Dendam Gadis Yang Diperkosa
Part Ke 11
____
Dalam keadaan yang tak sadar sekali pun ternyata Dion masih merasakan ketakutan dan syok yang sangat hebat, sehingga membuatnya tersadar dari Koma.
"Aaarghhhh!" teriak Dion, spontan perawat dan Dokter pun menghampiri.
"Tenang tuan, tenang. Jangan terlalu banyak fikiran dan jangan banyak bergerak dulu." ucap Dokter yang berusaha menenangkan Dion.
"Dimana saya?" tanyanya dengan mata melirik seluruh ruangan.
"Anda berada dirumah sakit, semalam anda kecelakaan!"
"Arghh... ta-tangan dan kaki saya kenapa, kenapa nyeri sekali, Dok!" tanya Dion dengan meringis menahan sakit.
"Mohon maaf, kecelakaan semalam membuat kaki dan tangan anda patah,"
"A-apa, pa-pa-patah?" ucap Dion terbata.
"Saya tidak mau cacat Dok, saya tidak mau." Dion histeris sehingga membuat perawat dan Dokter terus berupaya menenangkan dan menahannya, namun Dion terlalu syok sehingga mengharuskan dokter membiusnya kembali supaya tenang.
"Suster, tolong segera hubungi kembali keluarganya." titah Dokter.
"Baik Dokter." Suster pun berusaha menghubungi setiap keluarga, hingga berkali-kali akhirnya telpon pun tersambung.
"Hallo, selamat pagi. Mohon maaf benar ini dengan keluarga tuan Dion Pratama?" ucap Suster setelah sambungan telpon tersambung.
"Mohon maaf, ini dari pihak rumah sakit memberitahukan bahwa pasien bernama Dion sedang di rawat di rumah sakit Melati, dan Dokter membutuhkan persetujuan untuk menangani pasien. Berharap pihak keluarga segera datang!"
"Terima kasih." telpon pun terputus, dan segera Dokter menangani Dion karena Dokter tidak mau mengambil keputusan tanpa adanya persetujuan pihak keluarga.
***
Setelah perdebatan semalam, ternyata hingga pagi tiba Hendra masih enggan untuk beranjak dari ranjangbya, gawai yang terus berbunyi terus dia diamkan, perasaannya sangat terganggu dengan keadaan yang sedang terjadi.
Begitu pun Izma, sejak semalam dia sama sekali tak ingin meminta maaf atau pun berbasa basi dengan Izma dan Ajeng. Sehingga membuat keadaan rumah terasa sepi.
Terlihat Izma sedang berada di ruang televisi, namun tiba-tiba teleponnya berbunyi. Terlihat disana nomor yang tak dikenal, sejak semalam dia merasa terganggu sehingga tak mengangkat telpon tersebut.
Namun Izma merasa kesal, karena teleponnya terus berbunyi sehingga mengharuskannya menerima telepon tersebut.
"Hallo, siapa?" tanya Izma.
"Hallo,selamat pagi. Apa benar ini dengan keluarga tuan Dion Pratama?" ucapnya di sebrang sana.
"Iya benar, ini dengan siapa?"
"Mohon maaf ini dari pihak rumah sakit memberitahukan bahwa pasien bernama tuan Dion sedang dirawat di rumah sakit Melati, dan dokter membutuhkan persetujuan pihak keluarga untuk menangani pasien. Berharap pihak keluarga untuk segera datang!"
"Apa, juna dirumah sakit. Baiklah saya akan segera kesana."
"Terima kasih." Izma pun beranjak dari sofa, hendak memberi tahu Ajeng dan Hendra untuk segera memberi tahu orang tuanya.
Tok tok tok
"Ajeng!" panggil Izma.
"Ada apa Mba?" tanya Ajeng.
"Dion kecelakaan, sekarang dirumah sakit. Beritahu Hendra untuk segera kesana."
"Kecelakaan, terus sekarang gimana keadaannya?" tanya Ajeng yang terlihat panik.
"Mba belum tahu, tapi dokter meminta kita segera kesana, untuk menangani Dion membutuhkan persetujuan pihak keluarga, sedangkan Om dan Tante sedang berada diluar kota."
"Berarti parah dong mba, ya sudah aku siap-siap dulu, abis itu aku langsung kesana bersama Hendra."
"Iya, Mba berangkat sekarang." Ajeng pun dengan tergesa bersiap, tak lupa memberi tahu Hendra bahwa Dion kecelakaan.
"Hen... Hendra!" teriak Ajeng sambil menggedor pintu kamar Hendra.
"Apa sih Mba, pake teriak-teriak segala." ucap Hendra seraya membuka pintu kamar.
"Dion pan Dion, Dion kecelakaan. Kita disuruh ke rumah sakit sekarang."
"Apa... kecelakaan. Kapan Mba?"
"Sudah tak usah banyak tanya, ayok sekarang kita ke rumah sakit." dengan panik Ajeng menarik Hendra untuk segera pergi.
"Mba Izma sudah berangkat, sekarang kita menyusul."
Ajeng dan Hendra pun akhirnya berangkat menuju rumah sakit dimana Dion di rawat, untungnya jalanan sedang lenggang, sehingga mereka bisa cepat sampai di rumah sakit.
"Mba, gimana keadaan Dion. Apa dia baik-baik saja?" ucap Ajeng ketika bertemu Izma.
"Dia masih syok, kata Dokter kecelakaan semalam membuat kaki dan tangannya patah, dan Dokter membutuhkan keputusan dari orangtua Dion, untuk segera di Operasi." jelas Izma.
"Operasi, jika tidak ada jalan lain ya sudah kita tanda tangani saja, sebelum terjadi apa-apa, dan nanti kita bisa jelaskan kepada om dan tante, ini demi Dion juga kan." ujar Hendra.
"Iya Mba, bener kata Hendra" timpal Ajeng.
"Selamat Siang, mohon maaf pasien bernama Tuan Dion sedang histeris, apa bisa kalian membuatnya sedikit mengerti." ucap suster yang tiba-tiba dengan nada panik, sehingga membuat semuanya langsung lari memasuki ruangan Dion.
"Arghhh, Setaannn!" teriak Dion.
"Dokter, kenapa dengan adik saya, kenapa dia teriak-teriak seperti itu?" tanya Izma, Ajeng dan Hendra hanya saling pandang melihat Dion yang histeris.
"Saya sendiri tidak mengerti Bu, karna setiap sadar dia teriak-teriak seperti ini. Yang terus di ucapnya hanya setan, dan maaf. Saat saya mendekatinya dia akan teriak lebih histeris, sepertinya ada sesuatu yang terjadi pada pasien." jelas Dokter, yang membuat semuanya keheranan.
"Setan, lelucon apa ini maksudnya dok?" tanya Izma.
"Mba, sepertinya ini bukan lelucon. Mba liat Dion seperti itu masih bisa bilang lelucon," ujar Ajeng.
"Kalian itu fikir pake logika, ini zaman udah modern masa iya ada setan, itu hanya mitos." tukas Izma.
"Sudah-sudah, lebih baik sekarang Ibu dan Bapak tenangkan pasien, berikan pengertian padanya. Saya tidak bisa terus menerus memberinya obat penenang, karna dosisnya bisa membuat pasien bahaya jika dalam kondisi seperti ini."
"Saya permisi dulu Bu, Pak." Dokter pun pergi, hanya tinggal mereka yang masih dalam keadaan heran, melihat Dion yang masih teriak dan seperti orang ketakutan.
"Di, ini aku Izma." ucap Izmq namun saat Dion melirik dia seakan melihat Izma adalah setan yang membuatnya semakin ketakutan.
"Setan, pergi kamu. Kamu sudah mati... pergi." ucap Dion dalam teriakannya.
"Dion... ini kami kakak sepupu mu." timpal Izma, namun sepertinya keadaan Dion sangat memperihatinkan, entah apa yang terjadi sehingga membuatnya depresi.
"Maafkan aku Sa, Maafkan aku?" ucap Dion yang langsung mendapat pandangan serius dari Hendra dan Ajeng. Mereka saling melirik untuk memastikan bahwa mereka tidak salah dengar dengan apa yang di ucapkan Dion.
"Hey Dion, apa maksudnya dari perkataan mu itu?" tanya Hendra, namun hanya itu yang keluar dari mulut Dion, tidak ada jawaban dari pertanyaan yang Hendra lontarkan.
"Maafkan aku, Salsa!" Dion berkata lirih, dan mendapat tatapan serius dari Ajeng dan Hendra.
Membuat Hendra dan Ajeng semakin yakin, bahwa mereka tak salah mendengar, sehingga membuat Hendra semakin bertanya, apa maksud perkataan Dion.
"Apa maksud perkataan mu, Dion. Dimana Salsaa sekarang, apa kau mengenalnya? Lalu maaf. Maaf untuk apa?" Hendra mencekal tangan Dion dengan tatapan tajam. Namun percuma saja Dion tidak merespon apa pun.
Keadaan semakin kacau, Dion semakin depresi, sehingga semuanya tak bisa berbuat apa-apa, Dokter pun sudah melakukan yang terbaik, namun semua sia-sia.
Vika terlihat gelisah, dia masih memikirkan ucapan-ucapan yang keluar daei mulut Dion, apa terjadi sesuatu dengannya sehingga membuatnya seperti itu, atau dia hanya depresi atas musibahnya yang membuat kaki dan tangan nya patah.
Begitu pun Hendra dan Ajeng, mereka memikirkan hal yang sama, membuat hati dan fikirannya bertanya-tanya, apakah yang Dion maksud adalah Salsa yang mereka cari atau hanya kebetulan saja.
Sedang mereka larut dalam fikirannya yang kacau, tiba-tiba terdengar suara teriakan Dion yang membuat semuanya tersentak.
"Pergi kamu Salsa, kamu sudah mati, kamu sudah mati." teriak Dion yang terlihat sudah benar-benar kacau, teriakan nya semakin menambah fikiran-fikiran buruk bagi Ajeng dan Hendra. Sehingga semuanya bertanya-tanya apakah Dion ada kaitannya dengan hilangnya Salsa.
______