnya itu. Kemudian di tengah pencariannya, dia terjebak macet. Ditambah lagi suara banyaknya klakson yang bersahut-sahutan. Membuat kepalanya terasa ingin pecah saat itu juga.
Hingga beberapa menit, kemacetan mulai berkurang. Mobil Agam perlahan melaju kembali. Namun saat beberapa puluh meter, dia melihat sebuah mobil Honda Civic putih rusak di bagian depan. Sontak tubuhnya menegang. Apalagi plat nomor yang tertera sama dengan plat nomor mobil Renjana. Kemudian tak jauh dari mobil itu terdapat mobil pick up juga sama rusaknya dibagian depan penumpang.
Tanpa berpikir lagi Agam langsung menepikan mobil dan bergegas keluar. Lantas dia berlari ke arah beberapa polisi yang menghalangi orang-orang yang mendekat.
Saat sudah sampai, dia bertanya dengan terbata-bata. Dan betapa terkejutnya ketika mendengar pemilik mobil putih itu telah di bawa ke rumah sakit terdekat bersama sopir pick up nya.
Dengan langkah tergesa Agam langsung pergi ke tempat tujuan. Tiba di Rumah Sakit Harapan, Agam langsung pergi ke resepsionis menanyakan nama Renjana. Dan kata perawatnya, Renjana di bawa ke ruang IGD. Laki-laki itu pergi setelah menyelesaikan administrasi. Lalu tepat saat membuka pintu, dia melihat seseorang terbaring tak berdaya di ranjang pasien dengan ditangani dokter dan beberapa perawat. Bersebelahan dengan seorang laki-laki yang juga sedang di tangani.
"Maaf mas, ada yang bisa dibantu?" Tanya salah satu perawat yang akan masuk.
"A—anu. I—itu saya keluarga pasien yang sedang ditangani." Jawabnya sambil menunjuk ranjang tengah di seberangnya.
"Nama pasien siapa?"
"Renjana."
"Baik, kalau begitu masnya bisa tunggu diluar dulu. Nanti akan kita panggil jika sudah selesai." Kata perawatnya sambil menutup pintu dari dalam.
Rasanya dunia seakan runtuh. Melihat seseorang yang dicintainya berlumuran darah membuatnya sangat hancur. Hatinya benar-benar remuk. Dia hanya bisa menunggu dan berdoa dengan bersungguh-sungguh.
Tubuhnya serasa tak berdaya, pikirannya benar-benar kalut. Dia sungguh takut kehilangan Renjana. Matanya terpejam seraya menghambuskan nafas guna menenangkan diri.
Tapi ternyata tak berpengaruh, pikirannya semakin kacau saat teringat bagaimana kondisi kerusakan mobil yang di kendarai Renjana tadi. Ditambah lagi laki-laki itu sudah melihat bagaimana keadaan Renjana di dalam sana.
Agam kemudian berjalan ke bangku untuk mengistirahatkan tubuhnya. Dengan tatapan ke arah pintu, dia berharap semua akan baik-baik saja. Berharap akan ada keajaiban untuk Renjana.