Dendam Gadis Yang Diperkosa
Part Ke 8
____
"Vita... Vita!" suara mama membuyarkan lamunanku, membuat ku tersentak karena mengingat masa yang membuat ku mungkin bisa terbilang jahat karena sudah merebut pacar sahabat ku sendiri.
"Iya mah, bentar." sahutku lalu beranjak mambuka pintu.
"Ada apa sih mah, kok teriak-teriak aku nggak tuli loh." ujar ku menatap mama dengan wajah dan rambut acak-acakan.
"Itu loh Dion, katanya mau bertemu." ucap mama, membuat ku menaikan alis.
"Loh, ada apa tumben tu si Dion datang." tanyaku yang keheranan,
"Katanya ada perlu, sudah temuin dulu sanah, kasian nungguin."
"Oke. Tunggu bentar Vita mau ambil Hanphone dulu,"
Aku pun kembali kedalam mengambil gawaiku, lalu melangkah kembali untuk menemui Dion. Entah mengapa dia kesini, tidak biasanya dan kalau pun dia kesini pasti ada yang penting.
"Hay, ada apa. tumben?" tanyaku saat ku lihat Dion sedang menunggu di teras,
"Gue cuma bosan aja dirumah, makannya kesini."
"Tumben banget, biasanya lu nongkrong sama Angga dan Rija."
"Gue lagi bingung Vit, udah gitu bokap gue malah nyuruh gue ikut berbisnis sama Izma dan Hendra!" jelas Dion.
"What, gue nggak salah denger seorang Dion mau berbisnis." sentak ku yang tak terduga mulut ku menganga sangat lebar.
"Biasa aja kali, tutup tu mulutnya bau tahu nggak,"
"Yey enak aja, tapi beneran lu Di mau ikut bisnis. Lu nggak demam kan?" sambil ku sentuh keningnya yang terasa biasa aja.
"Ehh apaan si, lu fikir gue sakit. Gue serius ini, tapi ada yang lebih ngagetin lagi dari ini?" ucapnya seraya berbisik.
"Apaan lagi yang lebih ngagetin, palingan juga yang lebih ngagetin soal Salsa yang menerima Cinta lu." godaku.
"Duhh bukan, malah lebih parah. Lu mau tahu nggak, tapi awas lu kalau kaget dan teriak." dengan mata celingak celinguk Dion seakan tengah memperhatikan keadaan.
"Iya apaan, janji gue nggak teriak."
"Salsa Mat*." ucapnya yang pelan namun masih terdengar jelas.
"What, mat*?"
"Sudah ku bilang jangan teriak, nanti tante denger."
"Gimana ceritanya, kok bisa dia mati, gue nggak mau ikut-ikutan andil dalam masalah lu yah, Di." ucapku yang masih percaya tak percaya akan ucapan Dion.
Lalu Dion pun menceritakan semua kejadian dimalam saat dia menculik Salsa, malam dimana saat aku dan Mas Hendra melaksanakan pertunangan. Aku memang merencakan ini semua sejak tahu Mas Hendra akan melamar Salsa, namun bukan berarti untuk mengakhiri hidupnya.
Dion terlihat gelisah, mungkin takut perbuatanya ketahuan, namun aku masih tak percaya Dion bisa berbuat nekat seperti itu.
Entah dia bercanda atau serius, namun apakah Mas Hendra sudah mengetahui kalau Salsa mati. Bagaimana dengan keluarganya, mereka akan mencari tahu kemana Salsa pergi.
Tak berselang lama, Dion pun berpamitan untuk segera menemui Mas Hendra dan Izma, aku tadi sempat berfikir bahwa Mas Hendra akan menemui Salsa besok saat hendak ku ajak ke Pre Weeding, namun sepertinya Mas Hendra beneran sedang berada dalam kesibukan bisnis barunya.
"Gue pamit Vit, mau bertemu Hendra dan Izma di kantor." ucapnya sambil melenggang meninggalkan ku yang masih membeku.
Akhirnya Dion pun berlalu, aku pun hendak kembali kedalam namun belum sempat aku berdiri mama menghampiriku.
"Bagaimana Pre Weeding besok, Vit?" tanya mama.
"Belum tahu mah, Hendra sepertinya sibuk dengan Bisnis yang baru. Mungkin nanti aja menunggu dia ada waktu dulu." ucapku.
"Baguslah kalau begitu, mama masuk dulu ya."
"What, hanya itu doang yang ditanyakan!" gumamku menatap punggung mama yang kembali hilang dibalik pintu.
Aku pun bangkit, ingin merebahkan tubuh yang terasa berat, dan pun melangkah kembali ke kamar.
***
Seminggu sudah berlalu, namun Salsa masih belum juga kembali, bahkan sudah kemana-kemana mereka semua mencari, namun tidak ada titik terang yang menunjukan keberadaan Salsa.
Begitu pun Hendra, masih terus berusaha menghubunginya.
Hingga berniat mendatangi rumah orangtuanya, untuk menanyakan keadaan Salsa.
Saat Siska dan Riyan sedang mengobrol, terdengar suara deru mobil masuk kepekarangan rumah mereka. Namun mereka sudah hapal dengan mobil yang terparkir di depan rumahnya.
"Tante, Om apa kabar?" sapa Gendra dengan bersalaman pada kedua orangtua yang berada di hadapannya.
"Baik Nak Hendra, silahkan duduk." titah Riyan pada Hendra.
"Terima kasih Om, Tante."
"Loh, Nak Hendra sendirian, mana Salsa?" ucap Riyan yang membuat Hendra mengernyitkan dahi.
"Salsa, loh bukannya Salsa dirumah. Saya kesini hendak menanyakan kabarnya, karena sudah seminggu ini Salsa tak bisa saya hubungi. Saya khawatir, makannya saya kesini om, tante!" jelasnya yang membuat Riyan Dan Siska saling pandang.
"Loh saya fikir, Salsa ikut bersama kamu. Karena tepat pada malam Senin, saya pulang larut malam dan mengetahui Salsa tidak dirumah. Dinda bilang ada teman Nak Hendra menjemputnya, namun Dinda bilang tidak mengenal mereka. Selama dua hari saya mencari Salsa, namun karna saya tahu Salsa di jemput oleh teman kamu, maka saya fikir kalian sedang berada keperluan hingga tak sempat memberi kami kabar?" jelas Riyan panjang kali lebar, sehingga membuat semuannya semakin tercengang dan khawatir dengan keadaan Salsa.
Tepat malam senin Hendra mengerti, bahwa malam itu adalah malam dimana dia melamar seorang perempuan yang baru dia cintai selama tiga bulan terakhir ini, namun untuk menjemput dia tak pernah menyuruh siapa pun menjemputnya.
"Tepat pukul 21:30, ada tiga orang laki-laki yang menjemputnya. Dan mereka bilang bahwa mereka kamu yang menyuruh karena ingin memberi kejutan!" ucap Dinda yang tiba-tiba datang, sehingga membuat Hendra keheranan.
"Aku tahu, karena sebelum Salsa pergi aku sempat mendengarkan pembicaraan mereka. Aku pun melarangnya untuk pergi, namun karena dia tahu mereka kamu yang menyuruh sehingga kekhawatiran ku tak dia hiraukan." timpalnya lagi.
Suasana menjadi hening, mereka yang saling bertatap muka dan saling melirik, merasa ada yang tak beres dengan hilangnya Salsa.
"Baiklah om, tante. Saya akan berusaha mencari Salsa, mohon maaf, akhir-akhir ini saya tidak bisa berkunjung karna sibuk dengan pekerjaan, hingga saya baru bisa menyempatkan waktu kesini!" ucapnya yang terlihat masih gelisah dengan kabar tak terduga yang dia ketahui hari ini.
Hendra pun akhirnya kembali, meninggalkan kediaman Salsa. Namun meski begitu fikirannya masih kacau dengan kabar yang dia dapati.
Begitu juga dengan Siska Dan Riyan, mereka semakin khawatir setelah kepergian Hendra, juga Dinda yang semakin bertanya dengan tiga laki-laki yang datang kerumahnya yang membuat kekacawan karena hilangnya Salsa tepat pada malam kedatangan mereka.
"Yah, Ibu semakin khawatir, bagaimana keadaan Salsa, dimana dia sekarang. Kalau tidak bersama Hendra lalu kemana dia yah." ucap Siska yang terlihat gelisah dan semakin khawatir, tanpa di duga Siska pun menitikkan bulir bening di kedua pipinya.
"Kita coba cari lagi ya bu, kita laporkan ini kepada polisi. Ayah yakin Salsaa baik-baik saja." ujar Riyan seraya menenangkan Siska, Riyan berusaha tetap kuat dan tegar di depan anak dan istrinya, meski sebenarnya dia pun sangat gelisah dan khawatir.
"Ini seperti sudah di rencakan, apa mungkin ini penculikan. Tapi ada apa mereka sehingga menculik Salsa, Yah." tukas Dinda.
"Apa Salsa memiliki musuh, atau pesaing dalam perusahaannya Din, atau ada yang tak suka dengannya?" tanya Riyan.
"Tidak ada, semua baik-baik saja. Bahkan semua lancar-lancar aja, pa ada sesuatu yamg terjadi?" ujar Dinda seraya berfikir keras dengan yang terjadi pada adiknya Salsa.
"Dinda akan cari tahu yah, Dinda akan mengusut kejadian ini. Kalau sampai terjadi apa-apa sama Salsa, aku akan membalas mereka semua." ucapnya lalu bangkit dan meninggalkan kedua orang tuanya yang masih bingung dengan apa yang terjadi.