Chereads / Dendam Arwah Gadis Yang Di Nodai / Chapter 15 - Part Ke 15

Chapter 15 - Part Ke 15

Dendam Arwah Gadis Yang Diperkosa

Part Ke 15

____

Tidak lama kami pun membawa jasad adikku pulang untuk segera di kebumikan, aku tidak ingin jasadnya lebih lama menunggu dan lebih lama menderita karena belum di sempurnakan.

Setelah sampai ku lihat rumah sudah dipenuhi warga untuk menunggu kedatangan kami, juga kedatangan jasat adikku.

Terdengar bisik tetangga rumah yang tak menyangka akan kepergian Salsa, apalagi mereka yang sering bercanda dan bergurau dengannya.

"Ya tuhan, gadis sebaik dia kok bisa ya ada yang tega berbuat seperti itu?" ucap salah seorang tetangga.

"Bener bu, padahal Salsa gadis yang baik dan ramah. Kok tega ya berbuat sekeji itu padanya." timpal yang lain.

"Iya, mungkin orang yang iri yang bisa berbuat demikian," suara bisik-bisik terdengar jelas saat aku melewati mereka, namun tak ku tanggapi sama sekali.

"Bu, pak, kami ikut berduka atas apa yang menimpa keluarga Bapak dan Salsa." ucap pak RT dengan memeluk Ayah yang sedang menggandeng Ibu.

"Iya pak. Terima kasih."

Kami pun dengan berat hati membiarkan jasad Salsa di urusi warga untuk segera di mandikan dan segera dikebumikan, karena tidak ingin melihat lebih dalam kesedihan yang terpancar di wajah adikku itu.

Semua orang sedang sibuk dengan tugasnya masing-masing, namun tidak dengan Ibu. Ibu terlihat terpukul sekali dengan apa yang menimpa Salsa, begitu juga ayah, mereka sangat terpukul dengan yang terjadi pada adikku.

"Ibu tidak rela yah, Salsa pergi dengan cara seperti ini." lirih Ibu.

"Iya bu, ayah juga sama. Ayah tidak akan diam saja melihat putri kita disiksa seperti ini." suara parau ayah menimpali.

"Bu, yah, kita harus sabar dan tegar. Kita harus ikhlas dengan takdir yang sudah tuhan gariskan, segala sesuatunya sudah di atur olehnya," ucap ku berusaha membuat Ayah dan Ibuku sedikit tenang.

"Tidak Din, ibu tidak akan tenang sebelum mereka mendapatkan balasan atas apa yang mereka lakukan pada adik mu,"

"Iya, ibu mu benar, Ayah akan terus mencari mereka hingga mereka semua mendapat balasan yang setimpal." aku tak dapat mengungkapkan kata-kata lagi, kesedihan orangtua ku begitu dalam, begitu pun aku.

Aku pun meninggalkan Ibu dan Ayah, hendak melihat keadaan jasat Salsa yang ternyata sudah selesai dimandikan, dan akan segera di kafani.

Sebelum mereka membungkus jasat Salsa dengan kain kafan, Ibu dan Ayah menghampiri hendak melihat untuk yang terakhir kalinya. Begitu juga aku, namun saat aku melihat wajahnya dengan penuh kesedihan tiba-tiba matanya terbuka dan menatap ku.

"Arghhhh!" semua orang terhenyak mendengar teriakan ku.

"Kenapa Din?" tanya pak RT.

"I-itu pak, matanya Salsa melotot," ucap ku terbata.

"Hah, mana ada Din, matanya tertutup, kok!"

"Iya Din, mungkin kamu kecapean. Lebih baik sekarang kamu istirahat," ucap Ibu.

"Tidak bu, aku tadi beneran liat mata Salsa terbuka, dia menatap ku." ucapku lirih terlihat Ibu dan semua orang yang ada di ruangan dimana Salsa berada saling pandang tak percaya.

"Sudah-sudah, lebih baik sekarang segera kafani, dan segera kita sholatkan, kasian jasatnya terlalu lama dibiarkan." kata pak RT lagi.

"Baik pak." sahut seorang Ibu yang bertugas mengkafani Salsa.

"Silahkan bu, Nuri." mereka pun melanjutkan mengkafani adikku, air mata tanpa terasa luruh membasahi pipi.

Sedang semua bersiap akan menyempurnakan jasad adikku, ternyata aku baru ingat bahwa keluarga Hendra belum sempat ku hubungi dan belum ku beri tahu atas meninggalnya Salsa.

Segera ku hampiri Bu Nuri, dan semua orang yang berada di rumahku, untuk menunggu kedatangan Hendra dan keluarganya.

Segera ku ambil benda pipihku, ku cari nomor Hendra dan segera ku hubungi.

Tut tut tut

"Hallo!" sapa ku saat sambungan telepon tersambung.

"Iya ada apa Din? Apa ada kabar tentang, Salsa?" tanyanya.

"Iya Hen, ada kabar yang sangat tidak baik tentang Salsa, hiks hiks hiks."

"Loh Din, kenapa? Ada kabar apa!"

"Sa-salsa... Sa-salsa sudah meninggal Hen, hiks hiks hiks," ucapku terbata dengan sesak semakin kuat tepat di dada.

"Apaaaa?"

"Ti-tidak, itu ti-tidak mungkin. Din." suara Hendra yang terdengar syok di sebrang sana.

"Iya Hen, sekarang dia mau dimakam 'kan, sebelum dia dikebumikan, apa kau tak ingin bertemu dan melihatnya untuk yang terakhir kali,"

"Baiklah, tunggu aku. Aku akan segera kesanah." sambungan telepon pun terputus, dan aku pun kembali menemui Ibu dan semua orang.

Terlihat semua sudah siap, dan menunggu Ibu yang masih belum tenang, juga Ayah yang masih berat melepaskan dan merelakan kepergian Salsa.

"Bu, yah, tenang ya, ikhlaskan semuanya," ujarku mencoba kembali menenangkan Ibu dan Ayah.

"Baiklah Din, Ibu akan berusaha ikhlas. Ibu ikhlas atas kematian Salsa, namun ingatlah mereka semua akan mendapat balasan atas apa yang mereka lakukan," ucap Ibu seraya mencium jasat adikku yang sudah terbungkus kain kafan.

Tak lama setelah itu, terdengar suara deru kendaraan berhenti di halaman rumah, tanpa menunggu lama terdengar suara seseorang yang berteriak dan langsung memeluk jasad Salsa dengan linangan air mata dipipinya.

"Sayang," ucapnya parau dan lirih.

"Bangun, ini aku Hendra? Din, tante, om kenapa dengan, Salsa? Apa yang terjadi dengannya, kenapa Salsa seperti ini?"

"Biar Salsa di sempurnakan dulu Mas, kasian dia sudah terlalu lama. Kita harus segera memakamkannya," ucap pak Rt serta warga yang lainnya.

"Iya Mas, kasian Non Salsa, dia sudah harus segera di makamkan."

"Maafkan aku sayang, maafkan aku. Maafkan aku yang tak bisa menjaga dan melindungi kamu," ucapnya lagi setelah mencium kening di wajah jasad Salsa yang tengah membiru.

"Baiklah pak, silahkan."

Kami semua pun segera membawa Salsa ke pemakaman, dengan desir angin dan rintik hujan yang menemani perjalanan kami, karena dari rumah tak terlalu jauh menuju TPU.

Setelah sampai warga pun membantu menurunkan jasad Salsa pada tempat dimana rumah terakhir baginya, banyak warga yang sangat terpukul dan kehilangan sosok Salsa begitu pun dengan ku.

Setelah semua selesai, Ustad Mail pun menuntun Do'a untuk melepas kepergian Salsa, dengan taburan bunga kami tuaikan.

Selepas semua selesai kami pun hendak pulang, ku lihat Hendra begitu terpukul atas kematian Salsa wanita yang ku tahu sangat dia cintai. Namun saat ku coba mendekatinya, tiba-tiba Hendra berteriak.

"Arghhhh,, maafkan aku Salsa maafkan aku!" ucapnya dengan kedua tangan menutup wajahnya.

"Hen, Hendra!" ku tepuk sebelah punggungnya dan memanggil namanya.

"Kenapa?"

"Ta-tadi ada," ucapnya gugup.

"Ada apa, ayok kita pulang sudah mau maghrib."

"Haah!" matanya yang melirik seluruh penjuru pemakaman.

"Ayo pulang, sudah sore,"

"I-iya Din."

Entah apa yang terjadi, entah apa maksud ucapannya, maaf untuk apa? apa terjadi sesuatu dengan hubungan mereka. Apa ada hubungannya kematian Salsa dengan Hendra.

Kejadian yang sangat membuat ku semakin frustasi, misteri kematian Salsa harus segera terungkap, dan hubungan Hendra dan Salsa harus aku selidiki. Aku harus mengusut ini semua hingga tuntas.

Tak lama kami pun sampai ke rumah, terlihat Ibu yang masih tersedu menangisi kepergian Salsa, ayah pun sama halnya. Mereka sangat kehilangan gadis yang slalu membuat seisi rumah seakan ramai tawa canda, namun kini itu semua hilang dan sirna tak kan pernah kembali.

Ku lihat Hendra pun termenung, sama sekali tak berkata apa-apa. Jika terjadi sesuatu dengan hubungan mereka tak mungkin Hendra seperti ini, lalu apa yang membuat Hebdra teriak saat di pemakaman dan berkata maaf. Apa maaf karena tak bisa menjaganya. Entahlah semua sangat menjadikan sebuah teka teki yang tak bisa ku selesaikan dengan mudah.