Matahari sudah mulai menunjukkan wujudnya, kicauan burung juga terdengar saling bersahutan. Begitu juga cahaya matahari yang masuk dari celah gorden.
Pagi yang cerah membuat sang pemilik kamar begitu bersemangat untuk bangun dan bergegas melakukan kegiatannya.
Hari ini rencananya dia akan bertemu ke tiga sahabatnya yang sudah beberapa minggu ini tidak bertemu karena kesibukan masing-masing.
Renjana yang baru saja keluar dari kamar mandi berjalan ke walk in closed untuk mengambil pakaian.
Kakinya kemudian mengarah pada deretan pakaian atasan yang menggantung di sisi kirinya. Dari yang model sederhana sampai yang glamor. Lalu yang di sisi kiri bagian outer simple sampai jas formal. Dan terakhir yang berada di tengah ujung, ada celana, rok serta dress.
Setelah memilih cukup lama, dia menjatuhkan pilihan pada V neck blouse putih berlengan pendek serta straight pants berwarna cokelat. Kemudian flatshoes cream yang terletak di rak bagian bawah.
Selanjutnya dia beralih mengambilĀ canteen bag cokelat yang tersimpan bersama aksesoris di lemari nakas cukup besar yang berbahan kaca terletak di tengah-tengah ruangan.
Usai mengenakan semua itu, dia keluar lalu duduk di tempat rias untuk memoleskan make up tipis ke wajahnya. Dia juga mengikat rambutnya ke belakang dengan menyisakan beberapa helai di bagian depan.
Dirasa cukup, dia bangkit mengambil ponsel serta dompet untuk dimasukkan tas kemudian keluar kamar dan siap untuk pergi.
Ketika sudah di lantai bawah. Dia menuju ruang makan dan mendapati orang tuanya bersama Bi Asri duduk di meja makan untuk sarapan.
"Sayang, sini sarapan." Ajak Gara yang sedang menyesap teh nya.
"Maaf pa, pagi ini aku mau sarapan sama temen-temen." Renjana sedikit merasa bersalah.
"Loh, kamu jadi pergi sama mereka?" Tanya Kemala seraya mengambilkan nasi dan lauk ke piring suaminya.
"Jadilah ma. Itu kita janjian udah 2 minggu lalu. Sekalian mau ngasih undangan. Makanya ini mau ke rumah Kak Nara ambil undangannya."
"Yaudah kalau gitu, hati-hati di jalan. Kamu bawa mobil sendiri?" Tanya Gara dengan perhatian.
"Iya, pa."
"Pulang jam berapa?"
"Eum, paling lama jam setengah 10."
"Oke. Hati-hati, nyetirnya jangan sambil main handphone."
"Siap papaku sayang." Perempuan itu memeluk papanya dengan sayang.
"Non Renjana nggak mau sarapan dikit aja? Buat tenaga nyetir non." Kata Bi Asri.
"Enggak Bi Asri. Nanti mereka nungguin. Terus tadi setelah sholat subuh aku udah makan sereal."
Yah, Renjana punya kebiasaan tidak baik sebenarnya. Tidur lagi setelah subuh. Dan entah kenapa tadi setelah sholat perutnya terasa lapar.
"Yaudah, kalau gitu aku berangkat dulu." Renjana mencium tangan mereka. "Assalamualaikum." Dan terakhir sebelum pergi dia mencium pipi Gara. Itu selalu jadi kebiasaan kecuali ketika ada Agam.
Tidak mungkin dia melakukannya di depan laki-laki itu. Mau ditaruh mana mukanya nanti.
"Waalaikumsalam."
***
Perjalanan menempuh waktu 15 menit untuk sampai di rumah Nara. Tiba di sana, Renjana memakirkan mobil di depan gerbang rumahnya. Dia turun setelah mengunci mobil lalu memanggil pemilik rumah sambil memencet bel yang tersedia.
"Assalamualaikum! Kak Nara!"
"Waalaikumsalam!" Jawab dari dalam, tapi dari suaranya itu bukan Nara. Melainkan Reva, asistennya Renjana.
Tak lama Reva muncul dengan kaos abu-abu lengan panjang. Serta training abu-abu tua. Juga jilbab instan berwarna cream.
"Eh, Mbak Renjana. Ada apa mbak?" Ucapnya sambil membukakan gerbang.
"Kak Nara ada nggak?" Tanya Renjana masuk bersama Reva.
"Ada mbak, tapi masih di kamar. Kayaknya sih masih tidur. Kemarin habis meeting."
"Iya nggak pa pa. Aku ke sini mau ambil undangannya Mika, Tari sama Wardah." Keduanya berjalan ke di ruang tamu.
"Oh, aku ambilin dulu kalau gitu. Mbak Renjana duduk aja." Reva berjalan ke arah tangga yang berada di belakang sofa.
Selepas Reva pergi, Renjana duduk di sofa panjang yang membelakangi tangga. Dia mengeluarkan ponsel untuk melihat apa ada pesan dari ketiga sahabatnya itu. Dan ternyata ada, mereka memberitahukan sudah dalam perjalanan menuju cafe.
Beberapa saat kemudian Reva datang dengan membawa undangannya.
"Ini mbak." Perempuan itu menyerahkannya pada Renjana.
"Makasih, Reva." Renjana menerimanya setelah memasukkan kembali ponselnya.
"Mbak Renjana mau ketemu temen-temennya?" Tanya Reva begitu duduk di sebelahnya.
"He'em." Renjana mengangguk.
"Sendirian?"
"Iya. Kenapa?" Renjana menoleh ke kiri.
"Kok nggak sama Mas Agam aja?"
"Agam lagi ada acara sama keluarganya."
"Kok Mbak Renjana nggak diajak?"
"Ya kebetulan hari ini udah janji duluan sama temen-temen aku."
"Ooh, gitu."
"Kak Nara belum bangun ya?"
"Belum mbak." Reva menggeleng pelan.
"Yaudah kalau gitu, aku pergi ya. Nanti telat." Renjana beranjak dari sofa seraya membawa tiga undangan tadi.
"Iya mbak. Aku anter."
Reva mengantarnya sampai gerbang. Kemudian menutup kembali gerbangnya dan tak lupa menguncinya. Dia pun masuk melanjutkan acara nonton TV nya.
Sementara Renjana, menikmati perjalanannya sambil mendengarkan lagu-lagu yang sedang viral saat ini. Bersenandung lirih sembari membelah lautan kemacetan kota.
Setelah memakan waktu 20 menit, tibalah dia di Cafe Bucin. Tempat yang di rekomendasikan oleh Mika. Katanya tempat yang sering dikunjungi para anak muda. Dan juga, para lelaki tampan seperti oppa oppa korea.
Saat sudah memakirkan mobil, Renjana menelepon Mika terlebih dahulu untuk menanyakan keberadaannya.
"Assalamualaikum, Mik. Udah di mana?"
"Waalaikumsalam, udah di dalem Na. Tapi Tari sama Wardah belum dateng." Jawab dari seberang sana.
"Oke. Aku udah di parkiran."
"Hm. Cepet masuk."
"Iya." Setelah itu panggilan tertutup.
Renjana segera keluar dengan membawa undangannya setelah mengunci mobil. Saat masuk ke dalam cafe, memang benar yang di katakan Mika. Di dalam cukup ramai dengan para muda mudi.
Tatapannya berkeliling mencari keberadaan Mika. Dan dia melihat ke arah depan di kursi paling pojok seseorang melambaikan tangan padanya. Yang memakai kaos putih polos dengan cardigan cream serta celana pendek berwarna hitam polos.
Renjana kemudian bergegas megampiri Mika.
"Ih, cantik banget ya ampun. Artis kita." Kata Mika begitu Renjana sudah berdiri di depannya.
Reflek Renjana tersenyum geli. "Apa sih, aku bukan artis." Dia duduk di kursi seberang Mika.
"Tetep aja kamu terkenal."
"Enggak Mika. Jangan bahas itu deh. Aku tuh mau ngasih ini." Dia menaruh undangan itu ke atas meja.
"Waah." Pekik Mika dengan senyum merekah. "Bentar lagi jadi pengantin. Ciee." Godanya.
Tentu Renjana tak bisa menahan senyumnya. "Dateng ya. Ini buat kalian bertiga."
"Pasti dong." Mika mengambil undangan yang beratas namakan dirinya lalu membaca isinya.
Tak lama terdengar salam dari belakang Renjana. "Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." Jawab Renjana dan Mika. Keduanya menoleh. Melihat Tari dan Wardah berjalan beriringan ke arah mereka. Tari dengan rambut yang dicepol, memakai kaos hitam berlengan pendek bergambar kupu-kupu dengan bawahan kulot yang juga berwarna sama dan sneakers putih sebagai alas kaki.
Berbeda dengan Wardah yang memakai tunic motif bunga berwarna hijau pastel serta bawahan straight pants putih. Juga pashmina polos berwarna sama dengan tunicnya. Lalu flatshoes cream polos sebagai alas kakinya.
Tari duduk di samping Mika sembari meletakkan tas selempangnya ke atas meja. Sedangkan Wardah duduk di samping Renjana. "Kalian keliatan cantik deh." Puji Wardah.
"Makasih. Basa basi banget kamu." Jawab Mika.
"Mika ih. Aku nggak basa basi." Balas Wardah sedikit cemberut.
"Mikaa..anak orang jangan dibikin nangis." Tegur Tari.
"Aku kan udah bilang makasih."
"Tapi nggak usah pakai kalimat tambahan, Mika ku sayang." Kata Tari dengan gemas.
"Ya kalau itu emang udah alamiah keluar dari bibir ku yang sexy."
"Emang susah ngomong sama Mika."
"Udah guys, jangan berantem." Lerai Renjana. "Nih, undangan buat Tari sama Wardah." Dia menyodorkan undangan itu pada keduanya.
Refleks mereka tersenyum senang. "Akhirnya Renjana nyebar undangan. Nggak sia-sia 3 tahun nyimpen perasaan." Kata Tari.
"Yup. Untung aja Agam bukan termasuk jajaran tukang ghosting." Imbuh Mika.
"Selamat ya, Renjana. Wardah seneng deh." Wardah memeluknya dengan senang.
"Makasih Wardah." Ucap Renjana membalas pelukannya. "Makasih juga buat kalian." Lanjutnya setelah pelukan terlepas.
"Sama-sama Na. You are happy we are happy too." Kata Mika dengan tulus.
Renjana merasa bersyukur memiliki mereka. Begitu banyak orang-orang yang menyayanginya. Dia berharap semua kebahagiaan ini tak akan hilang.
Sekitar satu jam setengah mereka habiskan mengobrol sambil menyantap sarapan yang sudah dipesankan Mika terlebih dahulu.
Mereka bernostalgia tentang masa SMA. Termasuk saat Renjana diam-diam mempunyai rasa pada Agam.
Dilanjut tentang pekerjaan masing-masing. Apa yang akan mereka capai ke depannya. Dan banyak hal lainnya.
Sampai pukul 09.10 mereka memutuskan untuk pulang. Dan bertepatan dengan itu ponsel Renjana berbunyi menandakan pesan masuk, dari Agam yang bertuliskan. "Udah pulang?"
Reflek bibirnya tersenyum. Dia mengetik balasan, "Ini mau pulang. Kenapa?"
Belum sampai menaruh ponsel ke meja, ponselnya berbunyi kembali. "Nanti malam aku ada acara sama temen-temen aku. Ada Agung, William, Hanif, sama Tulus juga. Kamu mau ikut nggak? Nanti mereka bawa temen perempuannya juga kok. Gimana?"
Dahi Renjana berkerut menimbang-nimbang ajakan kekasihnya itu. Sebenarnya dia cukup senang jika diajak Agam bertemu teman-temannya. Tapi dia juga merasa sedikit tidak percaya diri. Takut jika tidak bisa berbaur dengan mereka.
Mika yang menyadari kebingungan sahabatnya itu lantas bertanya. "Na? Kenapa? Kok kayak mikir gitu?"
Renjana kemudian menatap Mika dengan masih menggenggam ponselnya. "Eum, ini Agam. Dia ada acara sama temen-temennya. Terus ngajak aku."
"Ya bagus dong. Yang buat kamu mikir apa?"
"Ya aku nggak PD Mika."
Mendengar jawaban Renjana membuat Mika menghembuskan nafasnya panjang. "Renjana sayang, kamu itu udah perfect. Apa yang buat kamu nggak PD?"
"Iya ih, kenapa harus nggak PD sih?" Wardah ikut menanggapi.
"Ya aku takut nggak nyambung aja."
"Kan kamu udah beberapa kali ketemu mereka." Sahut Tari.
"Tapi masih ada canggungnya."
"Nggak papa Renjana. Nanti semakin sering ketemu canggungnya bakal hilang. Mereka juga kan temen-temennya Agam, jadi pasti bisa ngerti kamu." Kata Tari dengan penuh pengertian.
Jika di antara mereka berempat, Tari lah yang selalu menjadi tempat solusi. Tari yang sekarang seorang penulis adalah sosok yang paling dewasa di antara mereka.
Sementara Mika seorang Beauty Vlogger, dia sosok yang hampir selalu mengikuti trend. Tapi tak semua trend membuatnya nyaman. Dia juga sosok yang tingkat kepeduliannya tinggi. Tapi terkadang menyebalkan seperti yang dialami Wardah tadi.
Dan yang terakhir Wardah. Dia sosok yang paling polos di antara mereka setelah Renjana. Saat ini dia mengelola usaha toko roti ibunya. Yang sebentar lagi akan membuka cabang baru.
Mereka bersahabat dari pertama masuk SMA sampai sekarang. Kuliah juga di universitas yang sama. Membuat mereka sudah seperti keluarga sendiri. Dulu semasa SMA sering sekali mereka berkumpul di rumah Renjana. Karena itu atas permintaan dari Bapak Segara Banyu Bening. Dan untungnya ketiga sahabat Renjana tidak keberatan. Mereka cukup mengerti perasaan papanya Renjana.
Lagi pula pada saat itu mereka selalu happy ketika di rumah Renjana. Karena mamanya Renjana selalu menyediakan banyak camilan untuk mereka. Itu salah satu alasan ketidakberatannya. Apalagi orang tua Renjana selalu membantu mereka ketika kesulitan. Entah itu soal keluarga ataupun pendidikan.
Meskipun begitu mereka bertiga tak lupa membalasnya dengan hadiah-hadiah kecil dari uang saku sendiri untuk papa mama Renjana. Contohnya seperti saat Gara atau Kemala ulang tahun. Mika Wardah dan Tari selalu patungan untuk menyiapkan kejutan.
Dan tentu saja Gara serta Kemala sangat menghargai itu. Keduanya selalu tersentuh atas perlakuan mereka.
Bagi sepasang suami istri itu, Mika Tari dan juga Wardah sudah seperti putri mereka sendiri. Walaupun sekarang waktu untuk bertemu berkurang karena kesibukan masing-masing. Tetap keduanya selalu membuka pintu untuk mereka. Sebab kalau bukan karena mereka bertiga, mungkin saja Renjana akan tetap terkurung masa lalu sampai sekarang.